Chapter 7

1.6K 43 2
                                    

Aku berjalan menyusuri koridor kelas 11, dengan 3 buku biografi tokoh dalam pelukanku. Pandangan orang-orang tidak kuhiraukan dan aku tetap berjalan. Hingga ketika aku merasa kakiku tersandung oleh kaki seseorang, dan akhirnya aku terjatuh. Buku-bukuku jatuh berserakan. Aku mendengar suara gelak tawa dari beberapa orang yang ada di sekelilingku. Aku menatap mereka dengan nanar. Kupejamkan mataku sejenak dan mengatur napas, lalu membuka mataku dengan perlahan.

"Rasain lo!" Suara itu. Suara itu milik Ardi, teman cowok kelasanku yang teramat sangat menyebalkan. Aku berusaha untuk tidak menghiraukan ucapannya dan berniat untuk mengambil buku-bukuku. Tapi suara yang teramat familiar terdengar jelas di telingaku. Aku mendongak untuk menatap pemilik suara itu.

"Eh! Lo cowok, 'kan? Kok banci banget, sih?"

Gavan.

Aku bangkit setelah mengambil buku-bukuku yang berserakkan. Aku manatap Gavan dan mengucapkan namanya, tapi tanpa suara. Aku bisa melihat kilatan amarah dari sorotan mata Ardi. Aku juga bisa melihat sorotan mata tenang dan datar dari mata Gavan. Semua siswa dan siswi yang ada, hanya diam dan memandangi kami--Aku, Gavan, dan Ardi.

"Lo diem aja deh! Gue gak ada urusan apa-apa sama lo dan lo gak usah ikut campur!" hardik Ardi dengan nada tinggi dan tajam. Hampir menyerupai seperti bentakan.

"Jelas gue ada urusannya lah di sini! Kalista cewek dan lo cowok, tapi lo malah jailin dia? Harga diri lo sebagai cowok di mana, hah?! Memalukan banget, man." Balas Gavan tak kalah dengan Ardi. Aku bisa melihat aura yang tidak enak di Ardi. Jelas saja auranya tidak enak, karena Gavan telah mencampuri urusannya. Dan urusannya Ardi itu adalah aku. AKU!

Aku hanya diam melihat mereka berargumen. Aku tahu kalau aku bodoh. Bukannya melerai, tetapi malah diam tanpa berucap satu kata pun.

"Lo! Lo. Gausah. Ikut. Campur. Masalah. Gue!" ucap Ardi dengan penuh penekanan di setiap katanya.

Aku mulai jengah dan kesal melihat argumen yang sangat tidak penting ini. "Kalian berdua! Kalian gak usah berantem kayak gini, itu gak penting! Lebih baik sekarang kalian bubar dan gak usah sok-sok jagoan!"

"Ta-"

Belum sempat Gavan menyempurnakan ucapannya, aku sudah memotong. "Gak ada tapi-tapian, Gav. Udah lo balik deh mendingan! Lo juga, Ar, lo kenapa sih, hah? Kenapa lo benci banget sama gue?" tanyaku kepada Ardi. Cowok itu menatapku dengan tatapan dingin dan tajam. Aku tidak mempedulikan dan tidak membutuhkan tatapan itu, yang aku butuhkan adalah alasan dia, kenapa dia sangat membenciku! Apa karena aku ini aneh? Kalau itu alasannya, itu sangat tidak masuk akal!

"Lo gak perlu tau!" tukasnnya dengan nada tajam.

"Jelas gue perlu tau, Ar. Ini menyangkut gue! Karena lo benci sama gue, maka dari itu gue perlu tau!" bantahku.

"Oke. Gue benci sama lo karena lo..., " Ardi tidak melanjutkan ucapannya. Dia malah bungkam dengan raut wajah berpikir.

"Karena apa, hah?" tanyaku dengan satu rasa yang sangat-sangat menggerogoti otakku. Yaitu bingung.

"Karena gue." Tiba-tiba suara yang sangat familiar menyeruak di pendengaranku. Dengan sigap aku mendongak dan mendapati siapa pemilik suara itu. Berty.

Aku menatap Berty dengan tatapan bertanya. Tadi dia bilang, karena dia? Apa hubungan dan masalahnya?

"Ber-berty?" kataku, tergagap.

"Ya, kenapa?" tanya Berty sambil berkacak pinggang. Aku mengerjap dan menentralkan raut mukaku.

Aku merasakan satu tangan menggenggam tangan kananku. Aku melihat siapa pemilik tangan itu. Gavan. Dia yang menggenggamku. Gavan menoleh ke arahku dan tersenyum hangat. Aku hanya tersenyum kikuk untuk menanggapinya.

Me Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang