Twelve

320 31 0
                                    

Setelah selesai makan malam aku disuruh untuk menemui Ayah di ruang kerjanya dengan catatan sendirian. Iya sendirian, tapi dianterin Kak Regal sampai depan pintu dan dengan kurang ajarnya Kak Regal berucap.

"Siapkan mentalmu."

Tangan kanannya yang dikepalkan seakan-akan mengejekku dan berlari menjauh dengan tertawa sangat keras. Aku yakin, Ayah yang berada di dalam mendengar suara tawa menggelegar milik Kak Regal.

Tetapi benar apa yang diucapkan Kak Regal. Aku harus siapkan mental saat berbicara dengan Ayah, salah-salah bisa langsung mati kutu, sebenarnya si lebih baik pingsan saja di tempat dari pada mati kutu karena ditatap Ayah sepanjang pembicaraan.

Aku menarik napas dengan panjang sebelum mengetuk pintu dan masuk saat ada jawbaan dibaliknya. Begitu aku masuk sudah disambut dengan Ayah yang menatapku dengan tajam.

'Bagus, belum apa-apa rasanya sudah mau pergi dari sini' batinku dalam hati.

Aku menahan nafas hingga Ayah memberi tanda untuk duduk di depannya. Pembatasnya hanyalah sebuah meja, dan itu bukan jarak aman untukku.

Tanpa basa-basi Ayah langsung memberikan berbicara untuk hukumannya.

"Kuasai pelajaran SD hingga SMP selama 2 tahun."

Aku yang mendengarnya langsung syok di tempat, hukuman macam apa ini. Tetapi Ayah yang paham melihat kebingunganku langsung menjawab.

"Kamu melanggar hukuman Ayah yang sebelumnya 'kan karena tidak bertemu William? Maka Ayah berikan yang tidak merugikan seperti sebelumnya."

Ayah memberikan senyuman yang ramah. Ramah sekali sampai aku merasa merinding melihatnya. Senyuman di wajah Ayah sangat tidak cocok untuk ditampilkan, aku lebih baik melihat wajah kaku dan sorot mata tajam seperti sebelumnya.

"Mulai besok Guru akan datang sesuai jadwal dan tidak ada hari libur."

Ayah berdiri dari kursinya dan menghampiriku. Mengajakku berdiri dan menggiring untuk keluar dari ruangan. Tetapi saat di depan pintu, sedetik sebelum tangan Ayah memegang gangang pintu ia berbisik di sebelah telingaku.

"Lakukan dengan baik hukuman yang Ayah berikan kali ini, jika gagal akan Ayah berikan yang lebih baik," ucap Ayah sembari mengelus lembut kepalaku dan diakhiri dengan kecupan di pucuk kepala sebelum membukakan pintu dan menuntunku keluar.

Begitu pintu tertutup kewarasanku baru kembali.

'Gila!'

Satu kata yang cocok untuk Ayah, tidak ada hal yang bagus jika bersangkutan tentang Ayah.

Jujur saja jika dilihat dari cara Ayah memperlakukanku seperti ini entah kenapa teori tentang aku adalah anaknya mulai dipertanyakan. Apakah benar dia adalah Ayahku? Bukan seseorang yang mengaku keluarga dan memperlakukanku dengan baik, namun diselingi ancaman di setiap sikapnya.

Aku bahkan tidak mampu berkata-kata di hadapan Ayah. Aku tidak tahu sudah berapa lama termenung di depan kerja Ayah sampai akhirnya disadarkan oleh Kak Regal yang ternyata lewat di depanku.

"Ngapain di sini?" Aku bertanya dengan malas melihat wajah Kak Regal yang sebelumnya mengejekku dengan kata-kata 'siapkan mentalmu' sebelumnya.

Moodku sedang hancur dan hadir Kak Regal di sini bukanlah perpaduan sempurna.

"Karena saya adalah Kakak yang baik, makanya lagi jemput Adiknya yang lagi linglung di depan kantor Ayah kayak anak ayam habis lolos dari terkaman serigala."

Kak Regal tertawa dengan riang setelah mengucapkan alasannya dan itu menambah buruk moodku yang sudah hancur lebur hari ini.

"Ayo sini dituntun pelan-pelan biar gak ketabrak tembok."

Kak Regal memegang kedua pundakku dari belakang dan sedikit mendorong pelan-pelan untuk berjalan. Meskipun yang dilakukan Kak Regal adalah hal yang tepat, tetapi aku tetap kesal dengan sikapnya yang ketawa kecil di sepanjang perjalanan. Kentaran sekali jika dia menahan tawanya sepanjang mengantar aku ke kamar.

Karena aku adalah anak yang memiliki stok kesabaran banyak, maka biarkan saja Kak Regal bersikap sesukanya.

"Ayo masuk Tuan Putri," ucap Kak Regal sembari membukakan pintu dan ikut masuk lalu berlari ke atas kasur dengan melempar tubuhnya sangat keras.

Aku hanya menghembuskan napas lelah melihat kasur yang berantakan di depan pintu. Nasib ditinggalkan Kak Regal begitu saja di depan pintu, bahkan pintunya tidak ditutup lagi setelah membukanya.

Aku menutup pintu dengan sedikit membanting dan berjalan ke arah sofa di depan TV.

Aku sedang malas melihat wajah Kak Regal, aku yakin sekali dia akan bertanya tentang apa yang terjadi di ruang kerja Ayah tadi. Mengingat tabiat Kak Regal yang mudah dipahami walaupun baru sebulan mengenalnya.

"Hey Ren, tadi dikasih hukuman apa?"

Benarkan apa yang sudah kucakap? Kak Regal bukan hanya tukang rese' tapi juga tukang kepo.

Aku hanya diam dan membaringkan tubuh di sofa dengan memeluk kedua lutut. Kak Regal yang tidak mendengar jawabanpun bertanya lagi.

"Ren, dikasih hukuman apa?"

Kali ini Kak Regal muncul dari atas kepala. Dia hanya cengengesan tanpa belas kasih melihat raut wajahku yang muram setelah keluar dari sana. Benar-benar kakak laknat bukan?

"Ren." Kak Regal menusuk-nusuk pipiku dengan telunjuknya saat tidak mendengar sedikitpun respon. Aku menepis jarinya dan berbalik menghadap ke kiri memunggungi Kak Regal yang berdiri di belakang sofa.

Dia kembali muncul di depan wajahku, dan aku kembali memalingkan tubuh ke arah kanan menghadap sofa. Kali ini Kak Regal tidak akan bisa menunjukkan wajahnya karena wajahku sepenuhnya terbenam ke arah sofa.

Tapi ternyata itu adalah asumsi yang salah, nyatanya Kak Regal memegang paksa wajahku dan membaliknya. Dan yang selanjutnya terjadi adalah aku menjerit karena sakit di area leher akibat diputar secara mendadak seperti itu.

Kak Regal langsung lari terbirit-birit begitu aku beranjak dari sofa dan mengejarnya dengan membawa setoples jajan dari atas meja. Tapi saat kak Regal berlari menuju pintu keluar datanglah Kak Regan dengan wajah syoknya saat aku tidak sengaja melempar toples tersebut ke arah Kak Regal, namun yang terkena malah sebaliknya.

Aku langsung menghampiri Kak Regan yang sedang menunduk memegangi perutnya karena terkena lemparan tadi. Aku yang bingung entah harus melakukan apa, tiba-tiba suara tawa menggelegar Kak Regal mengisi susasan kamar.

Ingin rasanya aku mengumpat dan melemparinya toples yang isinya masih utuh dan tidak keluar sedikitpun. Tapi aku hanya diam saja karena sibuk bingung dengan Kak Regan yang sedang menunduk memegangi perutnya.

Namun tanpa aba-aba Kak Regan berdiri menjangkau toples yang tadi terjatuh tidak jauh dan melemparnya ke arah Kak Regal diiringi umpatan.

Aku yang melihat adegan tersebut langsung syok melihat kelakuan Kak Regan. Kak Regan yang anaknya kalem tidak pernah marah-marah sekalipun, meski mendengar ucapan Kak Regal yang modelannya ngajak gelud. Tetapi, tiba-tiba malam ini membalasnya?

Lebih parahnya lagi diiringi umpatan dengan sederet kata yang lumayan panjang. Faktanya lemparan Kak Regan tepat sasaran mengenai pelipis Kak Regal dengan keras hingga menimbulkan suara yang membuatku meringis ngilu melihatnya. Suaranya sangat renyah.

Tapi, ketahuilah bahwa di dalam hatiku yang sebenarnya terdapat rasa gembira yang tidak bisa digambarkan akibat kelakuan Kak Regan yang di luar nalar.

Tanpa sadar aku mengatakan kata mampus dengan keras dan menertawakan Kak Regal tanpa henti, hingga akhirnya seseorang tak diundang masuk ke dalam kamarku lagi tanpa permisi.

*****

Ditulis: 30 Juli 2021
Diupload: 30 Juli 2021

Reyna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang