17. SHE NEEDS A HUG

204 50 25
                                    

Raut amarah Allysia seketika muncul ketika kedua bola matanya mendapati Nathan membonceng Shela di jok motornya.

Sebenarnya Allysia tak masalah Nathan maju memboncengi siapapun di jok motornya, asal jangan bedebah Shela. Ia sangat membenci bedebah satu itu.

Tangan Allysia terkepal kuat. Gadis itu mencengkeram ujung jaketnya kuat-kuat, ia sekuat tenaga menahan buliran air mata yang hampir saja meluruh dari pelupuk matanya.

Allysia semakin kuat menggretakkan giginya, sialnya dia teringat belum minum obat sejak kemarin, emosinya nyaris tak terkontrol sekarang jika terus melihat Shela yang berlagak manja dengan Nathan.

Tak mau hilang kendali di depan banyak orang, Allysia segera berlari sekencang mungkin ke arah toilet belakang sekolah, jarang sekali yang menggunakan toilet itu. Sengaja, ia mencari tempat yang sepi.

Akbar yang sedari tadi memperhatikan Allysia yang kesulitan mengontrol emosinya itu sontak mengikuti arah Allysia sambil sedikit berlari. Akbar sesekali meminta maaf kepada murid-murid yang mengomel karena Allysia tadi berlari tanpa hati-hati, gadis itu menabrak banyak orang.

"Al.." panggil Akbar pelan. Perlahan mendekati Allysia yang sedang menatap pantulan dirinya di kaca dengan raut penuh amarah.

"Mending lo pergi," usir Allysia langsung.

"Nggak," tolak Akbar cepat.

"Gue bilang pergi!"

"Nggak, Al. Gue nggak akan pergi."

"Pergi gue bilang!" pekik Allysia.

"Lo lagi nggak baik-baik aja, gue nggak akan pergi gitu aja," ujar Akbar pelan, berusaha memahami Allysia.

"Gue nggak butuh lo!"

Akbar perlahan mendekat, meraih kedua bahu gadis itu. "Gue paham lo lagi nggak bisa kontrol emosi lo. Emosinya jangan keseringan di tahan, lampiasin ke gue, Al."

Plak.

Satu tamparan keras mendarat sempurna di pipi kanan Akbar, cowok itu tertoleh ke arah kiri cukup keras, wajahnya meringis kesakitan sembari memegangi pipi kanannya yang terasa sedikit perih akibat tamparan keras dari Allysia.

Tak ada secuil niat pun dari diri Akbar untuk membalas tamparan dari Allysia, cowok itu dengan sukerelanya memasang tubuh untuk menjadi samsak pelampiasan amarah gadis itu.

"Keluarin semua emosi lo, Al."

Tanpa berat hati sedikitpun, Allysia menarik rambut Akbar kuat-kuat sehingga kepala cowok itu tertunduk ke bawah akibat jambakan Allysia yang sangat keras

Lagi-lagi, Akbar hanya menahan ringisannya. Kulit kepalanya terasa perih, bahkan mungkin beberapa helai rambutnya sudah rontok di tangan Allysia.

"Shela bangsat!" teriak Allysia semakin kuat mencengkeram rambut Akbar dan menjambak rambut lelaki itu.

"Gue benci sama Shela! Gue benci banget!"

Akbar bernafas lega ketika jambakan di rambutnya mulai mengendur. Namun ternyata, tangan Allysia beralih kepada kedua lengan Akbar, mencengkeram kuat kedua lengan cowok itu di bagian yang tak terlapiskan oleh seragam.

Cowok itu sontak melotot ketika kuku-kuku panjang Allysia mencengkeram lengannya, bahkan ini dua kali lipat lebih sakit daripada tamparan di pipinya.

"Gue nggak tau gimana lagi cara selesain semua masalah di hidup gue," lirih Allysia pelan. Cengkeraman di lengan Akbar tak kunjung mengendur.

"Semua semakin bertambah setiap saat. Gue nggak punya energi sebanyak itu buat hadapin semuanya."

"Keinginan gue juga sederhana. Gue cuma mau bersatu sama Nathan tanpa halangan apapun, karena dia alasan gue masih berdiri di sini." Suara dan kedua bahu Allysia mulai bergetar, kepalanya merunduk. Cengkeraman di tangan Akbar itu.. Masih. Dia butuh untuk menyalurkan emosinya.

Tentang AllysiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang