Di saat Andrew tengah meratapi nasibnya, ia tiba-tiba terpikirkan akan perkataan sang ibu sebelumnya. Sebuah perkataan yang mungkin akan kembali memulihkan kehidupannya.
"... Mulailah hidupmu sendiri sekarang, Andrew ..."
Andrew berpikir sesaat. Ia kemudian mengambil keputusan yang baru. Keputusan di mana ia tidak akan kembali lagi ke rumah sang ibu maupun ayahnya, tetapi ia akan pergi menjauh dan mencari kebahagiaan.
Andrew sadar bahwa dia sudah tumbuh dewasa. Dia tahu, mungkin sudah saatnya dia melepaskan diri dari kata 'orang tua' dan memulai hidup baru.
Dia lalu tersenyum untuk memulai hidup barunya. Andrew menghapus air matanya, dan menatap langit. Ia berteriak dan menantang takdir! Dia akan mencari kebahagiaan itu dengan caranya, bukan terus menunggu kebahagiaan itu karena takdir.
"Aku bisa melakukannya. Kata ibu, aku adalah anak yang kuat. Dan aku akan mendapatkan kembali apa yang telah hilang dalam hidupku." Andrew meraih tasnya. Dia berdiri dan mulai melangkah maju.
Tak lama kemudian, langkahnya yang penuh semangat itu terhenti. Dia melupakan sesuatu sebelum ia pergi dari kota ini. Ia menatap baju kaos yang ia kenakan, dan teringat akan kakaknya.
Tidak! Ia tidak mungkin pergi sebelum mengucapkan terima kasih kepada sang kakak. Ia harus kembali ke rumah Willie untuk menemui kakaknya.
Dia berbalik arah dan berlari pulang ke rumah. Mungkin rumahnya agak jauh, tetapi ia pasti akan sampai dalam waktu dekat dengan berlari.
Andrew juga sama sekali tidak menyadari kalau ada orang yang membututi dirinya. Sebuah mobil pelan-pelan mengikuti kemana Andrew pergi. Andrew tidak tahu apa-apa tentang itu, dan ia tidak terlalu mempedulikan mobil yang sedang mengikutinya.
***
Sementara itu, Aidan sedang menyantap masakan buatan sang ibu. Masakannya enak dan sangat menggiurkan. Namun, eskpresi muka terlihat Aidan biasa saja. Dia menatap kosong makanan yang ada di depannya. Dia mengunyah makanan itu dengan ekspresi datar.
Olivia yang merasa ada yang salah dengan putranya, langsung menanyakan sesuatu pada Aidan.
"Bagaimana, Sayang? Apa makanannya enak? Kenapa kau diam saja? Tidak enak, ya?"
Aidan menggeleng, dia tidak menjawab.
"Oh ... tidak enak, ya? Ibu memasak makanan yang tidak biasa kamu makan, makanya rasanya agak aneh. Lain kali, akan ibu buatkan makanan kesukaanmu. Ngomong-ngomong, kamu suka makan apa?"
Willie hanya menyimak perbincangan kedua ibu dan anak itu. Dia sepertinya sedang menikmati lezatnya masakan Olivia, istrinya.
Aidan sadar dari lamunannya dan langsung menoleh ke arah sang ibu. Dia menggeleng sekali lagi. "T-tidak! Masakan ibu sangat enak. Hanya saja tadi Aidan tidak terlalu menyimak pertanyaan ibu."
"Apa kau sedang memikirkan sesuatu?" tanya Olivia disertai senyuman manis yang menghangatkan.
Aidan mengangguk. "Ya. Aidan memang sedang memikirkan sesuatu, dan itu benar-benar menggangu pikiran Aidan."
"Apa yang mengganggu pikiranmu, Sayang?"
Aidan menatap piringnya lalu berucap, "ini tentang anak haram dan adikku."
Olivia kebingungan. Dia menatap ke arah Willie, tetapi Willie tidak memberi kode apa-apa padanya. "Anak haram?"
"Anak yang ayah usir tadi ... apa ibu sudah melihatnya?"
Olivia dengan cepat mengangguk. "Ah, dia! Tentu saja ibu sudah melihatnya. Dia anak yang manis."
"Dia adalah adikku! Dan aku tidak ingin ibu menyebutnya sebagai anak haram, apalagi membuatnya menangis." ujar Aidan.
"Jika anak itu kembali, tolong ibu bersikap baik padanya. Dia sangat membutuhkan kasih sayang selama ini, tetapi ayah malah selalu menyakiti perasaannya." lanjutnya.
Olivia hanya bisa diam mendengar setiap kata yang keluar dari mulut putranya itu.
"Tolong, ibu jangan membuatnya menangis. Dia sudah cukup menangis akibat perlakuanku dan juga ayah padanya." Aidan menggenggam erat garpu di tangannya. "Aku akan mencari adikku itu dan meminta maaf kepadanya."
Willie hanya menyimak sedari tadi. Dia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun saat itu. Dia melihat Olivia yang merangkul Aidan dengan senyuman yang tidak pernah pudar di wajahnya.
"Iya, Sayang. Ibu tidak akan membuatnya menangis."
"Kalau begitu, berarti ibu tidak akan membencinya, kan? Dia mungkin bukan anak kandung ibu, tetapi ..." Aidan tak bisa melanjutkan kata-katanya.
"Ibu akan menyayanginya, walau dia bukan anak kandung ibu. Ibu akan melakukannya untukmu, ibu janji!" jawab Olivia yang membuat Aidan tersenyum.
"Terima kasih sudah ingin menyayanginya, Ibu!"
***
Tok! Tok!
Suara ketukan pintu terdengar. Ketiganya saling menatap satu sama lain. Hingga akhirnya, Aidan memutuskan untuk membuka pintu bagi orang yang berada di luar.
Aidan terkejut bercampur senang, melihat orang yang berada di depannya sekarang adalah adiknya sendiri, Andrew.
Andrew menatap kakaknya dengan mata berkaca-kaca. "K-kakak ..."
"Hei, Adik!" Aidan langsung memeluk Andrew dengan sangat erat. Dia menangis dan mengusap kepala adiknya itu.
"Kakak minta maaf sudah berkata kasar dan juga membentakmu tadi! Kakak sengaja melakukannya! Kakak minta maaf, sungguh. Kau kemana saja tadi? Hah?"
Andrew juga menangis sesenggukan di pelukan sang kakak. "A-andrew memang tidak berguna! Kakak ... kakak benar soal anak haram dan juga pernyataan bahwa diriku hanya membawa hal buruk bagi yang lain. Andrew minta maaf untuk itu! Kakak pasti sangat marah padaku ..."
Aidan semakin erat memeluk sang adik. Dia menggeleng. "Kau salah! Kakak mengatakan itu karena kakak sengaja. Dengarlah, tidak ada anak haram!" Aidan kemudian memegang kedua pipi adiknya itu. "Kakak mengatakan itu padamu karena kakak sengaja ingin kau membenci kakak! Besok kakak akan pergi, dan kakak ingin kau bisa melupakan kakak yang selalu melindungimu. Kau bisa hidup sendiri tanpa kakak, ya, kan? Jadi, kakak minta maaf untuk semua kata-kata kasar tadi."
Andrew mengangguk. "Aku bisa hidup sendiri. Kakak tidak perlu memikirkan tentang kehidupanku. Kakak hanya perlu fokus di sekolah, dan menikmati kebahagiaan bersama ibu kakak di luar sana. Andrew akan segera pergi, kok."
Aidan menggeleng tidak setuju dengan semua perkataan Andrew. "Tidak! Kakak akan tetap di sini bersamamu. Kita akan bersama selalu. Kau tidak boleh pergi kemana-mana!"
"Tapi ayah mengusirku!" Andrew menaikkan nada suaranya, dan menangis. Aidan hanya bisa memegang erat tangan sang adik untuk membuatnya berhenti menangis.
"Ibu dan kakak ada di sini membantumu. Ayah tidak akan mengusirmu lagi, atau pun aku menyakitimu. Tetaplah di sini bersama kakak. Kakak minta maaf sudah membuat hatimu sakit. Sungguh, kakak adalah orang terbodoh di dunia karena sudah mengatakan hal-hal kasar tadi."
"Ngomong-ngomong ... sekarang kau ulang tahun, kan? Kalau begitu, selamat ulang tahun untukmu, Adik."
Andrew menatap wajah sang kakak dengan senyuman lebar. Dia kembali memeluk kakaknya. "Terima kasih sudah terus menjadi malaikat bagi Andrew, Kak!"
"Andrew tidak akan pernah membenci kakak, karena kakak-lah satu-satunya kekuatan Andrew." lanjut anak itu. Semua beban yang ada dalam hatinya perlahan hilang karena memeluk sang kakak.
***
Beep!
Di tengah kedua saudara itu sedang menyelesaikan masalah mereka, ada sebuah mobil yang masuk ke dalam halaman rumah mereka. Aidan dan Andrew menatap mobil yang masuk begitu saja di halaman rumah tersebut.
T. B. C.
Hallo! Hehe ... bagaimana ceritanya? Kali ini agak panjang dan ga jelas, ya?:'(
Nah, jangan lupa merekomendasikan cerita ini ke teman-teman kalian, ya!
Lovyu<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Haram [TERBIT✓]
General Fiction"Apa itu anak haram?" *** Beberapa part dihapus untuk kepentingan penerbitan! Highest ranking: #1 - pelukan (01/08/2021) #1 - coklat (09/08/2021) #18 - ibu (13/09/2021) #12 - ayah (17/09/2021) #5 - sad (23/09/2021) #8 - remaja (25/09/2021) #1 - seny...