Chapter 13

1.2K 29 6
                                    

Aku terdiam dengan sejuta pemikiran yang sedang berkalut di kepalaku. Jujur saja aku menjauhi Gavan, karena Berty yang menyuruhku dan bukan karena kemauanku, kalian tahu itu, 'kan?

Dan yang paling gak aku habis pikir, kenapa Gavan jadi tiba-tiba berniat juga untuk menjauhiku? Maksudku kenapa dia bisa menerima kalau aku gak bisa jadi temannya. Apa Gavan hanya pura-pura saja berteman denganku? Kalau memang begitu, akan kuputuskan detik ini juga, kalau aku tidak akan menerima orang lain masuk ke dalam hidupku, menjadi temanku!

*

Sekitar lima belas menit aku sudah siap untuk ke sekolah, tapi jam baru menunjukan pukul 5.15 dan matahari saja masih dengan enggan nya untuk menampilkan sinarnya di bumi, apalagi siswa yang biasanya senang sekali tidur, bisa-bisa kalau aku berangkat sekolah jam segini, bisa mati bosan aku di sekolah. Ya, walaupun aku di sekolah notabenenya sebagai siswi teladan yang tidak punya teman tapi mana mungkin aku bisa tiba-tiba mendadak rajin?

Ini terlalu pagi.

Sambil menunggu jam 06.00 untuk berangkat ke sekolah aku melihat-lihat isi ponselku. Kadang terbersit olehku bagaimana kalau aku mampir ke jaringan path atau twitter-ku yang dulu? Walaupun sekarang aku jadi ansos, namun terkadang terbersit pemikiran seperti itu. Hanya sejenak, sih, tapi ya karena sekarang aku cuek dan masa bodoh, jadi aku biasa saja untuk tidak mengikuti gosip di sosmed apalagi sampai melihat postingan anak-anak lebay di twitterku, aku merasa kalau orang-orang itu sangat membuang waktunya. Kalau instagram, sih, akhir-akhir ini aku pernah juga memainkannya, walaupun instagram itu termasuk jaringan sosial tapi, 'kan setidaknya di sana hanya berisi foto-foto dan video saja, kalau memang ada foto yang menurutku lebay, masa bodoh lah dengan itu, 'kan aku hanya berniat meliat foto-foto yang ada saja. Ya, hitung-hitung untuk mempersingkat waktu.

Aku mulai sign in untuk masuk ke akun instagram-ku, rasanya ini sudah lama sekali tidak buka akun instagram-ku ini dan pastinya pula sudah banyak notification yang masuk. Kalau di hitung, sudah 2 tahun lamanya aku tidak membuka, apalagi memainkan akun instagram-ku ini, tapi baru 2 hari yang lalu sih aku membukanya.

Dengan mengumpulkan keberanianku, aku mulai melihat foto-fotoku sendiri yang jumlahnya lumayan banyak, ada yang fotoku sendiri, ada yang bersama teman-temanku dulu dan juga ada yang bersama Mama dan Papa. Aku tidak pernah sekali pun ingin menghapus semua foto yang sudah aku post.

Sekelibat kenangan masa lalu  yang tidak sengaja terulang kembali, mengingatkanku rasanya pada waktu itu. Aku tersenyum ketika melihat fotoku yang masih kecil yang sedang digendong oleh Papa dengan senyum tiga jarinya. Aku ingat ini, 'kan yang waktu lagi di pantai itu. Ya, aku ingat Papa dan aku diminta untuk berfoto oleh Mama, karena katanya, jarang sekali aku dan Papa bisa bertemu dengan waktu yang leluasa seperti ini, karena biasanya Papa selalu sibuk dengan pekerjaannya dan aku memaklumi itu.

Lanjut ke foto berikutnya, kali ini aku melihat sebuah keluarga yang harmonis, di mana ada Aku-Papa-Mama. Seingatku foto ini waktu aku merayakan ulang tahun-ku yang ke 11 tahun. Di sana ada foto waktu aku lagi tiup lilin, sedangkan Papa dan Mama-ku mencium kedua pipiku bersamaan. Papa cium pipi kiri dan Mama cium pipi kanan.

Aku merasakan pipiku basah karena satu tetes air yang jatuh dari pelupuk mata kiriku. Aku menangis, lagi. Tapi kali ini antara menangis kebahagian dan kesesihan.

Bahagia karena aku masih mengingat kenangan yang sangat susah untuk kulupakan, bersama Mama dan Papa, dulu. Dan sedih karena kenangan ini mustahil untuk terulang lagi.

Kali ini air mata tidak kuasa kubendung. Dengan melihat foto-foto ini aku jadi teringat semua kenangan masa laluku. Aku langsung mematikan ponselku begitu saja.

Hampir sekitar 30 menit aku bernostalgia indah serta menyakitkan untuk dikenang dan mengingat ulang masalaluku.

Aku mulai bersiap untuk berangkat sekolah, setidaknya sekarang sudah tidak sepagi tadi. 

Drrt drrt drrt

Aku merasakan ponselku bergetar, menandakan ada seseorang yang mengirimkan pesan.

Berty: Bagus Lista, gue suka sama permainan lo buat ngejauhin Gavan dan gue gak akan ganggu lo lagi. Morning nerdy.

Seketika aku jadi teringat kejadian kemarin malam. Dan seketika juga napasku tercekat, mengingat kalau aku ini orang yang sangat jahat.

Dengan cepat aku membalas pesan tersebut.

Kalista: Lo gak usah anggap gue mau ikutin permainan lo. Gue cuma mengikuti apa kata hati gue. Dan cara gue ngejauhin Gavan ini gak ada hubungannya sama lo

Sent.

Selang beberapa menit, ponselku kembali bergetar.

Berty: Okay nerdy, kita lihat siapa yang kuat di sini!

Aku tidak menggubrisnya, karena percuma saja, omongannya sangat tidak penting, dan hanya membuang-buang waktu!

*

Aku berjalan untuk sampai ke sekolah. Sampai di sekolah, dengan santai aku melihat-lihat ke sekitar area parkir, bukan maksudku untuk melihat apakah Gavan sudah datang, ya. Tapi memang naluriku mengatakan kalau dia sudah sampai terlebih dahulu di sekolah karena pada saat tadi aku sedang berjalan seperti ada mobil yang melewatiku dengan nomor plat yang sama seperti yang Gavan punya.

Alhasil, setelah melihat ke segala penjuru parkir, aku melihat mobil sport Gavan yang sangat mencolok dengan plat nomor yang tidak mungkin salah. Karena itu benar-benar Gavan dan mobilnya. Tidak salah lagi kalau itu Gavan. Eh, tapi kenapa aku jadi ngurusin Gavan, sih?

Aku melewati lorong untuk sampai di kelas, setelah sampai di kelas aku melihat ke segala penjuru dan mendapati hanya satu tas yang berada di kelas ini. HANYA SATU TAS. Dan tas itu tepat berada di samping bangkuku, tidak salah lagi tas ini punya Gavan.

Tumben sekali dia berangkat pagi. Dengan langkah gontai, aku meletakkan tasku di loker dan menaruh buku mapel hari ini di kolong mejaku. Setelah itu, aku berniatan untuk ke kantin sebentar hanya sekedar untuk membeli roti. Jujur saja aku merasa lapar karena tadi pagi aku belum sarapan.

"Bagus, gue suka permainan lo,"

Samar-samar aku mendengar suara seorang cewek.

"Gue mau ngikutin permainan lo, asalkan lo nggak nyakitin dia! Ngerti?!" ujar lawan bicaranya yang terdengar sangat ketus, dan aku yakin kalau suara tadi adalah suara seorang cowok.

Palingan juga mereka ini lagi pacaran terus dapat konflik, yang-entah-aku-tidak tahu-menahu. Tanpa pikir panjang dan tanpa mempedulikan percakapan yang tadi samar-samar terdengar olehku, aku melanjutkan niatku untuk ke kantin. 

*

Aku kira kalau di kantin aku akan bisa makan dengan lahap, tapi ternyata pilihanku salah! Aku malah dapat melihat orang yang sangat aku benci dan orang yang akhir-akhir ini mulai memberi warna padaku ternyata sedang berduaan di salah satu meja kantin. Mereka terlihat sangat dekat.

Aku tidak mengerti dengan perasaanku. Tapi aku merasak sesak.

Aku menghirup udara dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Dengan cepat aku menggubris perasaan anehku ini dan aku berbalik arah, menuju perpustakaan.

***

Me Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang