Chapter 4 - Special Chapter

3K 64 1
                                    

Kini aku dan Gavan berhenti di salah satu toko buku, yang sepertinya baru aku kunjungi sekarang. Aku belum pernah melihat toko buku ini.

"Gav,"

"Iya, kenapa?" tanya Gavan.

"Kayaknya gue baru pernah ke sini deh," kataku, jujur.

"Haha. Ini tempatnya emang baru dibuka sekitar satu mingguan lah," jelasnya. Aku hanya manggut-manggut paham.

"Ya udah ayo masuk." Ajak Gavan dan menggandeng tanganku lagi. LAGI!

Interior toko buku ini sangat bagus dan keren. Terus rapi banget lagi. Ya emang sih tidak terlalu besar tempatnya, tapi interior dan desainnya itu yang membuat kesan celtic gitu. Keren deh.

"Kenapa? Masih mengagumi tempat ini, eh?" Suara Gavan menyeruak di indra pendengaranku. Aku langsung menoleh ke arahnya yang berada di sebelah kananku.

"Apa, sih? Eh tapi, emang tempatnya keren banget seriusan. Kok, lo bisa tau toko buku ini, sih? Semangat beli dan baca deh ini mah kalo tempatnya kayak gini," kataku berantusias.

Gavan terkekeh pelan. "Ya, emang. Gue juga baru tau toko buku ini beberapa hari yang lalu. Semenjak itu, akhir-akhir ini gue selalu ke sini. Abisnya tempatnya keren gitu. Celtic banget gitu kesannya," jelas Gavan.

"Lo mau cari buku apa emangnya?" tanyaku to the point.

"Mm... Sebenernya, sih gak tau mau cari buku apa. Tapi lagi kepengen ke sini aja," jawabnya.

Aku memutar kedua bola mataku sebal. "Haha. Ya udah maaf. Novel aja kali ya gue belinya?" tanyanya.

"Ya terserah lo." Aku mengedikkan bahu.

"Mm... Ya udah deh novel aja. Ya udah, yuk ke bagian rak-rak novel. Tuh di sana," ajak Gavan sembari menunjuk salah satu rak yang sepertinya tempat novel-novel berada. Aku mengganguk dan kami pun berjalan bersisian menuju rak yang berisikan novel-novel tersebut.

Gavan memilih-milih novel yang ingin dibelinya. Aku hanya memerhatikan novel-novel teenlit yang dipajang tanpa berniat untuk menyentuhnya. Aku sudah mempunyai setengah dari novel-novel yang dipanjang ini, sepertinya.

"Nah! Gue beli novel ini aja kali ya?" sahut Gavan. Aku menoleh ke arahnya dan melihat satu novel yang tak asing di penglihatanku. Itukan... Novel Camar Biru!

"Kal, menurut lo ini bagus gak novelnya? Covernya deh, bagus gak covernya? Biasanya kan kalo covernya bagus, ceritanya juga bagus, kayaknya," tutur Gavan.

Aku terdiam sejenak. "Mm... Ya udah terserah lo, sih. Menurut gue ceritanya bagus kok," jawabku.

"Bagus? Lo tau dari mana emangnya kalo cerita novel ini bagus?" tanya Gavan sambil menaikan satu alisnya.

"Gue juga punya novelnya. Dan gue juga lagi baca novel itu, belom selesai, sih," kataku.

"Wah. Berarti kalo gue beli novel ini, terus kita samaan dong. Sama-sama baca novel Camar Biru!" seru Gavan dengan wajah yang kelihatan... Semringah? Aneh banget.

Aku mendengus kesal. "Apa banget deh lo? Banyak kali yang baca novel itu. Gak cuma gue dan lo!" tukasku.

"Ya udah gak pa-pa. Yang penting kita samaan," ujarnya dan aku hanya bisa memutar kedua bola mataku dengan jengah.

*

"Kalista...," panggil Gavan dengan nada merajuk. Ha? Merajuk? Eh, apa banget.

"Apaan, sih?" jawabku dengan sebal.

"Hehe. Makan yuk? Laper nih," ajaknya.

"Hm,"

"Makan di mana ya yang enak?" tanya Gavan.

Me Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang