Chapter 22

1.3K 30 1
                                    

Satu minggu berlalu dengan begitu cepat. Menyisakan setiap serpihan hal yang telah kulewati. Dan dalam satu minggu penuh aku selalu menyisihkan waktuku untuk menjenguk Ari yang tengah terbaring koma di ranjang rumah sakit. Kasihan Ari, ia masih terlalu kecil untuk menerima cobaan ini.

Aku beranjak ke meja belajar dan mengambil beberapa buku pelajaran untuk UKK hari pertama, minggu depan. Dan satu minggu ini sekolah diliburkan, alasannya adalah agar semua murid belajar dengan tekun untuk UKK di tahun ini, dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Aku cukup senang mendengar hal itu. Bahkan murid satu sekolah pun juga pastinya sangat senang.

Materi demi materi aku catat di buku untuk kuhafalkan lagi nanti dan beberapa materi sudah kupahami dengan lumayan baik. Aku bersyukur karena sudah mempelajari materi depan yang sebenarnya belum dipelajari jika di sekolah. Alhasil, sekarang aku menjadi paham karena kerja kerasku itu.

Setengah jam berlalu, rasa kantuk menyerangku tiba-tiba. Dengan cepat aku langsung menutup buku-ku dan merapikannya kembali. Lantas, aku langsung beranjak ke ranjangku dan merebahkan tubuhku di sana. Kaca mata sudah kulepas dan kuletakan di nakas. Tangan kananku meraba sesuatu yang sangat kuperlukan sekarang. Setelah mendapatkan tempat kecil berbentuk tabung itu, aku membuka tutupnya dan mengambil satu pil di dalamnya. Tanpa pikir panjang, aku langsung menelan pil itu tanpa membutuhkan air putih. Sudah pernah kubilang, 'kan, kalau aku sudah terbiasa meminum pil itu. Jadi, tanpa membutuhkan air pun aku bisa menelannya dengan mudah. Ingat, karena terbiasa.

Mataku mulai terpejam dengan perlahan saat tiba-tiba aku mendengar pintu kamarku dibuka oleh seseorang. Kontan, aku langsung membuka mataku kembali dan melihat siapa orang itu.

Mama.

Ya, orang yang membuka pintu kamarku adalah orang yang sangat kusayangi, dengan senyum tulus khas keibuan, Mama berjalan mendekat ke arahku. Ia duduk di bibir ranjang, dengan masih menanggalkan senyum di wajah cantiknya, walaupun umurnya sudah masuk kepala empat. Mama masih tampak cantik dengan kulit putih, wajah oriental dan tubuh indahnya. Walau terdapat beberapa guratan kecil di wajahnya. Tampaknya itu tidak jadi masalah dan tidak dapat menutupi kecantikan Mamaku. Sungguh sempurna orang yang kucintai ini.

"Ma, kenapa?" tanyaku dengan heran dan aku langsung bangkit lalu menyandarkan punggungku di kepala ranjang.

"Hm, nggak. Mama cuma kangen sama kamu aja." Jawab Mama sambil tersenyum jahil.

Aku nyengir dan langsung tertawa kecil. "Kangen? Tiap hari ketemu kali, Ma. Mama ada-ada aja deh," sangkalku. Dan tiba-tiba saja, raut wajah Mama berubah menjadi muram. Lho, Mama kenapa?

"Kal, tapi kayaknya, mulai minggu depan Mama udah bakalan jarang ketemu kamu." Cetus Mama yang kontan membuatku menatapnya heran. Maksudnya apa?

"Hah? Maksudnya gimana?" tanyaku dengan nada bingung yang kentara.

Mama menghela napas panjang. Wajahnya terlihat lesu dan murung. "Hm, sebenernya, minggu depan Mama sudah harus bekerja pada perusahaan yang cukup ternama di Jakarta Pusat. Mama diterima menjadi salah satu pegawai di bagian resepsionis. Jadi, Mama gak akan bisa terus-terusan di rumah seharian non stop seperti sekarang. Mama bakalan pulang malam. Dan Mama bisa ada di rumah seharian non stop hanya pada hari Minggu. Mama harap kamu mengerti, Sayang." Penjelasan Mama seakan menohok diriku. Mana mungkin Mama malah berkerja? Dan kenapa harus? Bukankah kondisi hidupku dan Mama baik-baik saja? Lantas, mengapa?

"A-apa harus banget ya, Ma? Kenapa Mama malah milih untuk kerja?" tanyaku dengan suara yang sedikit tercekat.

Mama menghela napas panjang untuk yang kedua kalinya. Wajahnya masih terlihat murung. "Sayang, Mama gak bisa terus-terusan diam seperti ini. Dan Mama juga gak bisa mengatasi semua kondisi ekonomi hidup kita dengan sisa tabungan Mama. Semakin hari, kebutuhan ekonomi kita semakin banyak pengeluarannya. Dan jalan satu-satunya Mama harus bekerja, sayang. Mama mohon, kamu mengerti, ya? Mama janji, Mama tidak akan mengutamakan pekerjaan Mama. Mama akan selalu menomor satukan kamu. Perbolehkan Mama untuk kerja ya, Kal?" mohon Mama dengan wajah memelas dan muram.

Me Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang