"Ne.... Ne," Lita mengetuk-ngetuk kamar Nene.
Tidak ada jawaban.
Lalu Lita berpindah ke kamar Cindy.
"Cin, Dyyy~!"
Tidak ada jawaban juga. Lita tidak mengetuk kamar Linda dan Rina karena dia hapal di jam segini mereka berdua ada jadwal kuliah.
"Haduuuh, pada kemana ini semua orang, nggak ada semua."
Nggak ada semua? Padahal tidak semua orang keluar. Masih ada aku yang sudah seperti bayangan di mata anak kos sini. Aku sudah selesai mengumpulkan sampah di kamar dan berniat untuk membawanya ke depan. Aku ke luar kamar dengan membawa kantong kresek berisi sampah stereofoam, plastik keripik kentang, dan berbagai makanan camilan sehari-hari.
"Eh, Fin. Kamu tahu Nene atau Cindy di mana?"
"Aku nggak tau," jawabku.
Aku menutup pintu kamarku. Aku turun tangga dan menuju ke depan untuk membuang sampah.
Saat aku naik tangga lagi, Lita masih terlihat kebingungan dan bimbang dengan sesuatu.
"Ada apa, Lita. Kamu sepertinya kebingungan. Butuh sesuatu?"
Lita yang sedang mempertimbangkan sesuatu di dalam kepalanya kemudian mendatangiku.
"Fino, aku mau ngomong sesuatu."
Lita agak malu-malu mendekatiku.
"Em, sebenernya aku... Aku sih sebenernya mau minta tolong ke Nene sih, tapi berhubung dia nggak ada, mungkin kamu mau bersedia membantuku."
Dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
"Sebenernya aku agak malu sih buat ngomong, tapi..... emmm, sebenernya..."
Lita dengan muka tertahan menyodorkan sebuah kotak salep.
"Sebenarnya aku sedang terkena penyakit kulit, herpes, gatal dan perih. Aku mau minta tolong oleskan ini ke lukanya, soalnya lukanya ada di punggungku."
Aku agak syok, "di punggung?!"
"Iya, susah kalau sendiri. Tolong ya"
Agak susah untuk menerima ataupun menolak permintaan ini, dua-duanya pilihan yang susah. Tapi apakah penyakitnya memang separah itu sehingga Lita terpaksa meminta tolong aku, yang seorang cowok? Dengan penuh rasa pengertian, aku mengambil salep dari tangan Lita. Dia lalu mengajakku ke kamarnya.
"Di dalam aja, Fin."
Aku melangkah masuk ke kamar Lita. Tidak ada ornamen yang spesial khas kamar cewek dipajang. Kamarnya cukup rapi dengan beberapa buku yang tertumpuk di atas meja belajarnya.
Lita duduk di atas kasurnya, membelakangiku dan mulai mengangkat kain baju cardigan dan kaos dalam warna putih di bagian bawah punggung. Terlihat olehku kulit putih Lita yang mulus. Aku jadi agak silau melihatnya.
"Di daerah sini, Fin. Agak ke bawah, aku nggak bisa olesin sendiri"
Aku mendekat dan terlihat lebih jelas ruam merah menggaris di punggungnya. Aku membuka tutup salep dan mengambil sedikit dengan jariku. Aku tahu kalau penyakit itu kemungkinan menular, tapi selama kondisi daya tahan tubuhku bagus dan aku langsung cuci tangan setelah ini pasti tidak masalah.
Aku mulai mengoleskannya di atas kulit Lita yang memerah.
Ini baru pertama kali aku menyentuh kulit cewek di rumah ini dengan sengaja.
Ujung jariku hanya merasakan kehalusan kulit cewek walaupun permukaan kulitnya kasar sedang luka.
Tapi ada ruam merah lagi di bagian punggung atas yang sebagian masih tertutup bajunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nosaku: Cowok Penghuni Kos Cewek
General Fiction(13+) Aku menjadi satu-satunya anak kos cowok yang tinggal di rumah kos khusus cewek milik tanteku yang kebetulan berada di kota kampus tempat aku kuliah, sehingga aku menjadi satu-satunya penghuni kos cowok yang tinggal di tempat kos khusus cewek i...