24. PERINGATAN

191 44 13
                                    

"Nathan!" panggil seseorang dari luar lapangan basket namun terdengar sangat jelas di telinga Nathan dan Allysia.

Kedua insan yang semula sedang bergurau itu seketika menghentikan aktivitasnya, keduanya sontak menoleh ke sumber suara secara bersamaan. Bersamaan pula dengan raut wajah panik Nathan,

"Shela?" beo Nathan dan Allysia kompak.

"Dia ngapain ngintil ke sini, Ya Tuhaan," batin Nathan frustasi.

Cowok itu segera berlari kecil keluar dari lapangan basket, diikuti oleh langkah kecil Allysia yang mulai meragu dan gelisah atas apa yang akan terjadi setelah ini.

"Lo ngapain ke sini?" todong Allysia to the point.

"Kami ke sini ingin menjemput Nathan." Suara itu datang tiba-tiba dari perempuan paruh baya, di sampingnya juga didampingi oleh laki-laki paruh baya. Yang Allysia ingat, dia adalah Ben Rajendra dan Caroline Rajendra.

Nathan ternganga melihat kedua orang tuanya yang tiba-tiba dating menemui dirinya dengan Allysia, ditambah lagi, mereka datang dengan Shela. "M-mami? Papi?"

"Pulang, Nathan!" perintah Ben dengan tegas.

Allysia yang sedari tadi membeku, akhirnya memberanikan diri untuk maju beberapa langkah, menjulurkan tangannya kepada Ben dan Caroline. "Om.. Tante..."

Na'as nya, juluran tangan Allysia tak digubris sama sekali oleh keduanya, mereka menganggap seolah Allysia tak ada diantara mereka.

Sementara Shela? Gadis itu sudah membangkitkan senyum kemenangannya melihat Allysia tak dianggap sama sekali oleh kedua orang tua Nathan.

Allysia tersenyum getir, tangannya hampir berdebu karena menunggu uluran yang sama dari Ben dan Caroline.

Nathan yang tersadar gadisnya dipermalukan, akhirnya tangan cowok itu terulur mengenggam jemari Allysia lalu menurunkannya. Hal itu jelas saja membuat Shela mendidih seketika.

"Papi sama Mami ngapain sih sampe jemput aku ke sini segala?"

"Ya memangnya kenapa? Ada yang salah?" sanggah Caroline.

"Aku bukan anak kecil, Mi! Aku bisa pulang sendiri! Nggak perlu sampe dijemput-jemput norak kayak gini!"

"Jangan ngelunjak kamu, Nathan!" bentak Ben.

"Kalian juga ngelunjak sama Nathan! Kalian nggak pernah ada di rumah tapi sekalinya pulang cuma bikin dongkol Nathan doang!" Nathan membentak balik.

Menyadari Nathan yang sudah larut dalam emosinya, tangan Allysia mengelus punggung tangan pacarnya, juga mengelus pundak Nathan.

"Papi yakin kamu sudah mengerti apa alasan Papi sampai harus menjemput kamu ke sini, jangan berpura-pura bodoh, Nathan!"

Tentu saja Nathan mengetahuinya, apa lagi selain Mami dan Papinya ingin memisahkan Nathan dan Allysia?

"Udah deh Nathan, mending lo nurut aja sama Mami sama Papi, kan besok lo mau dibaptis," pancing Shela dengan sengaja. Gadis itu seolah mengetahui bahwa Allysia belum tahu mengenai apapun tentang Nathan yang akan dibaptis dalam waktu dekat.

"Baptis?" batin Allysia bertanya-tanya.

Perlahan, Allysia mengendurkan genggaman tangannya dengan Nathan sampai benar-benar terlepas dari genggaman Nathan.

Nathan menoleh ketika jemari Allysia tak lagi berada di genggamannya, pandangan mereka bertemu. Nathan mendapati raut kekecewaan dari wajah Allysia.

"Pulang!" perintah Ben lagi. Lalu berbalik melangkah meninggalkan Nathan. Begitu juga dengan Caroline dan Shela melakukan hal yang sama.

Jutaan pertanyaan mulai menyerang isi kepala Allysia, gadis itu menolehkan wajahnya ke kiri, seolah tak mau menatap wajah Nathan lagi. Gadis itu sebenarnya berharap mendapatkan penjelasan dari Nathan saat ini juga.

Tentang AllysiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang