Extra Part: Alunan Piano

2.9K 154 5
                                    

Malam hari setelah pemakaman Andrew, terlihat Johan yang setia duduk di samping ibunya, Adena. Malam yang dingin itu, Adena memutuskan untuk berdiam diri di teras rumah. Ia masih belum menerima kenyataan bahwa anaknya, Andrew, telah pergi selamanya dari dirinya. Dia menatap langit dengan mata berkaca-kaca.

"Mama! Ayo, kita masuk ke dalam!" Begitulah Johan yang selalu membujuk ibunya masuk ke dalam rumah. Akan tetapi, Adena terus menolak ajakan tersebut.

"Ibu dulu ingin menghabisimu, tetapi saat ini ibu tak bisa menerima kenyataan bahwa kau meninggalkan ibu."

"Semua yang terjadi adalah karena kesalahanku!" Adena menangis sesenggukan.

"Aku benar-benar ingin menebus semuanya, tetapi itu belum cukup! Harusnya aku dihukum! Harusnya akulah yang harus mati, bukan kamu, Anakku!"

Johan hanya diam mendengar kata-kata yang selalu diucapkan ibunya sedari tadi. Kata maaf, dan penyesalan, semuanya itu sudah berulang kali diucapkan Adena.

Setelah beberapa lama, akhirnya Johan memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Ia menuju kamarnya, lalu menatap piano miliknya.

Ia ingin bermain piano malam itu. Ia ingin mengeluarkan semua emosi sedihnya melalui piano tersebut. Ia duduk, lalu bersiap untuk menekan tuts piano.

Sebelum memainkannya, Johan menatap piala yang ia raih setelah lomba kemarin. Ia juga menatap beberapa gambar yang dibuatkan Andrew sebelumnya untuknya. Wajah Johan digambar dengan sangat baik oleh Andrew. Juga, ada gambar wajah Aidan yang sebelumnya adalah kakak Andrew juga. Perlahan, ia menekan tuts piano tersebut sekaligus mengingat pelan-pelan wajah Andrew, adiknya itu.


***

ALUNAN DARI SEBUAH PIANO

Namaku Johan. Hari ini adalah hari pemakaman adikku, Andrew. Aku tidak tahu kenapa aku bisa sesedih ini saat ia pergi, aku tidak tahu kenapa!

Akulah Johan, seorang yang paling egois di dunia ini. Seorang kakak yang tidak bisa menerima adik kandungnya sendiri. Seorang anak yang tidak mempedulikan perasaan ibunya. Seorang anak yang telah menjerumuskan ayahnya ke dalam penjara. Sungguh, sangat egois!

Sebelumnya, Andrew adalah seseorang yang benar-benar aku benci, karena dialah yang mungkin telah menghancurkan kehidupan keluargaku. Aku benar-benar tidak bisa menerima orang sepertinya, tetapi ...

Tetapi perlahan aku menerimanya! Aku semakin menghilangkan perasaan benciku padanya ketika setiap kali ku melihat senyumannya. Dia adalah anak yang begitu tulus, dan aku baru menyadari itu.

Saat aku masih kecil, saat umurku masih tiga tahun, ibu mengandung adikku. Aku sangat senang karena akan mendapatkan seorang adik. Tiap malam, ketika ibu ke kamarku, aku selalu mengelus perut buncitnya. Begitulah cerita ibuku padaku.

Namun, rasa senang tersebut berubah seketika. Aku tidak tahu kenapa, kenapa ayah dan ibu bertengkar hanya gara-gara bayi dalam perut ibu? Aku sering melihat ibuku menangis setiap kali bertengkar dengan ayah.

Akhirnya, ibuku pergi dari rumah. Ibuku yang merupakan bagian dari kehidupanku, telah diusir oleh ayahku. Aku terus bertanya-tanya pada ayahku, tetapi ayahku tak menjawab satupun.

Aku sangat bingung dengan kepergian mendadak ibuku dari rumah. Ia pergi bersama bayi yang dikandungnya. Ingin sekali aku pergi bersama ibu, tetapi ayah tidak mengijinkan aku bertemu ibuku.

Ketika ibu melahirkan, ia datang kembali ke rumah sambil menggendong sesosok bayi kecil. Aku hanya bisa melihatnya dari jendela, karena ayahku tak mengijinkan ibuku masuk. Saat melihatnya dari jendela, aku menangis. Aku mau memeluknya setelah penantian selama beberapa minggu. Ibuku akhirnya pergi lagi, sekali lagi bersama bayi yang dulunya ku anggap akan menjadi adikku.

Anak Haram [TERBIT✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang