Chapter 25

1K 33 1
                                    

Semilir angin malam menerpa wajahku. Dingin mulai menyeruak masuk ke bagian wajah serta badanku, ditemani sunyinya malam dan udara dingin tapi segar menambah kesan damai malam ini. Sudah satu jam lebih aku duduk di balkon kamarku, termenung dengan punggung yang tersandar di kepala kursi. UKK telah berlalu. Murid ACG School hanya tinggal menunggu pengumuman hasil ujian. Dan pastinya, aku merasa bebas setelah itu.

Mataku menatap pintu balkon kamar di seberang. Pintu itu tertutup rapi. Hanya lampu yang sedikit remang yang kini menemani balkon itu. Tidak ada kursi atau meja yang terletak di sana. Kosong, tanpa ada barang satu pun. Mungkin sudah satu menit berlalu, tapi aku masih terus menatap pintu itu. Dan entah bagaimana asalnya, aku berharap pintu itu terbuka dan menampilkan seorang Nathan di sana. Tapi, selama harapan kecil itu melayang di benakku, semakin semuanya hanya harapan semu. Tidak ada pintu terbuka dan tidak ada sosok Nathan di sana. Keadaan masih sama, sepi dan tampak tidak berpenghuni.

Sebenarnya, apa yang terjadi sama cowok itu? Batinku, berkata secara refleks dan tiba-tiba. Dan kali ini, aku hanya bisa menghela napasku.

Drt...Drt...Drt

Ponselku bergetar terus-menerus, menandakan bahwa ada panggilan masuk. Sepersekian detik, aku langsung mengambil benda pipih itu di atas meja kecil di samping kananku. Senyumku mengembang kala melihat caller-ID yang terpampang jelas di layar ponselku. Dengan segera, aku menggeser icon hijaunya dan langsung menempelkan benda pipih itu di telinga kananku.

"Halo. Kenapa, Gav?" tanyaku, dengan pelan.

"Eh, nggak. Cuma mau nelpon lo aja, sih. Gue gak ganggu, 'kan, nelpon lo malem-malem gini?" tanya Gavan, dengan nada suara berat khas-nya.

Kedua ujung bibirku terangkat, lalu aku menjawab lagi. "Eh nggak. Gak ganggu kok. Emangnya ada apa?"

"Hm... Gini, gue cuma kangen aja sama lo. Gak pa-pa, 'kan kalo gue... Hm, kangen sama lo? Hehehe."

Seketika tubuhku terasa beku. Detak jantungku semakin lama semakin tidak karuan. Ini pertama kalinya Gavan bilang kayak gitu, dan ini... Di luar ekspektasiku.

"Gombal lo ah. Btw, belajar dari mana gombal kayak gitu, eh?" tanyaku dengan nada yang kubuat jutek dan tak hirau.

Kudengar suara kekehan Gavan, lalu ia menjawab. "Gak belajar dari mana-mana, kok. Pengen aja gitu gombalin cewek cantik kayak lo."

Plis jangan bikin gue terbang.

"Kal, gue nelpon lo karena pengen bilang kalo lo harus ikut gue pergi besok. Lagian, 'kan, baru juga selesai UKK. Pokoknya besok abis pulang sekolah kita langsung caw, ya."

Aku mengerutkan keningku, kemudian menimbang-nimbang tawaran Gavan ini. Sebenernya, tidak ada salahnya, sih kalau aku ikut Gavan pergi. Sekalian refreshing juga, 'kan habis UKK gini? "Hm, oke. Tapi, ke mana?"

"Yang penting besok sesuai mood gue ya kita pergi ke mana-nya. Dan ada satu tempat juga yang pengen gue kasih tau ke lo. Intinya, rahasia deh. Ya udah, kalo gitu udah dulu ya. Bye and night Kalista cantik." Dan sambungan langsung terputus secara sepihak. Aku mendengus antara kesal dan senang. Bye and night Kalista cantik. Ah, ini bukan mimpi, 'kan? Tiga kali, Gav.

Sedikit banyak aku tidak menyangka. Ternyata, di balik sisi Gavan yang abu-abu, Gavan juga bisa seperti ini. Okelah dia memang cowok yang sama pada umumnya. Tapi selama ini, aku baru pernah melihat dan mendengar itu. Dan ini jarang, 'kan. Tidak sesering seperti sisi abu-abunya.

Aku mengambil napas dalam-dalam, lalu berdiri dari dudukku. Mataku terpancang ke depan, menatap ke pintu balkon kamar sebrang itu lagi. Tidak ada perubahan. Setelah itu, aku masuk ke dalam kamar dan mulai untuk tidur. Rasanya, aku tidak sabar buat hari esok.

Me Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang