30 : End

35.5K 1.9K 136
                                    

Bumi, 12 November 2021

Williem menangis di sini, sedangkan Olivia berusaha menenangkannya. Olivia juga walau sehabis menangis, dia masih bisa mengontrol dirinya. Lain halnya dengan si Willie.

Penyesalan memang selalu datang terlambat. Seharusnya dia tidak mendoakan hal buruk pada Andrew di hari ulang tahun Andrew. Seharusnya dia sebagai seorang ayah mendoakan yang terbaik untuk anaknya. Seharusnya ini semua ini tidak terjadi. Willie ingat betul apa yang ia ucapkan pada Andrew di hari ulang tahun Andrew. Semua kata-kata buruk itu ... semua telah menjadi kenyataan.

Willie terus menangisi makam Andrew. Tak terasa, Andrew sudah menemani hidupnya lebih dari delapan tahun. Dan semua yang mengingatkan apa yang Willie pernah lakukan pada Andrew, membuat Willie kembali menyesali semua hal yang terjadi.

Kini dia hanya bisa melakukan penyesalan seumur hidupnya. Dia kehilangan kedua putranya dalam waktu yang sangat cepat. Olivia juga merasakan hal yang sama dengannya, tetapi yang lebih menderita sekarang adalah Adena.

Adena juga benar-benar tidak bisa mengontrol dirinya. Dia bahkan meneriaki nama Andrew berkali-kali. Namun, Johan menenangkan mamanya, dia memeluknya.

"Mama jangan menangis ..."

"Mama benar-benar tak bisa, Johan. Mama baru saja bertekad untuk menjaga anak itu seumur hidup mama, tetapi ia malah pergi sangat cepat." Adena menangis sesenggukan di pelukan putranya itu. Ya, kini ia hanya memiliki satu putra lagi, yakni Johan.

"Kenapa takdir melakukan ini, hah? Saat mama dulu ingin membunuh Andrew saat Andrew masih di kandungan, takdir serasa ingin melindunginya. Sedangkan, sekarang? Saat mama ingin menjaga adikmu itu untuk menembus kesalahan mama, Andrew malah pergi!" lanjut Adena. Ekspresi penyesalan di wajahnya benar-benar sangat tergambarkan saat itu.

Johan saat itu hanya bisa terus memeluk ibunya. Dia juga sangat sedih sekarang, tetapi ia harus menyembunyikan kesedihannya agar ia punya kekuatan untuk menghibur mamanya.

***

Flashback : Sehari yang lalu ...

Ini adalah hari, di mana Johan akan mengikuti lomba piano. Adena dan Andrew ikut bersama Johan untuk menyemangati Johan di sana.

"Kakak pasti akan menang." ucap Andrew dengan semangat. Dia melihat sekelilingnya dari luar jendela mobil.
"Lagi pula, kakak memainkan piano dengan sangat baik." lanjut Andrew.

Adena mengangguk. "Andrew benar. Mama yakin kau pasti akan menang. Latihanmu selama ini tidak akan sia-sia, Sayang!"

Johan hanya mengangguk tanda mengaminkan. Dia sedari tadi dia dan fokus menyetir mobil.

"Kita bisa berhenti untuk membeli minuman, kan, ibu?" tanya Andrew.

Adena menggeleng. "Nanti saja. Soalnya waktu sudah mau menunjukkan pukul sembilan. Takutnya, nanti Kak Johan terlambat."

"Ah, baiklah."

Johan, Adena, dan Andrew akhirnya tiba di aula perlombaan. Andrew benar-benar takjub dengan ruangan sebesar itu. Ini pertama kalinya, ia melihat keramaian di ruangan sebesar itu.

Johan melemaskan jari-jarinya, menunggu gilirannya tampil. Dia urutan ketiga saat itu. Sementara Andrew yang mulai jenuh dengan keadaan meminta ibunya untuk membelikan air minum.

Lalu, Andrew pergi dari sana dengan senyuman untuk menyemangati kakaknya. Senyuman itu membuat Johan agak sedikit gugup dan ia kehilangan kontrol akan detak jantungnya. Dia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya.

Andrew menuju toko kecil di seberang gedung besar itu. Dia melihat ada seorang badut di sana yang sedang menghibur anak yang terus menangis di pelukan ibunya.

"Kau tidak boleh menangis terus di hari ulang tahunmu, lho." ucap ibu itu pada anaknya.

Andrew tersenyum saat itu. Semua kata-kata ibu itu mengingatkan dia pada dirinya yang selalu menangis di ulang tahunnya. Dia mengingat betul setiap doa buruk Willie padanya, dan itu membuat Andrew kembali menitikkan air mata.

Karena tidak terlalu fokus berjalan dan tidak terlalu paham tentang peraturan lalu lintas, Andrew terus berjalan untuk menyebrang. Hingga ia dengan cepat ditabrak oleh sebuah mobil. Andrew terlempar beberapa meter dari sana.

Saat sudah beberapa menit berlalu, seseorang tiba-tiba memberi kabar pada Adena saat itu. Kabar buruk itu adalah mengenai kecelakaan Andrew. Johan tiba-tiba gemetar, karena ia mendapat kabar itu di saat ia sudah dipanggil untuk maju ke atas panggung pertunjukan.

Di saat kebingungan memilih untuk melihat kondisi Andrew, atau naik di atas panggung, Johan akhirnya memilih untuk melanjutkan perlombaan. Sedangkan Adena sudah buru-buru keluar untuk melihat kondisi putranya. Sekarang Adena benar-benar khawatir dan sangat panik.

Sementara itu, Johan duduk dan mulai menatap tuts piano di depannya. Dia mulai menekan tuts itu dan kemudian terpikirkan akan Andrew.

Ia terus menekan tuts itu di luar kendali pikirannya, sementara pikirannya hanya memikirkan tentang kondisi adiknya sekarang. Seharusnya ia tidak memilih untuk melanjutkan perlombaan ini. Sekarang, ia sendiri benar-benar tidak bisa tenang memainkan piano dan menikmati setiap alunan nadanya.

Johan mendapat peringkat ketiga setelah diumumkan di akhir acara. Menurut penilaian juri, permainan piano Johan sangat bagus dan hanya saja Johan tidak terlalu konsentrasi untuk menikmatinya.

Johan tidak terlalu peduli. Ia langsung ke rumah sakit setelahnya. Namun, semuanya terlambat. Ia benar-benar terkejut saat tahu Andrew sudah tiada. Sementara di sana ada Adena yang sedang menangisi kepergian Andrew, juga dua orang lain di sana yang sedang menangis juga. Ya, kedua orang itu adalah Willie dan Olivia. Johan menjatuhkan pialanya, dan perlahan mendekati satu-satunya adik yang ia miliki sekarang. Sang adik sudah tidak bernyawa.

***

Sementara itu, Andrew merasa ia berada di tempat sepi. Dia benar-benar kebingungan saat ini. Ia dimana sekarang? Akhirnya, seseorang datang dan tersenyum padanya. Andrew mengenalnya. Itu adalah kakaknya, Aidan.

"Ikutlah bersama kakak." ucap Aidan dengan senyuman manis yang masih melekat di wajahnya.

Andrew membutuhkan waktu beberapa saat untuk mencerna kalimat kakaknya, ia akhirnya tersadar kalau ia sudah tiada. Ia menatap kakaknya dengan senyuman kecil.

"Hei, Kak. Menurutmu kenapa takdir hanya memberikan kebahagiaan singkat untukku?"

"Tidak. Takdir sudah memberikan kebahagiaan terbaik untukmu. Sekarang ikutlah bersama kakak, dan kau akan kehilangan semua penderitaanmu." Lagi-lagi Aidan tersenyum.

Andrew mengangguk dengan cepat, lalu mendekati sang kakak untuk mengikutinya. Mereka pun akhirnya berdua hilang di antara cahaya yang mengelilingi mereka berdua. Sekarang kebahagiaan sejati itu sudah ada di depan mata.

Selamat jalan, anak yang kuat!

Jangan pernah tanyakan tentang apa itu anak haram pada dunia. Namun, tanyakan sekali lagi pada dunia sampai kapan anak harus menanggung semua kesalahan orang tuanya.

-Anak Haram-

TAMAT


Anak Haram [TERBIT✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang