Chapter 39

572 28 0
                                    

Terburu-buru, aku menyelesaikan catatanku. Kemudian merapikannya, lalu beranjak bangun ketika suara itu mencegah langkahku. "Mau langsung pulang, Ta?"

Aku tersenyum tipis. "Iya," kemudian, "lo sendiri?"

Semenjak dua minggu setelah itu, kini aku dan Stevian berteman baik. Saling bercerita. Tetapi, aku yang masih sangat tertutup. Seperti dulu. Aku tersenyum kecut.

"Mau bareng?" tanyanya lagi.

Aku menggeleng. "Gak usah, gue lagi buru-buru, An. Gue duluan ya, An. Bye." Setelah itu, aku berlari keluar dari kelas.

Langkahku mendadak berhenti. Aku menatap hamparan luas di depanku yang beratapkan langit. Hujan. Kini hujan turun, tidak begitu deras dan tidak begitu sedikit. Aku melangkah pelan, kemudian menengok sedikit ke atas sana. Wajahku terciprat airnya. Aku memejamkan mata. Sejuk. Kemudian tersenyum. Menerobos hujan, tidak ada salahnya, bukan?

*

Alasan aku terburu-buru adalah karena Mamaku mendapat berita. Dan berita itu berasal dari Gavan. Dan aku harus cepat mengetahuinya. Karena aku tidak ingin mengulang kesalahan lagi dan mengingkari lagi.

Sesampainya di rumah. Tanpa ganti baju, aku langsung melesat menuju Mamaku berada dengan keadaan basah. Beliau tersenyum lembut. "Ganti baju dulu, Sayang. Liat tuh, pada basah begitu."

Aku menggeleng kuat. "Nggak, Ma. Itu gak penting. Sekarang, yang penting adalah Mama kasih tau aku, berita apa?"

Mama terkekeh anggun. "Oke, oke. Tuh, 'kan, kamu ketauan kalo masih sayang."

Oh, Mama meledekku yang dilanda penasaran yang begitu tinggi. Aku cemberut. "Serius dong, Ma."

"Oke, oke."

"Jadi, kemarin, Mama gak sengaja ketemu Gavan di mini market. Dia baik, dia sapa Mama. Terus, tiba-tiba dia bilang. Bukan, dia cerita. Cerita tentang kenapa dia bisa tunangan sama Tania. Dari awal, sampai saat ini.

"Gavan bilang, ayahnya yang mengajukan usul ini. Ternyata, ayah Gavan dan Papa kamu, berteman baik. Dan mereka berniat menjodohkan anak mereka. Menjodohkan Tania dan Gavan. Gavan gak bisa nolak, karena ayahnya mengancam. Gavan ingin ayahnya bahagia karena dirinya, dan ayahnya bilang, hal yang buat ayahnya bahagia adalah dengan perjodohan mereka. Dan Gavan gak bisa mengingkari janjinya untuk buat ayahnya bahagia.

"Kamu tau? Gavan mengharapkan kamu ... datang."

Aku membeku di tempat. Tidak bisa mencerna secara langsung cerita Mama. Jadi ... karena sebuah sabotase? Bukan karena keinginan Gavan? Aku memejamkan mataku. Perih. Sesak itu masih begitu pekat dan berkelana di relung hatiku. Air mataku turun lagi. Tapi aku segera menghapusnya.

Kenapa harus Tania?

Gavan ingin aku datang, ke acara pertunangannya...

Tapi kenapa dia ingin aku datang ke sana? Dia ingin menghancurkanku? Membuatku berpatri pada kesedihan? Kenapa dia begitu jahat?

"Kamu harus datang, Sayang. Gavan mengharapkan kamu datang." Mama berkata, dan perkataannya begitu bermakna, begitu menekan hingga maknanya sangat dalam.

"Kamu mengerti, 'kan? Kamu harus datang. Gavan mengharapkanmu. Kamu mengerti, Kalista? Datang, Sayang."

Aku terpaku. Dan seketika tubuhku menegang kala menangkap maksud Mama.

Aku harus datang.

Karena aku masih punya kesempatan.

Kesempatan yang begitu besar.

***

Me Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang