Rina Tiba-tiba Merangsek Ke Kamarku

239 4 0
                                    

DI saat aku membaca buku materi perkuliahanku, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarku,

Tok- tok-

Aku membukakan pintu. Rina berdiri di depan pintu kamar dengan baju shoulderless lace frill pink, rambut hitamnya lurus panjang terjatuh di kedua bahu.

"Ada apa Rina?" tanyaku.

Wajahnya sangat kaku.

"Emm-"

Tak ada satu kata yang keluar. Dia berkali-kali mengalihkan pandangan ke samping. Lama sekali dia berusaha keras untuk mengatakan satu kata pertamanya padaku sejak dia mengetuk pintu.

"Aku-" matanya melirik melewati samping bahuku menuju arah dalam kamar.

"...boleh masuk?"

Aku tidak tahu apa maunya, tapi aku berusaha menjadi teman kos yang baik.

"I- iya, tentu saja. Silakan masuk."

Ini baru pertama kalinya seseorang masuk ke kamarku sendiri sejak aku tempati. Tentunya Tante Angelica juga pernah saat dulu menunjukkan padaku kamar untuk kutempati. Tapi itu tidak masuk hitungan.

Rina dengan langkah kaku masuk ke dalam, setiap langkahnya bernilai ribuan menit dan menyeret beban sebanyak 5 ton beras di belakangnya. Dia merasakan hawa khas kamar seorang cowok dan dia tidak merasa terbiasa dengan itu. Lehernya kaku seakan takut patah kalau dia terlalu banyak menggerakkannya.

Rina melirik kepadaku.

"Umm... lagi ngapain? Sibuk?"

"Ah, nggak. Lagi baca-baca sedikit," aku menunjuk buku tebal yang terbuka di atas meja.

Seakan dia tidak peduli dengan jawaban dari pertanyaan basa basinya, pikirannya masih melayang di suatu tempat di luar sana. Pandangannya seakan kosong, menatap jauh ke puluhan meter menembus lantai yang sedang dia pandang.

Tangan kanannya menggenggam tangan kirinya yang mengepal. Setelah itu seakan kembali sadar, dia melihat wajahku.

"Oh! G- Gitu ya... Yaudah. Lanjutkan aja bacanya."

Terus kamu mau ngapain kesini? Aku bingung nggak paham. Ya sudah, untuk sekarang aku cuma bisa nurutin katanya. Aku membalikkan badanku, duduk kembali di kursi, lalu menghadap buku yang sedang terbuka. Rina masih berdiri di belakangku. Aku masih bisa merasakan hawa keberadaannya yang sedang nervous.

Isi buku sama sekali nggak bisa masuk ke pikiran. Yang ada di pikiranku apa yang Rina akan lakukan. Apakah dia akan menutup mataku dari belakang, lalu mengatakan kata-kata romantis hingga aku tersipu malu, atau dia.... atau dia akan membuka.... Aaagrhhgh.. Haluku, hentikan!

Lalu aku merasakan tubuh Rina bergerak pelan, selangkah demi selangkah, langkah yang sangat kecil. Setiap gerakannya membuatku semakin penasaran. Aku tidak bisa pura-pura baca buku lagi. Pikiranku seratus persen memperhatikan Rina di balik kepalaku.

Sret- sret- Rina lalu duduk di ranjangku. Dia duduk dengan kikuk. Tangannya kaku memegang sprei biru tuaku. Lalu dia mengangkat kakinya, menaikkannya ke atas ranjang. Setelah itu dia merebahkan dirinya di atas ranjangku. Seluruh darahku bergerak semakin cepat di dalam tubuhku. Terutama ke kepalaku yang tiba-tiba panas menangkap situasi itu. Rina tidur di atas ranjangku!? Jantungku berdegup kencang, Deg! Tubuhnya yang wangi menempel di atas sprei aku biasa tidur, nanti wanginya bakal menempel berminggu-minggu, serasa aku tidur ditemani wangi Rina yang tertinggal. Ahhh....

Aku tidak tahan lagi. Aku buyarkan pikiran penasaranku, aku membalikkan badanku, Rina dengan cantiknya terbaring di atas kasurku, kedua tangannya tergenggam di atas baju pink yang penuh dengan hiasan pita di atas dadanya. Pahanya mengintip dari rok yang tertindih.

"Kamu ngapain?" tanyaku.

Rina langsung memandangku yang sedang memandangnya. Dia yang tersipu langsung loncat dari ranjang sambil berteriak, "NGGAK ADA APAPA!"

Rina lari ke luar kamarku secepat kilat menuju kamar Cindy. Di sana sudah ada Lita, Nene, Linda, dan Cindy berkumpul menunggu Rina. Keempatnya memasang senyum nakal dan penasaran.

"Gimana, udah?" kata Linda. Diikuti pertanyaan yang serupa oleh yang lain.

"Hueeee~ " Rina tersedu hampir nangis sambil menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangan, menutupi ekspresi malu.

"Ih, parah kau Lin, sudah kuduga tantangan itu terlalu berat buat Rina," Lita mengejek Linda yang setengah merasa bersalah melihat Rina yang kembali dengan muka memerah hingga telinga.

"Udah, udah, sini Rin, puk puk ama aku," Nene melambaikan tangannya. Rina merebahkan dirinya ke pangkuan Nene, kepalanya ditepuk-tepuk pelan menenangkannya.

"Lain kali kalau yang menang Linda jangan pilih Dare," Cindy memberi nasihat ke yang lain, semuanya mengangguk. Linda memasang wajah, apa salahku?

Malam itu penghuni kos cewek Tante Angelica heboh di kamar Cindy.

================

Aku merasa lelah dan tidak bisa konsentrasi dengan suara ribut-ribut di luar. Kutinggalkan buku tebal yang masih bau buku baru, aku merebahkan diri di ranjang.

Iya, ternyata benar. Bau wangi khas cewek masih tertinggal di sprei ranjangku yang berwarna biru ini. Masih tercium samar-samar aroma yang bukan sama sekali aroma yang biasanya tercium. Baunya manis dan lembut, seperti gulali merah tebal dan empuk, menembus syaraf penciumanku. Aku jadi membayangkan yang lain-lain.

Mataku tiba-tiba terasa berat, aku pun tertidur.

Di saat aku tertidur ada seseorang yang mengintip dari pintu yang masih terbuka sebagian. Dia lalu kembali pergi.

Di dalam tidurku aku merasakan ranjangku bergerak-gerak. Lalu aku terbangun oleh gerakan itu..

Aku membuka mata. Tepat di depan mukaku ada wajah Rina yang sedang berbaring miring di sampingku, wajahnya sangat dekat dengan wajahku. Sangat terlihat jelas detail kulit pipinya yang terlihat halus, bibir merahnya tipis, wangi tubuhnya kini kucium lebih kuat daripada sisa aroma yang tertinggal di ranjang. Aku bisa merasakan hawa panas tubuhnya di dekatku.

Jantungku lagi-lagi berdetak lebih kencang, tapi beda dari sebelumnya, kali ini aku juga bisa merasakan sensasi langsung di indera mata dan kulitku. Mataku terbelalak, jika aku lihat ke bawahku, aku bisa menyaksikan dengan langsung tubuh Rina sejajar dengan tubuhku. Pakaian lace frillnya melemas di atas kasur, lututnya hanya tinggal beberapa senti dari lututku, kulit dadanya yang putih terpampang jelas dengan jarak seperti ini. Pikiranku menjadi blank.

RIna merapatkan bibirnya, lalu melihat ke arah wajahku. Lalu dia sadar kalau aku sudah terjaga, sedang terbelalak memandang wajahnya. Wajah Rina sempat terkejut, tapi setelah itu kita berdua sama-sama saling memandang lama, tak bergerak satu milimeter pun. Malam begitu sunyi seakan tak ada suara sama sekali, seakan volume sedang di-mute. Cahaya lampu di atas kamarku terpantulkan jernih di mata Rina yang hitam, sedang memandangku canggung.

Rina kemudian tersenyum. Senyumannya tidak pernah kulihat semanis itu. Seakan dengan senyumannya yang terlihat tepat di depan mataku yang hanya berjarak beberapa senti itu menyiramkan berjuta-juta liter parfum terwangi ke kebun bunga yang sedang kering sehingga dengan itu semua bunganya kembali mekar seketika. Kupu-kupu yang indah berwarna-warni berdatangan menikmati keindahan bunga indah bermekaran beraneka warna dan harum semerbak. Setelah itu dia tiba-tiba memejamkan matanya pelan. Sepelan siput yang membawa rumahnya menyeberangi pensil. Bibirnya masih tersenyum tipis.

Apa artinya? Apakah dia mau tidur bersamaku? Ci- cium?

Aku memecahkan keheningan, kupaksa diriku mengucap kata. "Kamu... kalah lagi?"

Linda dengan permainan bodoh itu pasti membawa Rina kesini lagi. Truth or Dare.

Di luar dugaan, Rina malah terlihat bingung untuk menjawab pertanyaanku. Bibirnya mengkerut berpikir. Apakah jangan-jangan dia datang atas kemauannya sendiri?

"Iya. Maaf ya, Fin. Aku ganggu terus."

Rina mengangkat tubuhnya dengan menekan tangannya ke kasur. Lima detik memandangiku, setelah itu dia langsung kabur ke luar kamar. Aroma tubuhnya terbawa angin.

========

Di sisa malam itu aku memikirkan apa yang sebenarnya terjadi barusan, berkontemplasi, kejadian apa yang kan terjadi jika aku mengambil tindakan yang lain-lain.

Nosaku: Cowok Penghuni Kos CewekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang