10

17.5K 1.6K 55
                                    

"I-ibu?" Andrew benar-benar tak percaya dengan apa yang ia lihat barusan. Ya, itu ibunya! Wanita yang melihat ke belakang tadi adalah Adena!

Andrew perlahan mendekati wanita yang ia yakini adalah ibunya, tetapi wanita itu malah melangkah menjauh dengan sosok anak yang dia gandeng.

Apa anak itu adalah Johan?

"Ibu!" Andrew berteriak, dia berlari mengejar wanita itu. Air matanya benar-benar tidak bisa ditahan lagi.

"Ibu!" Suara teriakan semakin keras. Andrew menangis sambil berlari mendekati sosok wanita yang ia yakini adalah ibunya.

Aidan ikut mengejar Andrew saat itu. "Hey! Kau mau kemana?! Jangan berlari!"

"Ibu!!!" Andrew berteriak semakin keras. Ia tidak mempedulikan orang banyak yang mulai memperhatikannya. Dia terus meneriaki kata 'ibu' sambil berlari mendekati wanita sebelumnya.

Sang wanita yang merasa ada yang meneriakinya langsung menoleh ke belakang. Dia terdiam saat sosok anak kecil mulai mendekatinya.

Jarak antara Andrew dan wanita itu sudah sangat dekat. Hanya beberapa langkah lagi, Andrew mungkin bisa memeluknya.

"Ada apa dengan anak itu, Ma?" tanya anak yang sedang digandeng sang wanita. Wanita itu hanya menggeleng. "Mama juga tidak tahu."

Andrew tersenyum getir. Melangkah perlahan dan memperhatikan dengan seksama wajah wanita itu. Ya, wanita itu benar-benar mirip ibunya.

"Ibu ..."

"Ibu, ini Andrew."

Andrew menangis dan memeluk wanita itu. Wanita itu membiarkan dirinya dipeluk oleh Andrew, karena ia tahu ... bahwa Andrew adalah anaknya.

Ya, benar! Dia adalah Adena. Wanita itu adalah Adena.

"Kenapa ibu tidak kembali untuk menjemputku? Ibu harus membawaku pergi jauh dari ayah! Ayah sangat jahat! Ibu kenapa membiarkan Andrew berada di sana? Hah?"

Anak kecil itu menangis di pelukan ibunya. Adena tak bergerak sedikit pun atau bahkan tak mengucapkan apa-apa.

"Ibu tahu, Andrew sangat merindukan ibu! Andrew benar-benar merindukan ibu!" Suara Andrew membuat Adena meneteskan air mata.

"Andrew ..." lirih Adena.

"Ibu harus membawaku pergi dari rumah ayah! Ayah sangat jahat ... ayah selalu membuatku menangis tiap malam!"

Johan, ya, Johan yang merupakan anak Adena itu menatap ibunya. "Apa mama mengenal anak ini? Apa anak ini adalah dia yang telah menghancurkan keluarga kita beberapa tahun lalu?"

Adena menggeleng dan segera menghapus air matanya. "Tidak. Ibu tidak mengenalnya."

Andrew memeluk ibunya semakin erat. "Saya anak ibu! Saya Andrew, ibu!"

Adena menggeleng lalu mendorong anak itu hingga tersungkur ke tanah. Andrew menangis saat melihat ibunya menggandeng Johan dan kembali menjauhinya.

"Ibu! Aku ingin bersamamu!" teriak Andrew.

Adena kembali melihat ke belakang. Dia menggelengkan kepalanya, lalu memutuskan untuk kembali dan memeluk Andrew. Andrew menangis membalas pelukan hangat itu. "Aku ingin bersama ibu!"

"Tidak! Kau tidak bisa ikut bersamaku. Anak haram ..."

Andrew terisak lalu terdiam saat mendengar dua kata yang sangat familiar baginya yaitu 'anak haram'.

Adena tersenyum lalu menepuk kepala Andrew. Setelahnya dia kembali menggandeng Johan dan pergi dari sana. Andrew menggenggam erat pasir di tanah lalu berteriak.

"Ibu! Katakan padaku! Apa itu anak haram!!!"

Adena tak mempedulikan Andrew yang menangis di tengah keramaian. Andrew masih duduk di tanah dan menatap orang-orang yang semakin banyak menghinanya dengan sebutan anak haram.

"Aku benar-benar tidak mengerti maksud kalian! Kenapa aku dipanggil anak haram? Aku sudah punya ayah!"

Aidan datang dan memberikan sebotol minuman air mineral kepada Andrew. "Berhenti menangis, dan minumlah!"

"Kalau kau tidak ingin melanjutkan bermain, maka kita bisa pulang ke rumah sekarang." lanjutnya.

Andrew menggeleng dan meraih botol minuman itu. "Ibuku ... dia bilang tidak ada anak haram, tetapi ..."

***

Di perjalanan menuju rumahnya, Adena selalu terpikirkan akan Andrew. Dia benar-benar merasa bersalah pada anaknya sendiri saat itu.

"Aku mendorongnya ke tanah hingga ia terjatuh, lalu memanggilnya anak haram. Ia pasti sangat sedih sekarang." batin Adena.

"Andrew, dia anak yang kuat rupanya. Kini sudah dua tahun berlalu, dan dia tumbuh perlahan dengan kekuatannya."

"Aku benar-benar merasa bersalah padanya, tapi ... aku sudah tidak menginginkan dia kembali dalam hidupku. Karena jika ia kembali, hidupku dan keluargaku pasti akan hancur."

***

Aidan membawa Andrew pulang ke rumah. Saat sampai, Andrew langsung ke kamarnya sambil terisak. Semua hal tadi masih membekas di hatinya.

Bibi yang melihatnya lalu bertanya pada Aidan. "Kenapa kalian berdua cepat pulangnya? Katanya ingin bersenang-senang seharian. Lalu, kenapa Andrew menangis? Apa kalian bertengkar?"

Aidan menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kami baik-baik saja. Hanya saja Andrew mengalami sedikit masalah di taman hiburan. Jika aku punya waktu, aku akan menceritakannya pada bibi. Sekarang, tolong buatkan makanan untuk Andrew, ya?"

***

Di kamarnya, Andrew memeluk erat bantalnya dan masih menangis. Ia telah menunggu sang ibu selama dua tahun, dan kini saat ia bertemu ibunya, ibunya malah menatapnya dengan penuh kebencian.

Apa salahnya?

Ada apa dengannya sehingga ia disebut anak haram?

Seburuk apakah anak haram sehingga ia pantas mendapatkan semua ini?

Andrew menatap langit-langit kamar kecilnya dan tersenyum. "Aku sangat menyayangimu, ibu. Tolonglah Andrew ... kemari, dan bawa Andrew bersamamu. Andrew janji tidak akan nakal!"

Andrew berusaha menenangkan diri untuk sesaat. Dia mengantuk dan akhirnya tertidur. Ia pun tenggelam dalam dunia mimpi yang menjauhkan dirinya dari pahitnya dunia nyata untuk sementara.

Aidan tersenyum saat mengecek keadaan Andrew yang telah tertidur. Ia menyelimuti adiknya dan mengecup keningnya.

"Jangan terus bersedih, ya?"

"Kau tidak perlu tahu arti anak haram, Andrew. Karena jika kau tahu, itu akan membuatmu semakin menderita."

To be continued

Anak Haram [TERBIT✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang