Eight

442 30 0
                                    

Aku semakin mengerutkan kening begitu pertanyaan beruntun dari pria tampan di depanku saat ini begitu membara. Yang bisa kujawab hanya mengangguk dan menggeleng, selain dari itu aku diam seperti orang bodoh.

"Anna, kamu mendengarkanku bukan?" Dia bertanya dengan antusias hingga aku sendiri tidak sanggup meladeninya. Tangannya pun tak tinggal diam. Jemarinya yang sangat menawan itu tengah menarik-nari kedua pipiku, karena tidak kunjung menjawab pertanyaanya.

Aku mengangguk sembari berusaha menyingkirkan tangannya. Sekarang kalian bayangkan. Dia datang-datang langsung menyeretku ke daerah sepi di bawah jembatan. Tidak jauh dari warung memang, namun tetap saja di bawah jembatan jalan raya, gila ya?

Siapa yang tidak akan berfikiran aneh-aneh jika dibawa ke bawah jembatan yang tidak ada siapapun kecuali suara kendaraan. Dengan posisinya yang menjulang tinggi di hadapanku dengan wajah yang begitu dekat seperti mengecek diriku seolah barang berharga.

Orang yang lewat sekalipun juga tau jika posisiku saat ini seperti melakukan adegan tidak senonoh.

"Anna!" Dia berteriak dengan keras di depan wajahku, dan sepontan saja aku berteriak juga.

"IYA!"

seketika dia diam seribu bahasa, matanya seperti tidak menatap apapun dengan wajah datar yang langsung mengubah semuanya.

"Eh, a... ada apa?" Dan sekarang aku yang dilanda gugup saat matanya menatapku dengan begitu intens. Setelah diam hampir satu menit, dan sekarang menatapku tanpa alasan jelas. Waras 'kan dia?

"Kamu bukan Anna?" Pertanyaan yang keluar seperti sebuah hal mutlak yang tidak perlu jawaban. Dia mengetahuinya, tetapi tetap bertanya.

Wajahnya kian menjauh dengan raut kecewa yang begitu kentara. Dia langsung memalingkan pandangannya ke arah lain dan berdiam diri seperti memikirkan sesuatu yang cukup berat.

Sekarang yang mengusik pikiranku adalah. Bagaimana bisa? Dia tau aku bukan Anna, tetapi aku tidak tau jati diriku sendiri siapa. Anna atau Reyna?

"Em, bagaimana maksudnya?" Aku memberanikan diri untuk bertanya tentang hal yang membuat dia bisa mengenaliku dalam waktu singkat.

"Kamu bukan Anna. Kamu orang lain." Kali ini matanya menatapku dengan tajam dengan lekuk alis yang cukup mendukung untuk menyatakan jika dia sedang berada dalam keadaan yang tidak baik. Laki-laki itu berjalan dan bersandar pada dinding, dia mulai mengeluarkan sebuah rokok beserta pemantiknya. Matanya mulai terpejam sembari menikmati benda yang ia hisap.

Ah, bukan itu maksudku!

Aku meremas botol mineral yang sempat dibeli. Sedikit kesal karena jawabannya tidak sesuai dengan yang kuinginkan. Aku berjalan mendekatinya.

"Bagaimana kau bisa tahu?" Sebelah alisnya terangkat dengan sempurna seolah mendengar pertanyaan bodoh. Dia sedikit mengejekku dengan tawanya yang menyebalkan.

"Kau bodoh?" Lihat, tampangnya saat melihatku pertama kali dengan saat ini sangat berbeda. Tadi saja seperti anak kelinci yang sangat imut, sekarang seperti serigala yang tempat tinggalnya sedang diusik.

"Ya," kujawab dengan nada sedikit lantang. Kesal juga melihat tatapan tidak bersahabatnya, seperti melihat tatapan istri sang Bapak. Risih, kesal, dan tidak segan-segan mengibarkan bendera perang.

"Your voice," ucapnya sembari berjalan mendekat dan membungkukkan tubuhnya seperti posisi tadi.

"Dan tanda lahir." Tangannya menekan bawah telingaku yang sedikit ke belakang. Dia langsung berbalik bersandar pada dinding lagi sembari menikmati benda yang dihisap.

Aku memegang bekas telunjuknya yang menekan tanda lahir. Aku sendiri bahkan tidak mengetahui jika memiliki tanda lahir yang cukup terbuka. Yah, jika tidak tertutup rambut.

Sekarang aku memiliki banyak petunjuk. Pertama, aku memang Reyna bukan Anna anaknya Bapak maupun wanita tidak ramah yang berada di rumah. Kedua, yang pasti aku kehilangan ingatan dengan cara yang tak lazim. Bukan karena sakit amnesia, namun karena hal lain. Ketiga, kebencian wanita paruh baya itu, karena rindu anaknya. Keempat, Bapakmya pun tak jauh beda, karena rela menolongku yang tidak akan menguntungkan juga untuknya. Kelima, Ayah, Bunda, maupun orang di rumah tidak berbohong.

Meskipun aku masih belum yakin 100% jika mereka jujur. Tetapi untuk saat ini aku lega jika mengetahui identitasku yang asli, meskipun masih banyak hal yang janggal dan belum ada jawabannya.

Cukup lama aku memperhatikannya, dimulai dari atas kepala hingga ujung kaki. Wajahnya cukup tampan, ya harus kuakui itu. Lebih ke arah sangar jika memasang ekspresi tidak bersahabat, namun jika dia bersikap seperti tadi mungkin terlihat lebih menawan.

Dari segi tubuh dia seperti ramaja pada umumnya, atau bahkan cukup tinggi? Entahlah, sepertinya tidak jauh beda dengan Kak Regal. Sedikit info saja, Kak Regal sedikit lebih tinggi daripada Kak Regan.

Begitu matanya melirikku dengan sinis, aku baru tersadar jika sedari tadi hanya diam saja. Niat awal 'kan mau pergi. Duh, kenapa bisa lupa. Kalau sudah ditatap begini aku juga tidak akan tahan.

Aku berbalik dan berniat untuk kembali ke tempat Bapak berjualan. Tetapi, begitu menaiki gundukan tanah menyebalkan yang sangat susah untuk kembali ke atas. Di situlah aku tergelincir dan jatuh terus menerus, karena bentuk tanahnya yang cukup miring.

Tetapi, untuk jatuh yang satu ini bukan karena alasan sebelumnya, tetapi ada yang menarik bajuku hingga jatuh lebih mengenaskan dan membuat punggungku sakit.

Bukan hanya ditarik, aku juga dikerumuni bocah-bocah kecil begitu terjembab di atas tanah dengan cara mengenaskan. Botol minumku juga menggelinding ke arah laki-laki tadi, dan dengan seenaknya dia melangkah sembari menginjaknya, sehingga membuat suara letusan disertai air berceceran.

Jahat sekali!

Tahu begini aku tidak akan mengikutinya untuk berjalan ke bawah jembatan sepi seperti ini. Seperti masuk ke perangkap tikus dan mengorbankan diri menjadi makanan.

"Kak Anna!"

"Beneran Kak Anna."

"Dia Kak Anna Rud."

"Yey, Kak Anna kembali lagi."

Fix, telingaku rasanya ingin pecah saat mereka berteriak dan menyoraki nama Anna dengan gembira.

Habis sudah tenagaku hari ini. Tadi pagi menolak makan karena tidak enak dengan wanita di rumah itu dan sekarang panas-panas di siang hari hingga dehidrasi dan mengalami kejadian jatuh berkali-kali. Benar-benar Malang nasibku, rasanya ingin tidur saja mumpung dingin di bawah jembatan.

*****

Ditulis: 22 Januari 2021
Dipublish: 6 Februari 2021

Maaf ya, karena lama update😬

Reyna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang