t i g a p u l u h s e m b i l a n

1.3K 80 6
                                    

Paginya, seperti yang sudah Ara duga. Gadis itu sontak menjadi pusat perhatian seluruh sekolah. Kali ini bukan tatapan memuja yang biasa didapatkan. Kini tatapan sinis yang didapatkannya mampu membuatnya tertunduk.

"Hey, jangan biarkan mahkotamu jatuh, sayang." Ujar Dewa sembari menegakkan dagu gadis tercintanya.

Lelaki itu tersenyum menatap Ara yang sontak membuat gadis itu sedikit lebih percaya diri.

"Aku udah bilang sama Nakula, biar dia jagain kamu. Take care, aku ke kelas dulu, ya." Ujarnya begitu tiba di depan kelas Ara.

Dewa maju satu langkah. Membungkuk sedikit kemudian mengecup kening Ara sedikit lama. Menguatkan gadisnya kemudian memeluknya sebentar sebelum meninggalkan Ara dengan kakaknya.

"Lo udah gak papa?" Nakula bertanya begitu pacar adiknya duduk disampingnya.

Ara mengangguk. "I'm fine." Jawabnya kemudian membuka ponselnya yang sudah lama tidak dia buka.

Puluhan telfon dari sahabatnya yang di Jakarta membuat gadis itu tersenyum. Apalagi kala Elina ternyata meninggalkan beberapa pesan masuk yang baru dibacanya.

Elina : gosip itu gak bener kan, ra?

Elina : GAK MUNGKIN JUGA LAH, LU KAN PUNYA BANYAK DUIT, YAKAN?

Elina : BALES ANJ!

Elina : LO GAK MUNGKIN LUPA KAN KALO MASI PUNYA HP, JING?

Ara tersenyum membacanya. Tipikal Elina sekali yang suka marah-marah lewat chat. Gadis itu kemudian segera bersiap untuk membalas chat sebelum akhirnya seseorang tiba-tiba datang membuat kelas rusuh karena ucapannya.

"Eh, si lonte berangkat sekolah."

Ara memejamkan matanya, berusaha mengatur emosi yang kini meluap dalam dadanya. Gadis itu berusaha tetap tenang sembari mengambil napas kemudian menghembuskannya perlahan.

"Bacot sekali lagi, gue tonjok lo!" Nakula menyahut. Lelaki itu menatap Naufal yang kini tersenyum miring.

"Lonte gitu lo temenin. Jangan-jangan biar lo bisa ngamar juga bareng dia."

Bruk!

Buku paket yang tadinya dipegang oleh Nakula kini melayang mengenai kepala Naufal. Lelaki itu sedikit meringis karena kepalanya terkena bagian buku yang agak keras.

"Gue bilang diem. Tapi mulut lo kayak sampah!" Nakula berdiri. Lelaki bertindik itu berjalan menghampiri Naufal yang kini nampak bergetar.

Luka yang dihasilkan oleh Dewa saja belum sembuh, kalau ditambah dengan hasil karya Nakula bagaimana? Lelaki itu jadi menyesali mulutnya yang selalu asal bicara.

"Nak, udah, Nakula. Biarin aja." Ara menenangkan Nakula yang masih menatap tajam Naufal.

Satu kelas menatap pertengkaran mereka dengan seksama. Tingkat keingintahuan mereka meningkat apalagi saat tahu bahwa gadis yang menjadi trending topik satu sekolah kini berani menginjakkan kaki disekolah lagi.

"Selamat pagi, anak-anak." Seorang guru memasuki kelas membuat keributan terhenti.

"Ada apa ini ribut-ribut?"

Nakula berdecak kemudian duduk kembali. Guru Sosiologi yang bernama Bu Indah itu kemudian berbicara.

"Bisa kita mulai pelajaran?"

"Bisa, Bu." Sahut Marvel, sang ketua kelas.

Kemudian tanpa banyak kata, kelas menjadi hening. Hanya suara seorang guru yang sedang mengabsen muridnya terdengar dipenjuru kelas.

Virtual Relationship Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang