e n a m b e l a s

1.9K 138 4
                                    

Jenar menatap adiknya yang tersenyum menatap hidangan di depan mereka. Lelaki itu kalah, lebih memilih menuruti keinginan adiknya yang ingin makan seblak dipinggir jalan.

Dengan terpaksa, Jenar ikut memesan seblak berisi telor puyuh sementara Ara memesan seblak ceker. Melihat ceker saja sudah membuat Jenar tak berselera. Bisa-bisanya adiknya makan ceker.

"Mukanya gitu amat!" Ara berkomentar begitu melihat wajah kakaknya yang masih saja ditekuk.

"Disuruh makan makanan Jepang malah milih seblak! Dasar cewek!" Jenar menatap adiknya sinis.

Mencoba mencicipi makanan pedas sejuta umat. Ah, mungkin sejuta kaum hawa yang lebih banyak menyukai seblak. Lidahnya merasakan makanan pedas berkuah yang ternyata memang seenak itu. Jenar mengubah rautnya yang sejak tadi nampak antusias menjadi biasa saja. Gengsi jika sampai adiknya tahu bahwa kini lelaki itu mulai menyukai makanan favorit sejuta manusia bergender perempuan.

"Pasti abang gak nyesel makan disini,"

Jenar melirik adiknya. Berusaha keras untuk tidak menampakkan bahwa dirinya sekarang akan menjadi pecinta seblak garis keras.

"Biasa aja," Jenar berujar santai kemudian menyeruput kuah seblak, lelaki itu tak menyangka bahwa kuah seblak saja bisa seenak ini.

Ara menatapnya kakaknya yang telah menghabiskan satu mangkuk seblak tanpa sisa, bahkan kuahnya pun habis tak tersisa. Gadis itu curiga, jangan-jangan kakaknya beneran suka seblak.

Setelah sepuluh menit duduk sambil mengobrol singkat selagi menunggu perut mereka enakan setelah makan, Jenar membayar kemudian lelaki itu menatap langit yang kini sudah mulai gelap.

Matanya tak sengaja melihat sebuah penjual pop ice. Jenar tertarik, lelaki itu menarik tangan adiknya hingga tiba didepan penjual pop ice.

"Kamu mau apa?" Jenar bertanya menatap adiknya yang sedang memperhatikan berbagai serbuk yang akan dihancurkan bersama es batu di dalam blender.

"Kopi bisa, teh?" Ara bertanya pada teteh penjual pop ice yang diangguki wanita itu.

"Bisa atuh, mau berapa?"

"Satu saja, saya rasa coklat." Jenar berucap membuat wanita itu mengangguk kemudian mulai membuat pesanan mereka.

"Kenapa tiba-tiba pengen pop ice?" Jenar menatap adiknya yang kini menatapnya dengan pandangan menyelidik.

"Pengen aja. Liat alat ini abang jadi penasaran." Jawaban Jenar membuat Ara menatap alat yang ditunjuk kakaknya, ternyata itu adalah alat untuk menutup cup pop ice. Gadis itu mengangguk paham kemudian gadis itu menerima satu cup pop ice yang baru selesai dipasang oleh alat penutup cup itu dengan berbagai gambar kreasi yang menarik.

Jenar membayar begitu pesanannya telah selesai, kemudian keduanya berjalan menuju mobil.

Deringan ponsel membuat lelaki itu tersentak kemudian tersenyum begitu melihat id caller.

"Halo?"

"Hai, kenapa?" Jenar bertanya sambil memasang seat belt.

"Kamu lagi dimana?"

"Aku lagi jalan-jalan sama Ara. Selama di Bandung kita belum pernah jalan bareng."

Terdengar hela napas lega dari sebrang sana,  "syukur deh, take your time. Kalian harus sering jalan bareng biar makin akur, aku gak mau kalian kayak dulu lagi." Rana berujar, "yaudah aku tutup telponnya, bye." Kemudian suara tut menggema diponselnya pertanda telepon telah dimatikan.

"Kak Rana, ya?" Ara bertanya yang diangguki Jenar.

"Kita mau kemana lagi bang?" Tanya Ara membuat Jenar tersenyum menampilkan lesung pipinya.

"Ada pasar malam dekat sini, mau mampir gak?"

Ara mengangguk antusias. Gadis itu sudah lama tidak berpijak di tempat seramai pasar malam.

Setelah memarkirkan mobil, keduanya turun dan segera berjalan menyusuri pasar malam yang diadakan di lapangan tak jauh dari rumah mereka. Ara masih mengenakan seragam sekolahnya yang dibaluti dengan jaket hitam milik kakaknya.

"Abang gak dingin?" Jenar yang sedang memandang kincir angin sontak menoleh pada adiknya.

Lelaki itu menggeleng, "enggak." Jawabnya singkat kemudian berjalan memimpin menuju loket tiket kora-kora.

"Kita naik kora-kora, berani gak?" Jenar menantang adiknya membuat Ara yang memang selalu suka wahana yang memacu adrenalin langsung mengiyakan.

Suasana pasar malam kali ini ramai meskipun tidak seramai malam Minggu. Keduanya bahkan harus mengantri hanya untuk menaiki kora-kora. Teriakan terdengar dari para penumpang wahana kora-kora membuat adrenalin Ara meningkat.

Mereka segera naik begitu penumpang turun kemudian mereka duduk dibangku paling ujung. Awalnya Ara menolak, namun gadis itu jadi tertantang dan akhirnya duduk dibangku ujung.

Kora-kora mulai berjalan, sedikit demi sedikit hingga kemudian jeritan para penumpang lain membuat Ara bahkan Jenarpun ikut berteriak karena merasa wahana yang mereka naiki sungguh memacu adrenalin.

Keduanya tertawa setelah berhadapan. "Teriakan kamu lucu banget," Jenar berujar membuat Ara memukul lengan kakaknya dengan keras kemudian menuruni tangga setelah kora-kora berhenti.

"Bang, mau jagung bakar!" Ara menunjuk ibu-ibu penjual jagung bakar.

Mereka membeli jagung bakar sambil berjalan ke mobil.

"Bang," Jenar menoleh menatap adiknya.

"Makasih buat hari ini." Senyum cerah adiknya mengakhiri hari yang panjang yang mereka lewati bersama.

°°°

a/n : senangnya punya abang kek jenar. Anak sulung+anak semata golek menangis dipojokan😭

 Anak sulung+anak semata golek menangis dipojokan😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nahkan disenyumin ara

"Mau pop ice rasa apa, ra?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mau pop ice rasa apa, ra?"

Virtual Relationship Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang