***
Saat ini Rumi tengah membantu Mark menanam bibit terong di pekarangan rumah, bibit tersebut baru saja Mark beli di pasar. Jangan heran kenapa Mark senang dengan tanam-menanam, karena baginya jika bibit yang ia rawat membuahkan hasil membuatnya bahagia.
“Kamu enggak ada rencana mau lanjut kuliah di kota, Mark? Sayang banget tahu enggak, pengetahuan kamu tentang pertanian gini banyak loh.” ucap Rumi.
“Ya, mau gimana lagi, Rum. Ibu sendirian di rumah, mana tega aku tinggalin dia sendirian disini? Mau ajakin dia ke kota? Yang ada dia malah nolak,” jelas Mark.
Rumi mengangguk setuju, karena setahu dia, Tante Zafirah itu sangat enggan untuk meninggalkan rumah ini. Rumi masih ingat ketika kedua orangtuanya meninggal, Doyoung meminta agar Tante Zafirah ikut tinggal dengannya di kontrakan, tapi ditolak oleh sang Tante dengan alasan lebih nyaman di kampung daripada di kota.
“Kamu udah punya calon belum?” Ketika Rumi dan Mark bertemu, segala pertanyaan random pasti keluar dari mulut Rumi. Wajar saja kalau Rumi bertanya, dia dan Mark jarang ketemu secara langsung.
“Udah.” jawab Mark.
Otomatis kedua mata Rumi membelalak kaget, ia melempar cangkul yang hendak ia pakai dan berjalan kearah Mark yang sibuk mengusap keringat didahinya menggunakan handuk kecil berwarna pink itu. Jangan tanyakan itu handuk siapa, tentu saja handuk milik Rumi.
“Serius? Demi apa? Siapa? Kok kamu enggak pernah cerita sama aku?!” omel Rumi.
“Kamu mau tahu enggak siapa orangnya?” goda Mark.
Rumi menganggukkan kepalanya dengan semangat, ia benar-benar excited untuk mendengar nama siapa sosok gadis yang benar-benar beruntung telah disukai oleh Mark yang pekerja keras ini. Meskipun Mark itu menyebalkan, tetap saja bagi Rumi kalau Mark itu anak yang berbakti pada Ibu-nya.
“Kamu,” ujar Mark.
KRIK KRIK KRIK
Suasana langsung sunyi, Rumi menelan salivanya susah payah lalu menundukkan kepalanya memandangi tanah yang baru saja Mark gali untuk ditanami bibit. Padahal Rumi sudah sangat antusias, tapi ternyata ujung-ujungnya adalah Rumi sendiri.
“Enggak percaya?” tanya Mark.
“Aku mau lanjut kerja.” ucap Rumi dan berbalik badan hendak meninggalkan Mark.
“Kamu mau sampai kapan enggak anggap aku ada, Rum?” tanya Mark.
Langkah Rumi terhenti, ia membeku ditempat mendengar pertanyaan tersebut. Bahkan berkali-kali Mark mengungkapkan perasaannya pada Rumi, tetap saja Rumi tolak. Mereka itu saudara, kenapa pula Mark malah jatuh cinta dengannya? Ini tidak boleh terjadi, meskipun mereka hanya sepupu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jung Sungchan : Trust Me [Completed]
Fiksi PenggemarSegalanya butuh uang? Jawabannya adalah iya, karena segala kebutuhan pasti memerlukan uang. Tapi, apa kebahagiaan benar-benar berasal dari uang? Atau malah sebaliknya? Uang. Satu kata yang sama sekali tidak terlalu berarti apa-apa bagi Sungchan, lah...