02

33.4K 2.8K 314
                                    

Andrew melangkahkan kaki kecilnya menuju kamar sang kakak. Perlahan, dia membuka pintu kamar itu lalu terpaku sejenak saat melihat ayahnya di sana.

"Kenapa kamu kemari?" ucap Willie menatap Andrew yang berdiri di samping pintu.

Andrew menggeleng dan menatap Aidan yang sudah tidur di ranjangnya. "Tidak! B-bukan untuk apa-apa! Aku kemari untuk mengucapkan selamat ulang tahun untuk kakak."

"Kakakmu sudah tidur! Dia kelelahan setelah berpesta seharian."

Andrew mengangguk. "Baiklah, Ayah! Kalau kakak sudah bangun, sampaikan ucapan selamatku padanya!"

Saat Andrew akan keluar dari kamar itu, Willie menghentikan langkah kakinya.
"Kau sudah membuang sisa-sisa makanan tadi di meja?" tanya Willie.

Andrew terdiam sesaat. Bukankah ia sudah menghabiskan makanan sisa tadi? Dia menelan ludahnya dan menunduk. "A-aku dan bibi sudah membuangnya di tempat sampah!"

"Baiklah! Pergilah dari sini sebelum kakakmu bangun! Dia tidak suka berisik." ucap Willie menyelimuti Aidan yang tengah tertidur lelap.

Andrew menatap lesu wajah ayahnya itu. Dia tidak ingin pergi dari sana karena ia mau menanyakan sesuatu pada ayahnya.
"Ayah ... Apakah kita akan makan malam?"

Willie menggeleng, "Kau sudah gila? Ini sudah jam sembilan! Tidak ada makan malam untuk malam ini!"

Andrew tertunduk ketakutan, "A-aku belum makan seharian, Ayah!"

"Kau lapar? Kalau begitu, ambil kembali sisa-sisa makanan tadi yang kau buang di tempat sampah! Kau makan saja yang itu."

Andrew hanya bisa mengangguk dan tak melawan. Dia memang sudah menghabiskan makanan sisa tadi secara diam-diam dan membohongi ayahnya kalau ia sudah membuangnya ke tempat sampah. Walaupun begitu, tetap saja Andrew masih lapar.

Dia keluar dari kamar itu, dan menangis tanpa suara agar ayahnya tidak tahu. Jika ketahuan menangis, mungkin ayahnya juga tidak akan memberinya makan esok hari.

"Ibu ... Aku menunggumu!"

***

"Aku benci janin ini!"

Isak tangis seorang wanita terdengar dari kamar mandi. Dia memukul-mukul perutnya dan berniat menggugurkan janin yang ada di rahimnya.

"Aku akan kehilangan anakku! Dan kenapa aku juga harus menanggung janin ini?!"

Tunggu! Anak? Janin? Apa yang terjadi?

Bukankah ... Banyak wanita di dunia ini yang menginginkan janin? Janin yang akan menjadi penerus keturunannya?

Semua wanita yang sudah berkeluarga ingin hamil! Lain halnya dengan Adena - wanita yang sudah memiliki suami dan anak laki-laki berusia 3 tahun itu, sedang hamil hampir 3 bulan dan ingin menggugurkan janinnya.

Kalian mungkin tahu masalahnya ... Ya, mungkin saja janin itu adalah hasil dari hubungan haram.

Adena tak tahan lagi. Dia terus menangis karena dia tahu, dia terancam! Dia akan diusir dari rumah keluarganya, dan tentu saja akan kehilangan anak lelakinya yang masih kecil.

Haruskah gara-gara janin 3 bulan itu, dia kehilangan putranya? Lebih baik ia menggugurkannya, pikirnya.

"Willie! Sialan kau!"

***

Tengah malam, Andrew terbangun. Dia keluar karena mendengar suara berisik di dapur. Dia terkejut, saat melihat ayahnya yang berada di dapur itu sedang menggoreng sebutir telur, tetapi gosong.

Ayahnya tak sengaja menjatuhkan wajan dan kekacauan kecil terjadi di dapur.

Andrew menghampiri ayahnya itu. "Ayah!"

"Kamu?" Willie terperanjat.

"Ayah menggoreng telur tengah malam begini?" tanya Andrew.

"Apa yang sedang kau lihat? Tentu saja aku sedang menggoreng telur! Aku lapar!"

Andrew menatap telur gosong itu. "Biar aku yang goreng, Yah. Telur yang ayah goreng gosong."

Willie mengangguk setuju. Dia bergegas menuju meja makan untuk menunggu Andrew menggoreng sebutir telur untuknya.

Beberapa menit kemudian, Andrew datang membawa telur yang selesai ia goreng. Menyajikannya di depan ayahnya, dan segera menuangkan air di gelas ayahnya.

Dia berdiri di samping ayahnya saat ayahnya mulai menyantap telur itu. Dia memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu pada ayahnya.

"Yah ..."

"Mmm?"

"Pesta ulang tahun Kak Aidan kali ini luar biasa! Tahun lalu juga!"

"Lalu?"

"Tahun lalu, ulang tahunku tidak dirayakan. Bolehkah tahun ini ulang tahunku dirayakan?"

Willie meneguk air minumnya. "Jangan bermimpi!"

Andrew tersenyum lebar, "A-aku janji tidak akan bermimpi! Nanti saat aku tidur, aku tidak akan memimpikan apapun! Asalkan ayah mau merayakan ulang tahunku bulan depan!"

Willie menatap Andrew yang polos itu, lalu memberi kode agar Andrew mendekatkan telinganya pada bibir Willie.
Willie berbisik, "tidak akan ada pesta di ulang tahunmu bulan depan!"

"K-kenapa, Ayah? Aku juga mau ..."

"Kenapa? Kau pikir kau siapa? Bukankah dari kemarin aku sudah mengatakannya padamu? Kalau kau itu bukan anakku! Untuk apa aku membuatkan pesta di hari ulang tahunmu? Kau juga tidak perlu memanggilku ayah!"

Andrew menunduk. Sudah kesekian kalinya, pria yang ia anggap ayahnya itu mengatakan hal tersebut padanya. Ia hanya meneteskan air mata tanpa harus menangis.

"Ibu sudah mengatakan kalau kamu adalah ayahku." batin Andrew, "kalau begitu aku juga anakmu!"

Setelah menghabiskan makanannya, Willie pergi meninggalkan Andrew sendirian di ruang makan.

Andrew menangis dan menatap piring kosong yang baru saja ayahnya pakai.
"Ayah bahkan tak menyisakan sedikit untukku."

***

"Kenapa kau membawa anakmu sendiri ke neraka, Adena?"

-

"Aku bahagia akhirnya bisa melepas semua rasa sakit selama ini. Aku hanya tidak ingin menderita!"

***

"Mama! Mama kembali! Lihat, Pa! Mama kembali!"

Seorang anak berusia sebelas tahun seperti masih mengingat wajah ibunya yang sudah meninggalkannya selama delapan tahun. Sesosok wanita yang berdiri di pagar rumah disambut dengan senyuman anak kecil itu.

Wanita itu menangis haru dan berlari menuju anak kecilnya yang kini sudah besar.

"Anakku, mama merindukanmu!" Wanita bernama Adena itu mengusap punggung dan kepala anaknya itu berkali-kali. Dia juga mengecup kepala anaknya.

Sedangkan sang anak menangis dan terus memeluk sang Mama yang sangat ia rindukan.

Kemudian, sesosok laki-laki keluar. Laki-laki itu mengeluarkan seringai kecil dan bertanya, "sudahkah kau melenyapkan anak haram itu?"

Adena terdiam.

"Delapan tahun lebih ... Dan mungkin saja kau sudah sangat sayang pada anak haram itu. Jika anak itu masih hidup, maka kau tak usah kemari!"

"Aku sudah mengurus anak itu!"

"Oh, ya?"

T. B. C.

Anak Haram [TERBIT✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang