07

17.4K 1.8K 33
                                    

Dua bulan kemudian, ulang tahun Andrew pun tiba. Ini adalah ulang tahunnya yang ke-10. Andrew benar-benar bahagia saat ini dan dia berharap, akan mendapatkan hadiah dari sang Ayah.

Dia keluar dari kamarnya dan mulai mengerjakan tugas-tugasnya dengan penuh semangat. Bibi terus memperhatikannya yang terlihat sangat bahagia hari ini.

"Andrew? Ada apa denganmu? Apa ada sesuatu yang menyenangkan hari ini?"

Andrew mengangguk, "ya!"

"Kenapa kau terlihat sangat bersemangat hari ini?" Bibi mengusap kepala anak itu pelan lalu kembali mengiris bawang.

"Itu rahasia ...."

"Ayolah, apa bibi tidak boleh tahu tentang itu?"

Andrew menggeleng, "nanti Andrew beritahu!"

***

Andrew membuka pintu kamar kakaknya, tetapi kakaknya tidak ada di sana. Oh, tentu saja ... kakaknya berangkat pagi-pagi sekali tadi. Andrew kemudian menuju kamar ayahnya, Willie.

Willie melihat Andrew berdiri di depan kamarnya. Anak itu tersenyum lebar di hadapannya.

"Kenapa kau kemari? Siapkan sepatu dan kaos kaki-ku, sana!"

Andrew mengangguk. "Baiklah ... Andrew akan melakukannya. Ngomong-ngomong, Andrew ingin mengatakan sesuatu."

"Aku tak punya waktu bicara dengan anak sepertimu!" Willie mengambil tas kerjanya lalu menuju pintu kamar.

"Ayah tahu ini hari apa?"

Willie menarik nafas dalam-dalam. "Kau menghalangi jalanku!"

***

Pagi hari yang seharusnya cerah bagi Andrew berubah menjadi suram. Ayahnya tak mengingat kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya. Bahkan saat ia ingin membicarakan tentang ulang tahunnya, Andrew malah dibentak oleh ayahnya.

Dia hanya bisa kembali ke dapur dan menyelesaikan tugasnya. Sementara bibi yang melihat perubahan raut wajah Andrew  langsung memeluknya.

"Kenapa kau tiba-tiba sedih seperti ini?"

"Oh, ya? Apakah bibi bisa tahu rahasia yang tadi?"

Andrew tersenyum getir, "hari ini Andrew berulang tahun."

Setelah itu, Andrew menangis di pelukan sang bibi. Dia bercerita, bahwa ayahnya membentaknya di hari ulang tahunnya. Bibi merasa sangat kasihan pada Andrew, yang setiap saat harus menangis karena perlakuan kasar sang tuan rumah tersebut.

***

Setelah dihibur oleh bibi, muka Andrew seketika berubah menjadi ceria. Dia berpikir positif, dan berharap mungkin saja ayahnya akan menyiapkan kejutan saat ia pulang dari kantor.

Hari sudah sore, biasanya siang hari Aidan akan pulang sekolah. Namun, sampai saat ini Aidan belum pulang. Membuat bibi khawatir dan menelpon sopir mobil Aidan.

Sementara Andrew diam di kamarnya, memandangi coklat pemberian ibunya dua tahun yang lalu dengan sebuah senyuman di wajahnya. Dia kemudian mendengar pintu rumah diketuk, lalu berlari untuk membukakan pintu karena ia berpikir bahwa yang datang adalah ayahnya.

Ya, benar saja, Willie ternyata sudah pulang dari tempat kerjanya. Sekarang, Andrew menghalangi jalan Willie untuk menuju kamar.

"Ayah ..."

"Dimana Aidan?" tanya Willie tiba-tiba.

Andrew menggeleng. "Aku tidak tahu. Dia belum pulang. Bibi sudah keluar mencarinya."

Willie menatap ke luar jendela, langit mendung pertanda hujan akan turun. Dia mencemaskan putranya itu. "Ah, apa dia pergi bermain ke rumah temannya?"

Andrew tersenyum. "Ayah tahu ini hari apa?"

Willie menatap Andrew. "Untuk apa kau menanyakan hal itu padaku? Apakah matamu buta dan tak bisa melihat ke kalender?"

Andrew menggeleng, dia berucap, "maksudku, ayah tahu kalau ini adalah hari yang spesial?"

Keduanya diam sesaat. Willie terus memperhatikan Andrew.

"Apa ayah menyiapkan kejutan untuk Andrew? Ayah tahu, ini adalah hari yang spesial bagi Andrew."

"Aku tidak punya banyak waktu untuk membahas hari spesial, atau hari kiamat denganmu. Pergi dari sini, sebelum aku membuatmu berada di neraka." Willie mengambil ponselnya dan menelpon Aidan.

"Ayah pasti menyiapkan hadiah, kan?" tanya Andrew.

"Tidak ada hadiah apapun untuk anak haram sepertimu!" bentak Willie. Dia membanting handphonenya karena Aidan tak mengangkat panggilan darinya.

Seperti sebuah kebetulan, saat itu suara petir terdengar. Hujan turun membasahi seluruh kota saat itu. Suasana hujan menggambarkan hati Andrew yang sedih.

Andrew menuju kamarnya dengan muka yang kehilangan senyuman. Dia menutup pintu kamarnya dan menangis di sana.

***

Apa itu anak haram?

***

Jam tujuh malam lewat, kini Bibi pulang dan langsung dihampiri oleh Willie.

"Dimana Aidan?" tanya Willie.

Bibi melipat payungnya dan menatap Willie. "Saya sudah mencarinya di rumah temannya, Tuan. Namun, sepertinya teman-temannya tidak tahu di mana Aidan berada."

Willie menatap keluar. Hari sudah sangat malam, dan di luar hujan lebat.

"Astaga. Di mana anak itu?"

Prang!!!

Suara berisik terdengar. Willie dan Bibi menuju ke arah dapur yang merupakan sumber suara itu. Ternyata, Andrew yang membuat suara berisik tersebut. Dia menjatuhkan beberapa peralatan makan, sehingga beberapa di antaranya pecah.

Dan sepertinya, Andrew sengaja memecahkan semua barang-barang itu. Hal itu membuat Willie marah.

"Apa yang kau lakukan? Hah?!" Willie mendekat dan menarik anak itu.

"Ayah jahat! Ayah jahat!" teriak Andrew. Dia menjatuhkan satu piring lagi dan membuatnya pecah di lantai.

Willie menatap kekacauan di lantai dengan penuh amarah. "Kau berani melawan saya, ya?"

"Ayah melupakan hari ulang tahunku! Andrew sudah mengharapkan hadiah ulang tahun dari ayah, tetapi ayah melupakannya! Ayah hanya memikirkan tentang Kak Aidan. Kak Aidan, Kak Aidan, dan Kak Aidan!"

Willie mengeluarkan seringai kecil, lalu menarik anak itu menuju kamar mandi.

Dia menenggelamkan kepala anak itu ke dalam bak mandi, dan berteriak dengan penuh amarah. "Sudah berapa kali aku harus mengatakan ini padamu! Aku bukan ayahmu! Kau sudah keterlaluan merusak barang-barang di rumah ini yang belum tentu setara dengan harga dirimu! Kau harus ingat, kau hanya sosok anak haram. Tidak lebih dari itu."

Andrew sesak dan menangis setelah ayahnya mengangkat kepalanya dari bak itu. Dia terduduk di lantai, sementara Willie menyiram air dengan kasar saat itu.

"Jangan pernah kau menyamakan dirimu dengan Aidan."

"Anak haram itu apa?" Pertanyaan kecil itu muncul di tengah tangis Andrew.

Willie keluar dari kamar mandi dan menjawab, "lebih baik kau mati saja dari pada kau harus menanyakan artinya."

To be continued.

Anak Haram [TERBIT✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang