Allysia menggeram ponselnya dengan kesal seusai membaca chat dari seseorang.
"Kenapa Al?" tanya Cila yang sedang memasukkan buku pelajaran ke dalam tas nya.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu, tapi kelas 11 MIPA 2 baru saja bersiap untuk pulang. Ini semua karena pelajaran Pak Iwan, selalu saja! Guru botak itu selalu menambah waktu belajar jadi lebih lama.
Allysia menyodorkan ponselnya ke Claudia dan Cila untuk membaca chat dari seseorang yang membuatnya kesal setengah mati.
Nathan♡
Al, maaf ya, hari ini nggak bisa pulang bareng, aku di titipin buat nganter Shela pulang sama papi nya."Whatt?! Sejak kapan Papi nya Shela sama Nathan kenal?!" pekik Claudia heboh, untung saja kelas sudah sepi, tinggal menyisakan mereka bertiga.
"Makannya itu, gue juga gak tau ah!" rengek Allysia kesal.
"Gue curiga nih si Shela bakal ngulah nih," ujar Cila mengutarakan yang ada di pikirannya saat ini.
"Ngulah apa?" beo Allysia.
Claudia dan Cila menepik jidatnya pasrah, dalam keadaan seperti ini saja, Allysia masih tetap lemot.
"Ya Allah kapan Allysia nggak lemot?" celetuk Claudia mengarahkan pandangannya ke langit-langit kelas, seolah bertanya kepada sang kuasa.
"Maksud gue, gue ngerasa kalo Shela bakal buat ulah, kayak nyari gara-gara sama lo gitu," jelas Cila dengan penuh kesabaran.
Allysia membulatkan mulutnya berbentuk huruf O. "Pasti sih! Harus di beri paham bedebah kayak Shela emang!" balas Allysia bersungut-sungut.
"Lo giliran disuruh ngelawan Nathan waktu itu lembek anjir, giliran ngelawan Shela semangat," protes Claudia.
"Biasalah, dia emang suka lemah lunglai kalo di depan Nathan gampang mleyot," sindir Cila sembari terkekeh.
Allysia terkekeh pelan, menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia baru sadar, apakah ini karena faktor bucin akut? Sampai-sampai tak berani untuk memarahi Nathan.
***
Hari sabtu ini, jadwal Allysia untuk kembali kontrol ke Kak Mega. Allysia baru saja keluar dari ruangan Kak Mega, ia menatap obat di tangannya dengan jengah.
Allysia merotasikan bola matanya. "Sampe kapan sih gue harus minum obat sialan ini?!" geram Allysia meremas plastik obat itu.
"Gue muak setan! Gue cape!" gerutu Allysia dengan wajah yang memerah.
Ucapan Kak Mega seolah terputar kembali di otaknya.
"Belum ada perkembangan sama kondisi mental kamu dua bulan terakhir ini."
"Kamu malas minum obat, ya?" tanya Mega lembut.
Allysia mengangguk pelan. "Ally males Kak, Ally capek harus minum obat terus, Ally mau hidup tenang tanpa harus ke tergantungan obat."
"Sayang, kalau kamu rutin minum obat, perlahan keadaan mental kamu membaik, kamu akan mulai bisa mengontrol mood dan diri kamu sendiri," ujar Mega memberi jeda.
"Kalau kondisi mental kamu stabil, Kakak bakal kurangin dosis obat kamu, sampai nanti obat yang kamu minum semakin sedikit, nggak sebanyak ini," tutur Mega memegang lima bungkus obat di tangannya.
"Perlahan dosis akan terus berkurang, sampai kamu benar-benar stabil, nanti kamu minum obat cukup tiga hari sekali. Nggak setiap hari kayak gini," sambung Mega serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Allysia
Teen FictionMalam itu... yang seharusnya menjadi akhir dari hidup Allysia, justru malah membuat Allysia membuka lembaran baru. Semua karena lelaki yang saat ini menjadi pacarnya, Nathanio Rajendra.. dia adalah alasan mengapa Allysia mengurungkan diri untuk meng...