Opera Romansa: Berawal dari Jalan-jalan Ke Taman Ria

195 1 0
                                    

Kami merencanakan untuk jalan-jalan ke taman ria. Taman itu tidak terlalu jauh, hanya satu jam naik bis khusus wisata dari halte dekat rumah kos kami. Ini pertama kalinya aku pergi ke amusement park bersama cewek, lima orang pula. Mereka mengajakku seperti saat mereka dulu mengajak beli bakso. Sungguh tak ambil pusing. Entah karena mereka sudah terbiasa tinggal denganku sehingga mereka menganggapku hanya sebagai teman kos, atau karena nggak enak, atau yang lain entah apa itu alasannya. Ada benarnya juga kata ibuku dulu, aku jadi bodyguard mereka nih.

Hari itu Taman Ria sangat ramai, hari libur yang sungguh cocok untuk pergi ke sini, ditambah diskon promo yang diberikan jika membawa rombongan lebih dari lima orang. Gerbang taman ria menjulang tinggi menyambut ratusan pengunjung berdesakan bergantian masuk dan berfoto ria.

"Ayo kita naik roller coaster dulu," Nene berteriak semangat. Nene dan Lita, keduanya paling semangat, tidak bisa berhenti berlarian seperti anak kecil. Rina sibuk berselfie ria, disusul Cindy, dia menraktir kita semua Chicken Wing, minuman soda, soft ice cream dan sundae. Aku mengiringi Linda yang berjalan tertinggal di belakang.

"Jadi, gimana tinggal di kos cewek? Sudah lumayan terbiasa?" kata Linda dengan suaranya yang menenangkan, syal cokelat tergulung di lehernya tergoyang tertiup angin sepoi.

"Yah, lumayan. Walaupun kadang aku ngerasa nggak enakan sama kalian."

"Soalnya kamu cowok kan," kata Linda. "Aku paham. Janganlah perbedaan kelamin membuatmu nggak enakan sama kita. Kita semua sama aja kok. Nggak ada bedanya."

Nggak ada bedanya gimana woy? Jelas beda. Aku menonjol di bawah dan kalian menonjol di atas.

"Tapi kalo kamu masih ga enakan, coba kamu berubah jadi cewek. Coba sehari aja kamu kita ubah jadi cewek yang feminin." Linda mulai ngelantur.

"Ntar aku pinjemin bajuku, kita siapin make up, jangan lupa wignya, ntar aku bilangin ke yang lain, oke!" Dia langsung menyusul yang lain. Sampai sekarang aku nggak yakin setiap Linda ngomong mana candaan mana serius.

Kami mengantri Jet Coaster. Jumlah manusia di depan kita banyak sekali.

"Waduh, rame beud!" Lita melongo. Tapi dia melihat jumlah manusia di belakang kita lebih banyak, dia menarik kita semua berdiri di barisan antrian. "Ayo cepat!"

Kami berlima terdorong arus manusia yang mengantri. Beberapa orang yang resek tidak sabar mendorong-dorong orang di depannya.

"WOI, JANGAN DORONG-DORONG!" teriak seseorang di antrian. Tapi orang yang resek tidak peduli.

Di depanku Nene yang bertubuh kecil ikut tergencet lautan manusia. Aku berusaha menahan orang di belakangku supaya Nene di depanku tidak ikut terdorong, tapi dorongan manusia yang jumlahnya puluhan di belakangku terlalu kuat. Beberapa kali tubuhku menabrak bagian belakang tubuh Nene, tak terkecuali tonjolan di dalam celana yang mengenai pinggulnya. Aku dorong orang di belakangku sekerasnya ke belakang dengan punggungku, Nene yang juga menyadari ada yang menusuk-nusuk pinggulnya memutar tubuhnya, tapi sesaat kemudian datang hentakan dorongan orang dari belakang. Hampir aku mau jatuh, tubuhku bertabrakan dengan tubuh Nene yang kini menghadapku. Kedua wajah kita hampir beradu. Kurasakan dadanya menempel di dadaku. Aku mengangkat tangan berpegangan supaya tidak terjatuh ke bawah, tapi tidak sengaja terkena dada empuk Lita yang ada di samping Nene. Lita terkejut. Nene masih berlindung di naungan pelukanku. Sekali lagi aku dorong diriku ke belakang dengan tarikan napas yang panjang, lalu dengan cepat menarik Nene dan Lita ke samping, ke tempat yang lebih longgar antriannya. Aku menahan orang di belakang dengan lenganku supaya Lita dan Nene bisa pindah tempat dari situ. Tubuh kita sudah penuh dengan keringat, padahal belum naik atraksi satupun.

"Waduuuh, kacau nih antrian. Loh, Linda, Rina sama Cindy mana, kok nggak kelihatan?" kata Lita.

Kita bertiga mencari keberadaan yang lain di tengah lautan manusia.

"Mungkin mereka sudah pergi duluan sebelum terlibat dorong-dorongan," kata Nene.

Kita bertiga yang sudah sampai di ujung antrian Roller Coaster terpaksa naik tidak bersama mereka. Perjuangan yang berat.

Aku naik bersama Lita dan Nene. Karena tiap baris muat empat orang, Lita di samping Nene, dan aku di sampingnya lagi. Lalu ada orang lain di sebelahku. Coasternya cukup menyeramkan. Nene dan Lita tidak berhenti berteriak sekeras-kerasnya sepanjang track.

"Kemana aja kalian," kata Lita saat mereka bertemu dengan yang lain.

"Kita nggak jadi ikut antri, antriannya barbar," jawab Cindy sambil menikmati soft ice creamnya.

Saat Lita bercerita seru naik Roller coaster dan antrian barbar, Nene memandangku kagum dan tersenyum penuh arti, senyum berterima kasih telah melindunginya... atau senyum saling merasakan tonjolan di tengah keramaian ya?

Nosaku: Cowok Penghuni Kos CewekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang