Chapter 28

1K 26 0
                                    

Aku berjalan menuruni tangga dengan langkah sedikit cepat. Di bawah, aku melihat Mama tengah menonton televisi. Oh, bukan. Tv-nya memang menyala, tapi fokusnya ada pada satu titik penting baginya. Lembar kertas yang berada di atas meja, yang tengah ia perhatikan dengan teliti. Melihat itu, hatiku malah dilanda perasaan kesal, sedih, serta bersalah. Aku memejamkan mataku, mengantur napasku, lalu berjalan perlahan menghampiri Mama.

"Ma," aku memanggilnya ketika sadar bahwa Mama tidak menyadari kehadiranku sebelum kupanggil.

Mama mendongakkan kepalanya, kemudian ia merekahkan senyumnya. "Eh, sayang, kamu mau ke mana? Rapi banget, kok?"

Aku tersenyum tipis, lalu duduk di sofa dekat tempat Mama berada. "Mama sibuk banget ya?" tanyaku dengan nada sedikit bergetar, tidak mengindahkan pertanyaan pertamanya.

Wanita itu tersenyum lelah. Matanya menyorotkan kelelahan dan meminta pengertian. Aku membuang muka, tidak mau menatap Mama. Sepersekian detik, Mama menggenggam jemariku. Mengelusnya dengan lembut. Merasakan itu, hatiku seperti tertohok kuat-kuat. Air mata tak kuasa menggenang di kedua pelupuk mataku.

"Kalista ... maafin Mama, Sayang,"

Aku masih pada posisiku, tidak berubah sama sekali. Aku tidak mau air mataku jatuh di hadapan orang yang kusayangi ini. Aku tidak mau menambah bebannya, meski aku merasakan kekesalan yang luar biasa. Mama seperti mengingkari janjinya. Aku tahu, kalau Mama sudah bekerja, ia harus memenuhi tugasnya. Tapi aku mau waktu luang Mama yang selalu ada saat aku sendirian di kamar. Aku mau Mama masuk ke dalam kamarku dan menanyakan aku kenapa. Aku mau Mama mengingatkanku untuk mengerjakan tugasku. Aku mau waktu hal-hal kecil itu. Aku berada satu rumah dengan Mama, tapi kini aku merasa jauh. Aku merasa tidak mengenali Mamaku lagi. Intinya, aku mau Mamaku yang dulu!

"Sekarang udah beda ya, Ma. Udah gak kayak dulu lagi." Aku menggumam seiring dengan air mataku yang jatuh setetes demi setetes.

Mama bangkit, mendekat ke arahku, kemudian memelukku dengan erat. Kini aku berada dalam dekapannya. Menangis tanpa suara di dalam dekapannya. Aku tidak mampu menahan air mata. Walau sekuat apa pun aku menahannya, air mata itu akan terus jatuh sebagai bentuk dasar atas apa yang aku rasakan. Mama mengelus lembut kepalaku. Itu semakin membuat hatiku perih. Tangis kian lama semakin pecah. Mama menenangkanku dengan caranya. Ia melakukannya dengan caranya yang selalu membuatku nyaman dan aman. Tapi semenjak Mama kerja, aku merasa kesepian. Aku merasa hampa tanpa perhatian lebihnya seperti sebelum Mama bekerja.

"Satu yang harus kamu tahu, Sayang. Mama sayang sama kamu. Melebihi apa pun yang ada di dunia ini. Mama kerja untuk kamu, untuk kelangsungan hidup kamu, dan untuk masa depan kamu. Mama hanya minta satu," Mama menguraikan pelukannya, ia menatap mataku yang masih digenangi air mata dengan sorot yang dalam. Membuatku seperti terpaku dan terkunci. "Satu yang Mama mau. Pengertian dari kamu, Kalista. Hanya itu. Setelahnya Mama akan merasa lega jika kamu memenuhi satu permintaan Mama yang itu. Mama gak akan minta apa-apa lagi sama kamu, Sayang."

Aku menatap dalam mata Mama yang sendu. Tatapan mata penuh permohonan. "Tapi aku mau perhatian kecil Mama yang dulu. Yang dulu selalu perhatiin aku. Kalista tau, kalau Kalista udah besar. Tapi Kalista mau perhatian kecil Mama. Perbedaan itu yang buat Kalista sedih. Kalista cuma mau itu, Ma." Air mataku meluruh kembali. Aku mengusapnya. Kemudian menatap mata Mama kembali.

Sepersekian detik, Mama langsung membawaku ke dalam dekapannya lagi. Aku menangis tanpa suara lagi di sana. Aku mengeratkan pelukanku pada tubuh Mamaku. Semakin erat dan erat. Aku memeluknya erat seakan tidak ingin kehilangannya. Aku menyayanginya. Aku tidak mungkin mau jika Mama meninggalkanku. Tidak akan pernah. "Mama minta maaf, Sayang. Pekerjaan Mama memang sekarang sudah sedikit menumpuk. Mama janji gak akan lalai lagi untuk perhatiin kamu. Mama janji sama Kalista."

"Janji gak akan pernah ninggalin Kalista ya, Ma?" Aku bertanya. Bertanya dengan pertanyaan yang tidak bersangkutpaut dengan apa yang kini terjadi. Entah, itu hanya keinginan hati kecilku. Tapi kenapa? Kenapa Mama malah diam setelah aku mengajukan pertanyaan mudah itu?

"Kenapa Mama malah diam? Mama gak mau janji sama-"

"Mama berusaha janji untuk tidak akan meninggalkan kamu."

Tapi, kenapa jawaban itu seakan tidak meyakinkan hatiku? Tidak memuaskan perasaanku dan terkesan akan goyah.

"Ma,"

"Iya, Sayang?"

"Happy Mother's Day! Kalista sayang banget sama Mama."

*

Aku mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Kini tepat pukul 08.45. Secepat mungkin, aku melangkah-setengah berlari-menuju kafe Galaxys yang terletak di dekat ACG School. Mengejar waktu agar tidak terlambat sampai di sana. Sesampainya di depan pintu kaca kafe, aku mengatur napasku terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam. Samar-samar aku melihat beberapa pengunjung yang baru meletakkan makanannya di atas meja. Aku langsung menegapkan tubuh, dan berjalan memasuki kafe ini.

Tapi, setelah aku masuk, dan tiga langkah aku berjalan. Hampir di meja tengah, aku melihat dua sosok orang yang sangat-sangat aku kenali. Wajahnya, cirinya, bahkan figurnya. Aku membelalakkan mata tidak percaya. Rasanya, jantungku teramat berpacu cepat sehingga ingin keluar dari tempatnya. Sebisa mungkin, aku menenangkan diriku. Mengikuti pacu adrenalin yang menyuruhku untuk melangkah ke tempat dua orang itu.

Dengan jantung yang berdetak kuat, napas yang memburu, aku mendekati meja yang ditempati dua orang itu. Mataku memanas kala samar-samar mendengar percakapan mereka.

"Gimana sekolah kamu selama di sini?"

"Tentu baiklah, Pa. Aku, 'kan pinter, hehe."

"Wah, bagus-bagus. Lalu, kamu sering kunjungi Mama kamu, 'kan?"

"Um, iya dong, Pa. Setiap seminggu sekali. Bahkan, nanti aku mau ke pusara Mama. 'Kan, sekarang hari ibu. Papa mau ikut?"

Aku semakin mendekat ke arah mereka. Lalu menginterupsi percakapan hangat mereka.

Dengan lirih dan air mata yang sudah bergumul di pelupuk mataku, aku berkata dengan sangat lirih dan pelan. "Papa ... Tania ...."

***

Me Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang