Fourteen

242 18 1
                                    

Besoknya aku terbangun di siang hari, dan hanya melamun saja seharian di kamar. Sebenarnya aku heran mengapa tidak ada yang membangunkan seperti biasanya. Tapi biarlah, mungkin mereka tau jika aku hanya butuh tidur.

Dan akhirnya hari dimulai hukumanku pun datang. Besoknya seorang guru bergantian datang dari pagi hingga sore menjelang malam. Hampir ada 5 guru yang datang dalam 1 hari, dan hal itu berlanjut hingga akhirnya sudah 3 bulan berlalu. Parahnya tiada hari libur dalam seminggu. Jika biasanya Kak Regal dan Willy libur 2 hari dalam seminggu, maka aku tidak mendapatkannya, saat protes ke Ayah hanya mendapatkan hasil terabaikan.

"Hah."

Aku menghela napas sembari bersandar pada sofa. Memandang guru ke-3 hari ini keluar dari perpustakaan. Tak berselang lama masuklah Tera yang sedang membawa nampan berisi makanan.

Semenjak kejadian tersebut Tera langsung ditemukan Ayah dalam keadaan sehat, tidak ada luka yang parah. Tetapi ada sedikit percekcokan saat hari pemecatan Tera, aku bersikeras untuk menahan Tera agar tidak dipecat, namun Ayah tidak kalah keras kepalanya untuk memecat Tera karena sudah hampir mencelakaiku. Bahkan kesalahan kecil yang dilakukan saat baru bekerja di rumah ini sebelum kejadian itu dibeberkan semua oleh Ayah sebagai bentuk provokasi agar Tera semakin merasa bersalah dan mau mengundurkan diri tanpa repot-repot dipecat karena aku mencegah Ayah memecat Tera.

Meskipun Tera termakan umpan Ayah, aku tetap melakukan segala hal agar Tera bisa tetap bekerja di sini. Bahkan aku sampai bermusuhan pada Ayah selama seminggu perkara hal tersebut, hingga akhirnya keputusan yang keluar adalah Tera tidak jadi dipecat dan bisa bekerja untukku. Dengan bayaran yang tidak kalah murah, syarat yang diberikan untuk menerima persetujuan Ayah cukup sulit. Tetapi aku tetap mengiyakannya karena merasa itu satu-satunya jalan keluar yang bisa dipikirkan.

Aku merebahkan tubuh di atas sofa sembari memandangi langit-langit ruangan dengan jenuh, rasanya otak ini akan meledak jika tidak diberi waktu untuk istirahat. Setiap hari selalu diberi materi baru dan latihan tanpa henti sampai membuatku begadang. Belum lagi menghadapi sikap guru yang banyak sekali menyindirku karena baru mempelajari pelajaran SD di umur sekarang. Lelah sekali rasanya, aku menutup mata sebentar untuk menghilangkan rasa lelah di mata yang sedari tadi disuruh menghafalkan sejarah tanpa henti.

"Jangan tidur Nona, habiskan dulu makanannya sebelum pelajaran selanjutnya dimulai."

Perkataan Tera cukup membuatku tertampar kenyataan bahwa tidak bisa tidur sebentar saja di sela-sela waktu belajar.

Aku membuka mata dan melihat berbagai macam makanan tertata rapi di atas meja yang tadi berserakan dengan buku. Melihatnya saja sudah menurunkan mood untuk makan, aku hanya butuh tidur sebentar sebelum menghadapi guru paling laknat sejauh ini.

Guru yang paling diskriminan, selalu memberi sindiran di setiap ucapannya, tidak tahu malu, dan kerjanya hanya duduk cantik tanpa memberi penjelasan, tetapi langsung membebaniku dengan segudang tugas. Benar-benar definisi guru laknat sejagat raya.

Aku mengabaikan Tera dengan membelakanginya dan langsung memejamkan mata bersiap-siap tidur.

"Nona, jangan seperti ini. Gurunya sudah menunggu di depan."

Ucapan Tera selalu bernada melas, hingga aku sendiri merasa tidak enak. Tetapi jika disuruh memilih, aku akan tetap menyiapkan mental daripada mendengarkan larangan Tera.

"Nona."

"Kamu yang makan saja, Tera." Aku langsung menyanggah ucapannya sebelum ia melanjutkan kalimat. Aku lelah mendengarkan banyak perintah hari ini.

"Non—"

"Tera!"

Aku bisa merasakan suara terkejut Tera saat aku menyentaknya. Aku tidak bermaksud untuk membentaknya or something, tapi ketahuilah aku sangat lelah mendengarkan perintah apapun hari ini, bahkan jika itu termasuk tugas Tera yang menyuruhku makan siang.

Reyna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang