27

19K 1.5K 52
                                    

Di malam yang sama, Andrew kembali memilih untuk tidur di teras sebuah toko. Lagi-lagi ia harus menghadapi cuaca dingin seperti kemarin. Andrew merasa dirinya kurang baik-baik saja. Dia memang agak merasa demam kemarin, tetapi sekarang dia sepertinya semakin lemas.

Ditambah cuaca dingin yang membuatnya semakin sulit untuk menghirup udara di sekelilingnya. Andrew benar-benar harus menahan semua rasa menyedihkan itu semalaman.

***

Malam yang sama juga, Adena terlihat gelisah dalam tidurnya. Dia benar-benar tidak tenang sepanjang ia berbaring untuk beristirahat. Itu disebabkan karena ia mengalami mimpi buruk. Mimpi dimana ia melihat sosok Andrew di depannya saat itu.

Dia melihat sosok remaja manis itu dengan sebuah benda berbentuk coklat batangan di tangannya. Sosok remaja yang dimaksud adalah Andrew sendiri. Saat itu, Adena melihat dengan jelas senyuman getir yang terbentuk oleh bibir Andrew.

Andrew kemudian tampak melunturkan senyumannya. Dia sesaat kemudian memakan coklat batangan yang ada di tangannya. Lalu, dia pun menghilang dari pandangan Adena.

Adena benar-benar panik saat anak itu hilang dari pandangannya. Semuanya terasa sepi saat itu. Adena sudah mulai berkeringat dingin saat mencari anak itu.

Kegelisahannya mencapai puncak saat melihat sesosok tubuh yang ditutupi kain putih di sebuah ranjang. Adena bergegas membuka kain itu, dan terkejut saat melihat Andrew dengan wajah pucat. Sepertinya saat itu Andrew sudah tidak bernyawa.

Adena benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia berteriak dan beruntung itu hanya mimpi. Dia terbangun dari tidurnya setelah alarm pagi berbunyi.

Adena menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nafasnya perlahan. Dia benar-benar beruntung itu semua hanyalah mimpi. Kini, ia berusaha melupakan mimpinya barusan ... dan beranjak dari ranjang tidurnya.

***

Pagi harinya yang seharusnya ceria berubah menjadi tegang setelah beberapa polisi datang ke rumah Erik. Adena benar-benar tidak tahu apa yang terjadi, begitu pula dengan Erik yang akan berangkat bekerja.

"Ini kenapa bapak-bapak ingin membawa saya ke kantor polisi?" tanya Erik kebingungan.

Seorang polisi memberikan surat penangkapan pada Erik. Erik benar-benar terkejut saat membaca surat itu, lalu dengan segera salah satu polisi tersebut memborgol kedua tangannya.

Erik menggeleng dan melakukan perlawanan. Dia tidak terima atas apa yang polisi-polisi itu lakukan padanya. Namun, semua perlawanan Erik berhenti setelah sosok laki-laki muncul menghampiri mereka.

Erik agak mengingat wajah laki-laki itu. Sementara Adena berusaha mengenali wajah laki-laki itu. Adena mengingat setiap garis wajahnya dan akhirnya ia tahu laki-laki yang datang itu adalah Willie, masa lalu terburuknya.

"Willie? Kenapa kamu kemari?"

Willie menatap kejam terhadap Erik. "Tidak ada ampunan bagimu, setelah kamu melenyapkan anakku."

Erik menunduk. Dia tak tahu harus bagaimana selain dari pada menyerahkan dirinya untuk dibawa ke kantin polisi.

"A-anak siapa? Maksudmu ... Andrew?" Adena bertanya pada Willie. Willie tidak menjawabnya.

"Katakan! Anak siapa maksudmu? Di mana Andrew? Hah?!" Adena mulai kesal karena salah satu dari antara Willie dan Erik tidak ada yang menjawab.

"Kita pergi sekarang, Pak." pinta Willie pada para polisi tersebut.

Johan yang dari tadi mendengar kegaduhan, langsung pergi keluar untuk mengecek apa yang terjadi. Johan benar-benar terkejut melihat sang ayah dibawa oleh beberapa anggota kepolisian.

