"Aa bener-bener nggak bisa pulang?" Suara Allysia bergetar, gadis itu sudah menangis sesenggukan sedari awal bertelepon dengan Deven, Kakaknya yang berada di Singapura.
"Dari kemarin Aa udah coba izin Sal, tapi Aa bener-bener nggak di izinin pulang. Aa juga bingung banget harus gimana supaya bisa ada di samping kamu," jawab Deven dari seberang sana, tanpa Allysia ketahui, kedua mata Deven juga berkaca-kaca, cowok itu tak dapat membendung lagi rasa sedihnya bila sudah menyangkut penderitaan Allysia.
"A-aku harus apa A? Apa aku harus dateng ke pernikahan Ayah sama Istri barunya? Sendirian?"
"Jangan ke sana, Salsa. Kamu nggak perlu menghadiri pernikahan Ayah dengan istri barunya."
"Salsa bingung A, kenapa Ayah bohong sama Salsa? Katanya Ayah mau jagain Salsa?" Bahu dan Suara Allysia semakin bergetar, isakannya semakin kuat, ia tak mampu menahannya lagi.
"Dengan gampangnya Ayah bilang ini demi kebahagian Ayah."
"Terus kebahagiaan Salsa gimana A?" lirih Allysia sangat pelan, kedua matanya sudah membengkak karena menangis sedari tadi, kali ini rasa perihnya tidak main-main. Ia merasa di khianati oleh Ayahnya sendiri.
"Aa minta maaf Sal, andai aja Aa nggak nurutin kemauan Ayah buat pergi ke Singapura, pasti Salsa nggak akan merasa sendiri kayak gini."
Allysia tak menjawab ucapan Deven, lidahnya kelu walau hanya menjawab sepatah dua patah kata. Lagi-lagi, Allysia menemui jalan buntu.
"Salsa?"
"Salsa?"
"Salsa Aa mohon jawab Aa, jangan buat Aa semakin khawatir Sal."
"I'm okay. Aku tutup dulu t-telfonnya."
Tut.
Panggilannya beralih pada sambungan Zayn, kakak keduanya. Ia berharap kali ini semesta berbaik hati kepadanya, hanya Zayn harapan satu-satunya di sini.
"A?" panggil Allysia dengan suara yang bergetar ketika telepon sudah tersambung.
"Sal? Salsa lo di mana?"
"A, lo bisa pulang, nggak? Tolongin gue, A."
"Sal, denger gue. Tolong. Jangan. Hadiri. Pernikahan. Ayah."
"Itu artinya, Aa nggak bisa ke sini juga buat nemenin gue?"
"Ya, gimana Sal, tiket London Indonesia nggak murah. Gue nggak mungkin ninggalin kuliah gue buat hal nggak penting kayak gitu."
"Terus gue gimana, A? Gue sendirian di sini. Gue nggak tau harus ngapain."
"Gue mohon sama lo untuk nggak hadirin pernikahan itu."
"Gue sama A Deven udah coba untuk bujuk Ayah nggak nikah lagi karena mikirin lo, tapi kemauan Ayah nggak bisa ditahan sama sekali."
"Ayah emang kayaknya udah nggak sayang sama gue ya, A?"
"Tapi gue sama Deven selalu sayang sama lo, Al. Selalu."
"Maaf untuk saat ini kita sedang nggak bisa ada di samping lo, maaf banget Al."
Tut.
Sambungan diputuskan secara sepihak, karena pada dasarnya, Allysia tak memiliki kuasa lagi untuk berkata apapun dengan kakaknya itu, terlalu sakit rasanya, sakit karena merasa ia harus menjalani semuanya sendirian, seperti tidak ada orang yang bisa menolongnya dari jalan buntu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Allysia
Ficção AdolescenteMalam itu... yang seharusnya menjadi akhir dari hidup Allysia, justru malah membuat Allysia membuka lembaran baru. Semua karena lelaki yang saat ini menjadi pacarnya, Nathanio Rajendra.. dia adalah alasan mengapa Allysia mengurungkan diri untuk meng...