Chapter 29

1.3K 42 5
                                    

Lagu Julia Sheer featuring Kevin Littlefield-Far away enak lho didengerinnya! Coba aja dengerin lagunya hehehe. Enjoy!

========================

"Papa ... Tania."

Kedua orang yang kupanggil menoleh menatapku. Dapat kulihat tatapan kaget dan juga tatapan tidak mengerti. Ya, tentu saja Papa memancarkan tatapan kagetnya. Sampai-sampai dia terbelalak saat menatapku. Dan satu lagi, tatapan Tania seolah menuntut penjelasan dan tidak mengerti.

Aku menatap mereka dengan murka dan sakit. Dadaku bergemuruh bergumpalan emosi. "PAPA KE MANA AJA?" Atas kerja otakku, aku berteriak dengan teramat lantang. Air mataku jatuh tanpa hambatan. Mengalir dengan derasnya sebagai bukti atas apa yang aku rasakan sekarang. Kata apa yang bisa mendeskripsikan semua ini? Kecewa? Ini sudah sangat lebih daripada itu. Benci? Tidak, aku tidak dapat membenci beliau. Kata penuntutan penjelasan? Ya.  Aku harus menuntut penjelasan ini semua. Kenapa Tania memanggil beliau dengan sebutan 'Papa'? KENAPA?!

Papa berdiri, memandangku dengan tatapan sendu. "Kalista, Papa akan jelaskan semua ini." Aku menggeleng kuat. Padahal sebenarnya di dalam hati kecilku ingin sekali aku menuntut penjelasan dari apa yang terjadi sekarang.

"Penjelasan apa lagi, Pa?" tanyaku dengan sedikit membentak dan parau.

Aku mengusap air mataku dengan kasar, lalu tersenyum sinis. "Penjelasan saat Papa meninggalkan Mama dan aku? Atau saat Papa tidak pulang lagi ke rumah? Atau Papa mau menanyakan tentang kabarku? Kabarku yang pada saat aku masuk SMA tanpa seorang Papa? APA? APA YANG MAU PAPA JELASKAN?!"

Sekarang aku yakin semua mata memandang drama ini, tapi aku tidak peduli. Rasa itu telah mati terbabat oleh rasa sesak yang bergemuruh di dadaku. Aku melirik Tania yang hanya bisa menatap kami dengan pandangan bertanya. Aku memandangnya sinis lalu beralih menatap pria paruh baya di hadapanku ini. "Kalista." Papa berusaha meraih tanganku. Tapi dengan cepat aku menepisnya. Aku memandang Papa dengan sorot mata nanar dan rasa kecewa yang begitu dalam. Tatapanku beralih lagi ke arah Tania. Menatapnya dengan pandangan murka.

"Gue kira lo sahabat gue, Tan. Gue kira lo beda. Surprize lo keren banget. Gue gak bakal lupain ini semua. Gak akan segampang membuang sampah."

"Kal, gue-" Sebelum Tania meneruskan perkataannya. Dengan cepat aku berbalik dan pergi dari dalam kafe. Masih dapat aku dengar mereka berseru memanggil namaku, tapi aku tetap berjalan keluar, atau lebih tepatnya aku berlari. Berlari dari semua kenyataan pahit ini.

*

Hujan mulai turun, sebulir demi sebulir air, dan lama kelama menjadi rinai hujan yang deras. Aku duduk di bangku taman, merenungi apa yang barusan terjadi. Kalau kata orang; menangislah sekencang-kencangnya, menangislah sampai hatimu tenang, dan menangislah jika itu yang membuatmu merasa lebih baik. Tapi, apabila air mata ini telah kering? Walau dipaksa seperti apa pun pasti tidak akan mau menetes lagi. Mungkin ini juga akibat aku terlalu lama menangis.

Tes... Tes... Tes...

Kini bukan tetesan air mataku lagi, melainkan tetesan hujan lebat yang mengguyur tubuhku.

"Kal." Panggilan seseorang membuatku sedikit berjengit. Suara itu, sepertinya aku kenal. Itu suara...

"Gavan?" Mataku sukses terbelalak saat melihat Gavan berdiri dengan sebuah payung yang melindunginya dari hujan. Tapi kini payung itu dipakai untuk melindungiku dari hujan juga.

"Kal, lo ngapain di sini?" Aku hanya terdiam. Tidak mau menjawab.

"Kal?" panggilnya lagi, tapi aku masih terdiam.

"Kalista Okalina." Kali ini dia memanggil nama lengkapku, kalau sudah seperti ini berarti pertanyaannya harus segera aku jawab.

"Not now." Cicitku pelan.

Me Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang