Ingat kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat, ia akan jatuh juga.
Mungkin itu yang tengah dirasakan oleh aku dan Willy sehingga harus mengendap-endap dari satu ruangan ke ruangan lain untuk menghindari Kak Arga yang tengah mencariku di jam 9.
Jadi ceritanya saat jam 8 setelah Kak Arga masuk ke kamar untuk mengecek seperti biasa, aku lolos, lalu tak lama Willy datang dengan banyak buku dan cemilan. Selanjutnya kita seperti biasa mengerjakannya bersama, kadang Willy juga mengajari jika aku menanyakan soal tersebut. Hanya berselang berberapa menit tiba-tiba pintu kamar terbuka, kita sudah ketar-ketir duluan mengira yang membuka adalah Kak Arga, tetapi yang tampak malah Kakak kembar kita, Kak Regan dan Regal. Kak Regan yang pendiam seperti Kak Arga, maka lain halnya dengan Kak Regal yang jahilnya tidak ketulungan.
Parahnya Kak Regal yang melihat kita berdua tengah asyik mengerjakan tugas dengan banyak cemilan dia menelpon Kak Arga dan mengatakan bahwa aku tidak ada di kamar. Kak Regan yang di sebelahnya saja syok, bagaimana dengan kita yang anteng di atas kasur melihat kelakuan Kak Regal. Dengan secepat kilat aku dan Willy membereskan semuanya dan membawa kabur keluar kamar, begitupula Kak Regan dan Regal yang langsung melarikan diri setelah kita kabur.
Percayalah, Kak Arga jika sudah mengamuk sangat menyeramkan. Aku pernah melihatnya sekali dan tidak ingin melihat untuk kedua kali.
Aku dan Willy saat ini bersembunyi di dapur setelah berberapa kali bersembunyi di kamar tidak terpakai, intinya melarikan diri dari para penjaga di rumah dan Kak Arga. Bahkan suasana di rumah sudah riuh akibat kabar menghilangnya diriku. Aku melihat sekilas Kak Regan dan Regal berada di sana berpura-pura khawatir, tapi aku dapat melihat raut kesenangan dari Kak Regal, saat matanya menjelajahi sekitar dan menemukan kami, dia malah tersenyum jahil sesekali mengedipkan matanya.
Aku yang keberatan membawa berberapa cemilan agar tidak meninggalkan bukti di kamar dan Willy yang membawa semua tugas di pelukannya. Willy menggerutu kesal, mulutnya tidak berhenti menyalahkan Kak Regal yang senang sekali membuat kita jantungan. Sedangkan aku, tidak kalah kesalnya seperti Willy, padahal hari ini kita berniat begadang untuk bermain setelah mengerjakan tugas, tapi mengapa pengganggu seperti Kak Regal muncul disaat yang tidak tepat? Aku kesal!
Aku menyenggol pundak Willy dengan mendelikkan mata agar dia berhenti menggerutu saat salah satu penjaga lewat di depan kita, setelah penjaga itu pergi Willy kembali mengeluarkan suara bisikan sepeti kicauan burung kakak tua yang tidak berhenti mengumpat.
Lalu kita tersentak kaget saat ada yang memegang pundak, aku menoleh ke belakang begitupun dengan Willy. Kita langsung melotot seraya membungkam mulut penjaga yang berhasil menemukan kita dan secara tidak sadar kita telah menunjukkan diri ke semua orang karena pembatas antar dapur dan ruang makan dibuka lebar. Ya, parahnya mereka semua tengah berkumpul di ruang makan, kenapa tidak di rumah tamu saja coba? Lumayan jauh dari tempat persembunyian kita dan tidak akan mudah tertangkap karena kecerobohan.
Begitu kita sadar, suara Kak Arga langsung memasuki pendengaran kita hingga sakit. Semua orang langsung menghampiri kita, terutama Bunda yang langsung memelukku dengan buaian air mata. Entah aku saja yang merasa Bunda selalu berlebihan jika bersangkutan denganku hingga sering menangis sepeti ini atau bagaimana? Ayah juga langsung menjewer telinga Willy hingga sang empu merintih kesakitan. Wajah Kak Regal terlihat sangat puas saat Willy tersiksa dijewer oleh Ayah, sepertinya mereka punya dendam tersendiri hingga melibatkanku. Tapi tidak bisakah tanpa membuat semua orang ikut terseret, terutama Kak Arga, aku tidak suka jika bersangkutan dengan Kak Arga disituasi seperti ini.
Bahkan aku berpikir jika yang kepala keluarga di sini sebenarnya Ayah atau Kak Arga? Mengapa Kak Arga lebih dominan jika mengurus kita semua, lebih sering marah-marah jika salah satu dari kita melakukan kesalahan. Bahkan Ayah saja kalem menanggapinya, tidak pernah marah sekalipun. Hanya memperingati dan diberi nasehat, seperti halnya langsung spontan menjewer telinga Willy barusan. Itu salah satu bentuk tindakan Ayah jika kita melakukan kesalahan, bahkan Ayah akan langsung memaafkannya begitu saja dan menyuruh kita melupakan hal yang terjadi. Tapi tidak akan terjadi jika itu adalah Kak Arga, sangat berbanding terbalik dengan Ayah.
Aku jadi bingung sendiri kan.
Akhirnya kami berdua digeret ke ruang keluarga. Aku duduk berdua dengan Willy di depan mereka semua, benar-benar seperti buronan, apalagi tatapan Kak Arga sedari tadi menggiringi setiap langkahku. Tidak nyaman!
Ah, jajanku sudah diambil oleh Kak Regal saat berjalan menuju ruang keluarga tadi, dengan tidak ada akhlaknya sekarang Kak Regal tengah memakan jajan tersebut sembari menatap kita dengan senyum kemenangan. Sebenarnya Kak Regal punya dendam tersumbat denganku atau bagaimana? Sepertinya dia senang sekali melihatku ikut tersiksa, dia saja tidak memikirkan nasibku saat mengambil tindakan.
"Ke mana saja dari tadi?" Tanya Kak Arga sembari menatap kami dengan tajam. Aku tidak suka ekspresi yang ditunjukkan, seakan-akan bisa meledak detik ini juga. Aku menghelengkan kepala dan Willy hanya mendengus kasar, tidak ada yang menjawab pertanyaan Kak Arga.
"Kakak tanya sekali lagi, habis dari mana kalian berdua?" Suaranya tenang namun tegas itu memberikan kesan mengancam. Sangat menekan hingga membuatku susah berpikir untuk sekedar merangkai kata dan menjawab pertanyaan Kak Arga.
"Di rumah gak ke mana-mana," ucap Willy setelah kusenggol pundaknya untuk berbicara.
"Lalu kamu kenapa gak ada di kamar? Kak suruh kamu tidur dan jangan keluar bukan?"
Kak Arga menunjukku, jika sudah seperti ini bagaiman caranya menyangkal? Aku menoleh ke arah Willy dan menaikkan alis, bagaimana caranya berbicara dengan Kak Arga tanpa dimarahi sedikitpun?
Lalu aku memghembuskan napas lega saat Willy angkat bicara. "Kak Reyna dari tadi di kamar berdua sama aku, Kak Regal aja yang bilang kalau Kak Reyna gak ada di kamar."
"Tapi buktinya Reyna tidak ada dan ditemukan sedang bersembunyi bersamamu. Kenapa kabur? Kalian bisa berdiam diri di kamar dan menyangkal laporan dari Regal!" Aku melihat tangan Willy terkepal, tidak tahu ada apa dengan dia. Sepertinya dia tidak suka disalahkan, ya memang siapa yang mau disalahkan? Yang salah dari awal Kak Regal dengan seenaknya bilang ke Kak Arga seperti itu. Aku dan Willy hanya sebagai korban tidak bersalah.
"Kalau aku tetep di kamar Kak Reyna, Kak Arga juga tetap marah, jadi aku ajak Kak Reyna kabur sekalian main-main."
Aku dalam hati setuju dengan jawaban Willy, kalau kita tetap di kamar dan kepergok Kak Arga gak akan ada bedanya dengan sekarang. Setidaknya aku bisa merasakan olah raga di malam hari, lari-lari selama hampir satu jam di dalam rumah yang super luas ini. Cukup membuatku kelelahan tetapi seimbang dengan kecemasan yang kita rasakan saat takut ketahuan, seperti main petak umpet seperti dahulu. Aku pernah merasakan hal yang sama seperti sekarang, tapi entah mengapa seperti ada yang menghalangi perasaan ini. Merasa De javu namun fell yang didapat tidak sekuat itu untuk mengatakannya seperti De javu. Entahlah aku bingung, bahkan aku sendiri baru sadar akan hal ini karena ucapan Willy barusan.
"Cukup Arga!" Ayah menahan pundak Kak Arga yang ingin berdiri menghampiri Willy. Lalu Ayah berdiri di depan kami, lebih tepatnya Willy. Menatapku dengan senyum tipis sembari mengusap kepalaku.
"Masuk ke kamar!"
Aku menatap bingung ke arah Ayah dan bergantian ke Willy, namun yang kudapat adalah Willy tengah menunduk ketakutan. Kupegang tangan Willy. Dia menoleh namun ada senyum sedih di baliknya, aku ingin bertanya namun perintah Ayah selanjutnya membuatku mau tidak mau terseret ke atas untuk memasuki kamar.
Bunda mencekal tanganku dan menarik ke atas, aku sudah bilang ke Bunda jika tidak ingin pergi, kasian Willy dia pasti akan dimarahi Kak Arga. Aku kembali menoleh saat berada di tengah anak tangga, menatap orang-orang yang berada di sana masih diam membisu, tidak ada pergerakan sedikitpun. Bunda kembali menarikku hingga dibalik tikungan barulah aku mendengar suara tamparan yang begitu keras, bahkan aku sampai menyentak tangan Bunda karena begitu kaget dan berbalik untuk melihat keadaan Willy. Aku sudah merasakan hal tidak enak saat tatapannya ke arahku tadi, apalagi dengan senyumannya. Namun Bunda tak kalah cepat, aku langsung ditarik hingga memasuki kamar dan dikunci.
Sial!
*****
Ditulis: 26 September 2020
Dipublish:

KAMU SEDANG MEMBACA
Reyna
General FictionKebingungan Reyna perlahan terkuak dengan sendirinya. Jati dirinya yang cukup membingungkan mulai terpecahkan. Nyatanya Reyna tetap tidak akan pernah keluar dari zona lingkup keluarganya yang sangat protective Ps: belum revisi dan bahasa masih alay...