Beep!
Mobil berhenti tepat di depan pintu gerbang sekolah. Aidan segera turun dari mobil dan melambaikan tangan ke arah sopirnya.
Aidan memasuki gedung sekolah itu dengan gaya ala anak cool dengan memakai earphone di telinganya. Dia melihat jam tangannya, lalu tersenyum. "Tidak terlambat untuk hari ini ...."
***
Andrew kini sedang merapikan kamarnya. Ya, dia sedang merapikan baju-baju juga tempat tidurnya. Baginya, kamar yang kecil, tetapi rapi adalah yang terbaik.
Andrew memperhatikan bungkus coklat yang dua tahun lamanya ia simpan di balik bantalnya. Tangannya benar-benar gemetar menggenggam coklat itu. Dia merindukan sosok Ibu yang pergi dua tahun lamanya meninggalkan dirinya.
"Apa ibu akan kembali di hari ulang tahunku bulan depan?"
Andrew hanya ingin ibunya kembali. Ibu yang selalu memberinya coklat dan kasih sayang. Dan jika mungkin ibunya tidak akan kembali, Andrew pun menginginkan sedikit kasih sayang dari sang Ayah, Willie.
"Kenapa ayah selalu memarahiku, Ibu? Kenapa dia tidak bersikap lembut terhadapku sekali saja? Aku iri dengan Kak Aidan." Andrew ingin sekali meremas coklat batangan itu.
Kemudian anak itu menatap ke langit-langit kamarnya, "kenapa ayah selalu menyebutku anak haram?"
"Siapa kakakku yang sebenarnya? Kak Aidan atau Johan?"
Banyak pertanyaan terlintas di pikirannya. Namun, dia masih belum menemukan jawaban apa-apa tentang semuanya.
Dia akan menanyakan semuanya saat ibunya kembali ...
Dia akan menunggu sedikit lagi."Andrew! Kemari sebentar!" teriak Bibi dari luar kamar Andrew. "Bibi butuh bantuan di sini!"
"Iya, Bi! Sebentar, ya?"
***
Willie kini berada di kantornya. Dia terlalu fokus pada pekerjaannya, hingga akhirnya pikirannya mulai jenuh dengan aktivitasnya. Dia menatap keluar jendela kantornya ... dan sedetik kemudian matanya menangkap sosok wanita yang berjalan melintasi gedung kantornya.
"Adena?"
Telepon genggam Willie berbunyi, dan segara Willie mengangkat panggilan dari sang istri yang kini berada di luar negeri.
Ya, Willie dan isterinya punya sedikit masalah. Kejadian hampir sepuluh tahun lalu, tentang Willie yang menghamili wanita bernama Adena. Hal itu membuat hubungan Willie dan istrinya sedikit merenggang.
5 tahun setelahnya, sang Istri memutuskan untuk pergi ke luar negeri dan tinggal bersama orang tuanya di sana. Sedangkan Willie di sini, mengurus perusahaan dan juga Aidan, anak mereka satu-satunya.
"Kau sudah melupakan anak haram itu rupanya ...."
Willie menyeringai saat menatap ke arah jendela lagi. Dia melihat sosok Adena bersama dengan suaminya dan anak pertamanya, Johan.
***
"Adena! Den ... anakmu lahir dengan selamat!" seseorang langsung menyampaikan kabar baik itu saat Adena sadar dari pingsannya.
"Linda ... A-apa maksudmu?"
Wanita yang menemani Adena bersalin itu adalah Linda. Dia menggenggam erat tangan Adena. "Kau ingin melihatnya? Anakmu sudah ada di sini! Dia sangat tampan ..."
"T-tampan? Maksudnya ... apa?" Adena berusaha untuk duduk.
Linda membantu sahabatnya itu untuk duduk. Dia tersenyum, "anakmu laki-laki!"
"Hah?!"
***
Malam itu, Aidan mengintip kamar Andrew. Tidak ada yang aneh di kamar itu. Hanya ada Andrew yang sedang tertidur lelap sambil memeluk sesuatu.
Dia masuk ke kamar itu perlahan, kemudian memperbaiki selimut Andrew.
Aidan mencoba mengambil lembaran kertas yang Andrew peluk dan terkejut saat melihat coretan yang indah di kertas itu.Ya ... Andrew menggambar sosok ibu yang iya rindukan selama ini. Lembaran kertas yang penuh coretan tersebut menuangkan semua rasa rindu Andrew pada ibunya. Semua itu cukup membuat Aidan menitikkan air mata.
Dia juga merindukan ibunya. 3 tahun lalu, sang ibu pergi ke luar negeri karena masalah keluarga. Dan Aidan tinggal di sini bersama sang ayah.
Ia keluar dari kamar itu, lalu kembali ke kamarnya. Aidan menatap foto ibunya yang dipajang di dinding kamarnya, lalu tersenyum getir.
"Kapan Ibu pulang?"
***
"Aku akan menamainya Andrew. Dia akan jadi anak yang kuat." ucap Adena menatap wajah bayi kemerahan anaknya.
"Dia bertahan sembilan bulan lamanya. Bahkan disaat aku ingin melenyapkan dia, anak ini masih kuat untuk tetap hidup." lanjutnya.
Linda tersenyum menatap sosok Ibu di hadapannya itu, "dia akan tumbuh menjadi lebih kuat."
'dengan ayah atau tanpa ayah, dengan ibu atau tanpa ibu ... dia akan tetap kuat.'
***
Hari ini, Andrew sedang membersihkan kamar mandi. Dia menyikat lantai dengan sangat bersemangat. Terkadang, dia bernyanyi meski tak sepenuhnya ia tahu liriknya.
Nyanyian itu berakhir saat Andrew melihat Aidan di pintu kamar mandi. Sepertinya, sang Kakak sudah memperhatikannya dari tadi. Ah, benar-benar memalukan bagi Andrew.
"Mau dibantu?" tanya Aidan.
Andrew langsung menggeleng. "Tidak usah ... ini sudah hampir selesai. Tetapi, kakak bisa membantuku dengan memutar musik."
Aidan mengangguk dan mengeluarkan ponsel genggamnya. Dia memutar musik dan meletakkan kembali ponsel itu di sakunya.
Andrew yang mendengar alunan musik, langsung menggerakkan tubuh dan kepalanya seirama dengan musik. Dia ikut bernyanyi, dan terkadang menjadikan ganggang sikat WC sebagai mikrofon. Keduanya bersenang-senang setelah mendengar beberapa musik yang kian berganti. Aidan tersenyum semanis mungkin di hadapan Andrew saat itu. Senyuman manis, yang menyamarkan hidupnya yang pahit.
Aidan ingin sekali memberitahu tentangnya pada Andrew. Tetapi, Aidan sendiri sadar kalau Andrew punya lebih banyak masalah daripada dirinya. Itu membuatnya menutup mulut dan tak ingin menyusahkan sang adik.
Musik berhenti saat Willie tiba-tiba datang dan mengambil ponsel Aidan. Aidan terkejut melihat kedatangan ayahnya.
"Ayah?"
"Kenapa kalian bermain-main di sini?"
Aidan menggeleng. "Tidak, tidak. Kami hanya bernyanyi sambil membersihkan kamar mandi."
"Membersihkan kamar mandi bukan tugasmu!" Willie menatap Aidan cukup tajam, sedangkan Aidan sudah menunduk.
"Masuk ke kamarmu, dan lanjutkan belajarnya!"
Tanpa menjawab, Aidan segera pergi ke kamarnya. Sedangkan Andrew, dia mulai melanjutkan pekerjaannya dengan tangan gemetar. Semoga Willie tak marah padanya.
"Lanjutkan pekerjaanmu! Jangan main-main!" Tegas Willie. Andrew hanya mengangguk sambil menyiram lantai dengan air.
***
"Ngomong-ngomong, aku kemarin menemukan ini saat ke kamarmu. Kemarin kau memeluk ini saat tidur."
Aidan memberi kertas semalam pada Andrew. Terlihat kertas itu sudah diberi bingkai. Andrew segera mengambilnya.
"Wah, tadi pagi aku terus mencarinya."
"Aku sudah membingkainya. Sepertinya, itu kertas yang penting buatmu."
Andrew mengangguk, "sangat penting!"
"Dan, gambarnya cantik. Sepertinya ibumu cantik, ya?" puji Aidan. Andrew tersenyum dan membalasnya, "ya ... ibu memang sangat cantik."
T. B. C.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Haram [TERBIT✓]
General Fiction"Apa itu anak haram?" *** Beberapa part dihapus untuk kepentingan penerbitan! Highest ranking: #1 - pelukan (01/08/2021) #1 - coklat (09/08/2021) #18 - ibu (13/09/2021) #12 - ayah (17/09/2021) #5 - sad (23/09/2021) #8 - remaja (25/09/2021) #1 - seny...