Chapter 10

1.3K 33 0
                                    

Hari ini harusnya aku dapat berlibur dengan santai di kamarku yang indah ini, tapi sedari tadi ponselku bergetar terus-menerus, semenjak kejadian minggu lalu itu, atau lebih tepatnya saat kejadian-- ehem 'kissing yang terjadi secara tidak langsung' itu, Gavan makin aneh dan yah harus aku akui juga sih kalau jantungku juga menjadi tidak jelas dan tidak karuan.

Oke, memang kuakui kalau semenjak datangnya Gavan semua jadi berbeda, yang awalnya aku invisible dan gak punya teman sekarang aku jadi merasa kalau aku itu mempunyai seorang 'teman'. Ya, walaupun orang itu adalah Gavan, tapi setidaknya aku sudah tidak merasa sendiri lagi. Walaupun aku tidak tahu kalau Gavan itu sebenernya real friend atau cuma fake friend yang hanya ada maunya saja, dalam arti lain, mempunyai maksud tertentu.

Bukannya aku menuduh Gavan yang tidak-tidak, tapi aku belajar dari pengalaman juga, aku tidak mau sampai kejadian tentang aku dan Berty terulang lagi, aku tidak mau dikhianati lagi. Singkat cerita aku hanya mau punya teman yang tulus dan mau berteman denganku tanpa embel-embel apa pun.

Drrt... Drrt... Drrt

Ponselku bergetar kembali dan aku tetap tidak menghiraukannya. Ini missed call yang ke-5 kalinya yang aku dapat dari Gavan. Sudah ada setengah hari ini Gavan meneleponku. Oke, kita, ralat-aku dan Gavan- semakin hari memang semakin dekat tapi bukan berarti dia bisa telpon atau pun berhubungan secara baik denganku, kalau dia mau minta tolong tugas pelajaran aku masih bisa nolongin. Tapi sekarang, Gavan mulai agak aneh, aku juga tidak mengerti, antara perasaanku yang aneh atau memang dianya yang aneh. Ah, aku sangat bingung sekarang.

Drrt... Drrt... Drrt

Kali ini kesabaranku sudah habis, aku mengambil ponselku yang sedari tadi kuletakan di bawah bantal, kalau kalian nanya kenapa aku kayak gini? Aku sendiri bingung kenapa aku kayak gini. Tanpa basa-basi lagi aku segera meng-klik lambang telepon yang berwarna hijau.

"Kenapa, sih telponin gue mulu?" tanyaku to the point dan dengan nada kesal.

"Hai. Hm, gue cuma mau nanya kenapa lo akhir-akhir ini gak ngejawab telepon gue, Kalista Okalina?" tanyanya dari seberang sana.

"Eh, udah gue bilangin berapa kali, sih sama lo, Gav? Gue gak suka kalo lo panggil gue pake nama panjang gue, terus kalo soal gue gak pernah ngangkat telpon dari lo akhir-akhir karena gue sibuk!" Jelasku, sedikit berbohong.

Itu jelas tidak seperti kenyataannya. Gimana aku mau fokus belajar kalau tiap mau ngeliat rumus-rumus matematika atau rumus fisika, pasti terlintas kejadian waktu itu. Ini memang tidak penting, tapi baru kali ini aku merasa kayak gini.

"Oh gitu, lo lagi sibuk, jadi gue ceritanya ganggu nih?" tanyanya.

"Iya! Lo sangat mengganggu!" jawabku dengan intens.

"Kalo kemaren-kemaren lo sibuk berarti sekarang lo udah nggak sibuk dong?" tanya Gavan dengan nada ceria.

"Terus?" Aku memutar kedua bola mataku.

"Besok, 'kan hari Senin, besok lo gue jemput, ya. Oh ya sama nanti pulangnya juga nanti gue ante-" belum sempat Gavan selesai bicara, aku sudah memotongnya.

"Tap-" mati. Kenapa harus dimatiin coba?

Kalau ditanya kesel sih, bisa saja aku jawab kesel, soalnya kenapa tiba-tiba sambungannya dimatiin gitu aja coba? Tapi kalau ditanya senang, aku juga tidak tahu, perasaan ini tidak bisa diibaratkan. Dan kalau kalian menyimpulkan ini adalah perasaan cinta atau apa pun itu, sebaiknya buang pemikiran itu jauh-jauh, karena aku tidak punya perasaan apa-apa terhadap Gavan. Hanya sebatas teman dan tidak lebih dari itu.

*

Aku menaiki tangga dengan membawa novel teenlit yang baru aku beli minggu lalu. Dengan sebuah novel di tangan kiriku dan segelas susu putih di tangan kananku, aku dapat membaca novel seharian di balkon kamarku. Aku sangat suka membaca di balkon selain dapat menghirup udara segar, aku juga dapat melihat bunga-bunga yang berada di pekarangan rumahku yang berada di bawah dari atas sini. Sampainya di balkon, aku langsung duduk bersila dan mulai membuka serta membaca novel terbaruku. Suasana hening dan sunyi, serta udara yang berseliweran membuatku semakin terbawa suanasan dalam konflik dan jalan cerita novel yang sedang kubaca ini.

Sampai-sampai ada sebuah kerikil yang mengenai tepat di kepalaku, aku tidak menggubris kerikil itu dan tetap membaca. Dan kemudian, satu kerikil mendarat di kepalaku lagi, yang ini kerikilnya lebih besar dari yang sebelumnya, mau tidak mau aku harus melihat siapa orang yang melempariku dengan kerikil. Saat aku melihat ke bawah terlihatlah sosok laki-laki yang tengah nyengir dan mendongak ke atas balkon kamarku, serta membawa tulisan 'INGAT, BESOK GUE JEMPUT, JANGAN TIDUR MALEM-MALEM TAKUTNYA KESIANGAN' dengan size yang besar dan aku bisa membacanya dari atas sini. Kalian pasti sudah bisa menebak siapa orang itu, 'kan? Ya, siapa lagi kalau bukan Gavan?

Setelah aku membaca teks yang dia bentangkan, aku hanya mendengus dan setelah itu aku langgsung masuk ke dalam kamar, mematikan lampu dan aku tidak mungkin lupa untuk minum obatku dengan segelas susuku tadi, obat yang selalu menemaniku sebelum aku tertidur.

***

Me Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang