*********"Apa paman berniat membunuhku pelan-pelan disini..?!"
Gerald tercengang dengan perkataan Reyn. Gerald berjalan mendekat dan menepuk pundak Reyn.
"Reyn, Tuan Gilbert pasti menepati janjinya.. kamu hanya harus bersabar sedikit lagi, oke..?!"
Gerald tidak bisa menyangkal, karena perkataan Reyn tidak sepenuhnya salah. Gerald yakin Reyn pasti juga menyadari semua rencana Tuan Edward. Tuan Edward berencana untuk terus mengikat Reyn.
"Aku akan bilang pada Paman, jika dia tidak juga bertindak.. maka aku akan menggunakan caraku sendiri.." Reyn berjalan kemudian menjatuhkan dirinya tengkurap ke ranjang besarnya."Kamu tahu pintu keluar kan..?!" Ucap Reyn.
Gerald tercekat, tapi tidak bisa membantah. Gerald sangat memahami jika Reyn sedang dalam suasana hati yang buruk.
Gerald segera keluar dari kamar Reyn.
Setelah pintu tertutup, seseorang memanjat pagar balkon kemudian melompat turun, lalu berjalan ke arah pintu dan menguncinya.
Setelah itu, orang itu berjalan mendekat dan berbaring di samping Reyn.
"Jangan khawatir Reyn.. ayah bukanlah orang yang tidak tepat janji.. kurasa itu satu-satunya sifat baiknya yang aku tahu.."
"Aku tahu, Rize.. aku hanya merasa hatiku semakin membusuk karena ketidak sabaranku.."
Rize menatap langit-langit kamar,
"Itu karena kamu menjalani hidupmu di sini seolah kamu sedang menjalankan sebuah tugas.. kenapa kamu tidak mencoba menikmatinya saja, Reyn.. kamu bisa lakukan apa yang ingin kamu lakukan.. kamu tak harus menahannya.. Bahagialah.. ku rasa Varren juga menginginkan kamu bahagia.."Reyn memiringkan tubuhnya, lalu menatap Rize..
Reyn tersenyum lembut.. Reyn merasa dia mempunyai teman yang sangat mengerti dirinya.
"Rize.. ternyata kamu jauh lebih dewasa dari yang terlihat.."
Wajah Rize perlahan bersemu merah.. dia merasa tersanjung, karena baru kali ini Reyn memujinya dengan tulus.
"Hei, sebenarnya saat ini aku sangat ingin menghajarmu.. tapi karena kamu jadi anak baik, aku akan melupakannya.." Ucap Reyn seraya mengusap lembut rambut Rize. Reyn seperti melihat Varren dalam diri Rize.
Rize memejamkan matanya menikmati usapan di kepalanya.. kemudian kembali membuka matanya dan melirik Reyn. Detak jantung Rize semakin cepat saat melihat wajah Reyn yang tersenyum lembut.. karena sangat jarang Rize melihat Reyn membuat ekspresi seperti itu.
"Ada apa..?! Wajahmu merah.. apa kamu sakit..?! Tapi suhu tubuhmu normal.." Ucap Reyn.
Rize dengan cepat mengambil tangan Reyn dari kepalanya,
"A-- Apa kamu sudah makan, Reyn..?!" Tanya Rize terbata-bata, mencoba mengalihkan pembicaraan."Belum, dan aku sangat lapar.." Reyn telentang menatap langit-langit kamarnya.
Rize tertawa kecil, kemudian beranjak berdiri.
"Gantilah bajumu, ayo kita makan sup di dekat Taman Kota.."Reyn segera bangun dan berganti.. mereka kemudian keluar melalui jendela.
••••
Reyn dan Rize berjalan mengendap-endap kemudian dengan mudah melompati tembok.
"Tunggulah disini, Reyn.." Ucap Rize sebelum berlari memasuki sebuah gang.
Tak lama, Rize membawa sebuah motor sport dan berhenti di depan Reyn.
"Pakailah.." Ucap Rize seraya memberikan helm pada Reyn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reyn [ ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇᴅ ]
Teen Fiction[ Proses Revisi! ] Menyamar menjadi laki-laki demi balas dendam atas kematian saudaranya. Reyn adalah seorang gadis. Sejak ibunya menikah lagi dan pergi meninggalkan dia dan kakak laki-lakinya yang sakit-sakitan, membuat Reyn mau tak mau harus putu...