Malam harinya, Andrew masih belum sadarkan diri setelah insiden tadi pagi. Dia dibawa ke dalam rumah dan dijaga sepanjang hari oleh sang ibu. Ya, Adena sedari tadi pagi menunggu Andrew sadarkan diri. Dia mengompres Andrew agar suhu tubuh putranya itu menurun.
Sekarang jarum jam menunjukkan hampir pukul delapan. Adena merasa kesepian dan sekarang ia mencemaskan Johan yang dari tadi belum pulang. Tak lama kemudian, Adena merasa ada seseorang yang memegang kenop pintu kamar. Dia bergegas bangkit dan menuju pintu untuk membukakan pintu tersebut.
"Johan?" Adena terkejut. "Kamu sudah pulang?"
"Katakan, Ma ... katakan kenapa anak sialan itu ada di sini!" Johan terlihat kesal saat melihat Andrew yang tengah berbaring di tempat tidur.
"Sssstt! Jangan keras-keras, sayang. Adikmu lagi sakit." Adena menarik lengan Johan dan membawanya keluar dari kamar itu.
"Aku tidak peduli, Ma! Mau anak itu sakit atau mati, aku tidak peduli! Mama hanya mengkhawatirkan anak itu, hah? Apa mama lupa, kalau papa barusan dibawa ke kantor polisi. Kenapa mama tidak mencemaskan kondisi papa, hah?!" Johan benar-benar memasang ekspresi marah di hadapan sang mama saat itu.
"Johan, semua akan baik-baik saja ..."
Johan kemudian membentak mamanya secara tiba-tiba. "Mama tidak tahu kalau aku sedang tidak baik-baik saja! Aku benar-benar hancur melihat papa akan dipenjara, dan mama bilang semua akan baik-baik saja. Sekarang, mama hanya memikirkan tentang anak sialan itu? Aku semakin hancur dengan melihat kehadiran anak itu di sini!"
Penjelasan Johan yang panjang lebar membuat Adena menganggukkan kepalanya beberapa saat.
"Dengar, papamu memang salah, Nak. Kau tidak boleh memaksakan keinginanmu untuk melawan hukum. Lagipula, Andrew bukan anak sialan. Dia anak mama juga, dia adalah adikmu." ujar Adena.
"Mama seharusnya berusaha mencari bukti untuk membela papa! Aku benar-benar tak bisa menjalani hari-hariku tanpa papa!"
"Oh, ya! Aku benar-benar tidak pernah berpikir bahwa anak bodoh itu adalah adikku." lanjut Johan. Dia ingin beranjak pergi ke kamarnya, tetapi Adena menahan tangannya.
"Johan, bukankah kau menginginkan seorang adik selama ini?" tanya Adena membuat Johan menghentikan langkahnya.
"Tidak. Aku tidak menginginkan siapapun selain papa dan mama." jawab Johan cuek.
"Saat kau masih kecil, kau sering bertanya pada mama kapan kau punya adik. Kau juga sering menceritakan pada mama tentang seorang anak yang pertama kali memanggilmu kakak. Kalau tidak salah, namanya Aldin."
"Namanya Aidan." Johan membetulkan.
"Ah, baiklah. Mama agak kurang ingat namanya, tetapi semua yang mama katakan benar, kan? Kau ingin punya adik selama ini, kan?" Adena tersenyum.
Johan menoleh ke arah sang mama. Dia mengangguk pelan dan meneteskan air mata. "Ya! Aku ingin punya adik, tetapi tidak dengan anak haram itu! Aku tidak ingin menjadi kakaknya, karena ia hanya akan membuat hidupku hancur."
"Hah, baiklah ... Mama tidak memaksamu. Sekali lagi mama ingin mengatakan kalau Andrew adalah adik kandungmu. Kau tidak perlu mencari sosok adik di seluruh dunia, karena kau telah punya satu. Itu adalah Andrew, saudaramu."
Johan terdiam. Dia rupanya memikirkan kata-kata mamanya di sana. Sementara Adena kembali ke kamar untuk mengecek keadaan Andrew.
***
Tiga hari berlalu ... Andrew pun perlahan pulih dari demamnya. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa hidupnya berubah 180 derajat saat ini. Semua kesedihannya dan duka selama ini hilang begitu saja. Tidak ada lagi senyuman getir, tidak ada lagi air mata, apalagi mata bengkak. Semua itu hilang begitu saja dalam waktu sekejap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Haram [TERBIT✓]
General Fiction"Apa itu anak haram?" *** Beberapa part dihapus untuk kepentingan penerbitan! Highest ranking: #1 - pelukan (01/08/2021) #1 - coklat (09/08/2021) #18 - ibu (13/09/2021) #12 - ayah (17/09/2021) #5 - sad (23/09/2021) #8 - remaja (25/09/2021) #1 - seny...