"Mama, itu kenapa papa ikut dengan polisi?" tanya Johan dengan ekspresi ketakutan.

Adena tidak menjawab dan ia terdiam. Pikirannya selalu terpikirkan akan Andrew. Apa benar anak yang dilenyapkan oleh Erik adalah Andrew? Jika itu benar, maka Andrew ... sudah tiada? Mungkinkah?

"Mama! Lakukan sesuatu!" Johan memakai sepatunya, lalu mengejar beberapa polisi itu.

"Pah!" Johan berteriak. Erik menoleh ke belakang dan melihat putranya.

Adena benar-benar tidak memedulikan Erik atau siapapun selain Andrew sekarang. Di mana anak itu? Apa benar dia sudah dilenyapkan oleh Erik? Pernyataan di pikirannya sudah agak banyak dan itu membuat dirinya kacau.

"Andrew, di mana dirimu, Nak?" ucap Adena dalam kesendiriannya. Johan sudah pergi, mungkin untuk mengikuti sang ayah ke kantor polisi.

"Kenapa kau membiarkan dirimu dilukai olehnya? Kenapa Erik tega melenyapkan dirimu, padahal dulu aku benar-benar ragu untuk membunuhmu."

"Kamu dimana, Anak Haram!" teriak Adena, sudut matanya mengeluarkan cairan bening. Dia menangis sesenggukan. Dia mungkin sudah menganggap Andrew sebagai anak haram, tetapi sebagai seorang ibu, Adena juga memiliki rasa kasih terhadap anaknya. Setelah beberapa saat menangis, seseorang memecahkan keheningan di sekeliling Adena.

"Ibu mau coklat?" Seseorang tiba-tiba datang. Adena benar-benar terkejut saat melihat Andrew di depannya. Di tangan Andrew ada coklat batangan.

"A-andrew, kamu ...,"

Andrew tersenyum getir. Dia ingin menangis, tetapi tidak bisa. "Ibu ... tolong jangan benci Andrew. Andrew ingin tinggal bersama ibu. Jangan usir Andrew. Andrew bisa mengerjakan segala pekerjaan rumah. Andrew janji akan menjadi anak baik."

Adena terisak. Dia dari tadi hanya menatap Andrew dengan ketidakpercayaannya.

"Ibu, a-aku menyimpan coklat yang ibu berikan delapan tahun lalu padaku. Andrew benar-benar ingin ibu ingat saat pertama kali Andrew dibawa ke rumah ayah. Tolong, Andrew tidak ingin ke sana lagi." Andrew menangis, dan tangannya yang gemetar mengulurkan coklat batangan itu.

Adena tidak peduli tentang coklat yang diulurkan oleh Andrew. Dia langsung memeluk anaknya itu dan kembali menangis. "Andrew, kau masih hidup! Kau benar-benar belum pergi?"

Andrew tidak mengerti apa yang sang ibu katakan, tetapi yang pasti pelukan Adena benar-benar membuat Andrew menangis sesenggukan.

"Ibu! Jangan panggil aku anak haram. Andrew tidak akan menjadi anak yang jahat dan nakal. Andrew tahu Andrew adalah anak yang tidak diinginkan, tetapi jangan panggil Andrew anak haram. Andrew mohon ..." ucapan Andrew benar-benar terdengar memohon. Dia menjatuhkan coklat di tangannya dan ia membalas pelukan hangat ibunya erat-erat.

***

Beberapa saat kemudian, Andrew tiba-tiba merasa lemas, dan ia akhirnya jatuh pingsan dalam pelukan ibunya. Adena benar-benar panik saat mengetahui putranya tidak sadarkan diri. Kegelisahan memenuhi hatinya, setelah tahu suhu badan Andrew yang tinggi.






























T. B. C.

Hai! Sudah mau part ending, lho!
Jangan lupa baca sampai akhir:)
Tekan tombol bintang, dan berkomentarlah! Saya senang jika Anda juga merekomendasikan cerita ini pada teman-teman Anda.

Bye TwT

Anak Haram [TERBIT✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang