Chapter 22 🖤🖤ř

346 33 0
                                    

Pagi hari yang cukup cerah.

Senin pagi yang berawan, suhu udara yang dingin yang seakan menusuk ke tulang. Cahaya hangat dari mentari yang bersinar dengan malu-malu di balik goresan putih awan sedikit menghangatkan pagi yang dingin ini.

Dengan tubuh yang berbalut almamater tempatnya menuntut ilmu.

Tubuh kecilnya bergidik begitu angin dingin menghembus lembut, tubuhnya yang sedikit tidak terbiasa dengan angin dingin segera ia peluk erat.

Emu yang sadar dengan gerak-geriknya itu segera menyelimuti Hiiro mengunakan almamater miliknya. Tubuh kecil itu tersentak dengan tindakannya yang tiba-tiba.

Mata jernihnya menatap Emu kaget.

Dari sana juga terpancar sorot khawatir, mendapatkan tatapan seperti itu Emu menarik senyuman manis.

"Pakai saja."

Senyuman manisnya mengembang dia tahu jika bocah itu tidak terbiasa dengan perubahan iklim yang tiba-tiba.

"Bagaimana denganmu Emu?."

"Tidak masalah…lagian aku kan kuat."

Memperlihatkan gumpalan otot tangannya yang tampak menonjol tercetak jelas pada seragamnya.

"Baiklah aku pinjam dulu sebentar nanti aku kembalikan."

Hiiro membiarkan jas lain membungkus tubuhnya. Ukuran yang terlalu besar membuat tubuhnya tenggelam tapi bukan masalah yang penting bisa menutupi seluruh tubuhnya agar tidak terkena angin dingin.

Suasana kelas masih sepi.

Hanya mereka berdua yang baru datang, Hiiro sudah terbiasa datang 30 menit sebelum bel masuk berbunyi. Itu kebiasaannya dan Saki yang selalu datang 30 menit sebelum sebelum waktu yang ditentukan.

Disiplin?.

Mungkin saja.

Pelajaran kedisiplinan di keluarganya sungguh sangat ketat salah sedikit saja dia akan mendapatkan pukulan rotan bersarang di tubuh.

Sekarang tidak ada yang akan menghukumnya.

Kebiasaannya memang sudah melekat kuat padanya makanya mau seberapa sengaja dan lebih melambatkan diri saat akan bertemu dengan klien maupun menghadiri acara. Bukannya Hiiro senang bisa lebih bersantai menunggu waktu janjian dia malah tidak bisa tenang.

Dia tidak bisa merubah kebiasaannya yang datang 30 menit lebih awal!.

Selama tidak menganggu kinerjanya itu bukan masalah. Seakan-akan tubuhnya sudah dipasangi pengaturan kedisiplinan.

Dia pernah mengeluh pada sepupunya.

Namun Saki juga mengalami hal yang sama, tidak bisa lepas dari kebiasaan rumahan mereka.

"Bukan masalah besar."

Senyuman manisnya masih terpatri indah pada wajah cantiknya.

Sedangkan Hiiro menenggelamkan wajahnya pada jaket Emu, aroma parfum karamel yang manis tercium lembut dari pakaian itu. Baunya sama seperti Emu.

"Ngomong-ngomong apa tidak masalah kita meninggalkan Parad sendirian?."

"Biarkan saja dia!."

Ghanatva....Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang