Twenty Two

134 14 2
                                    

Semilir angin bertiup lirih, terus bertiup menyenangkan hati. Cukup untuk menenangkan kegelisahan hati yang tak terucap. Aku berbaring di atas gazebo taman, memejamkan mata.

Melarikan diri adalah yang dilakukan saat ini. Kabur dari pelajaran adalah hal wajib, semenjak keluar dari rumah sakit 3 minggu yang lalu.

Rentetan amarah Kak Regal kepada Ayah mewakilkanku untuk membatalkan hukuman berjangka panjang ini. Dibantu pula oleh Kak Arga dan Kak Regan yang berpihak pasa Kak Regal, suatu hal yang langka.

Berkat bantuan merekalah suara Ayah bisa dikalahkan dan masukan dari William sebagai penengah amarah mereka. Dengan hasil jam belajar dipotong secara signifikan, sehingga aku pun masih bisa bernapas lega mendengar hasil keputusan tersebut meski hukuman tidak sepenuhnya dihilangkan.

Tapi semenjak negosiasi selesai Kak Regal selalu saja uring-iringan, karena suaranya tidak dipilih sama sekali. Bahkan Kak Regal sering kali menghasutku untuk bolos di seluruh mata pelajaran.

Dan beginilah hasil dari hasutan Kak Regal. Aku sendiri juga lebih suka membolos dari pelajaran dengan dalih tidak ingin kejadian sebelumnya terulang kembali. Apalagi Ayah cukup membebaskan diriku akibat insiden kemarin.

Sebenarnya itu hanyalah kebohongan belaka, namun jika ditanya alasan sebenarnya sudah pasti karena malas. Apalagi guru-guru minus akhlak tidak dipecat, karena orang rumah tidak ada yang mengetahuinya. Jika aku mengadukannya? Akan terjadi keributan besar yang cukup memusingkan. Lebih baik biarkan saja.

"Nona!"

Penganggu datang. Suara yang terdengar dari kejauhan berasal dari Tera. Pelayan pribadiku, mungkin.

Suara derap kaki terdengar semakin mendekat dan aku berniat mengabaikannya. Tujuan Tera sudah jelas untuk merayuku menghadiri kelas dan itu adalah hal yang paling kuhindari. Meski Tera sudah berulang kali melakukannya, dia tetap tidak menyerah membujuk dengan halus setiap hari.

Ah, ralat. Setiap pergantian jam. Karena sudah pasti aku kabur dipergantian jam. Seperti rutinitas tiada henti untuknya mencariku yang selalu bersembunyi.

Aku masih berbaring, namun merasakan keanehan. Tera sudah pasti akan mengoceh saat didekatku, namun kali ini sepertinya dia tetap diam saja meski bisa kurasakan kehadirannya di sekitar.

Semenit berlalu hingga hampir lima menit, akhirnya aku mulai merasakan hal yang aneh. Terutama tatapan yang menghunus ke arahku. Meski aku masih berbaring dan memejamkan mata, tatapan itu terasa sangat tajam.

Aku mulai mengerutkan dahi tak nyaman, berusaha untuk membuka mata tapi teralu malas karena merasa mengantuk.

Sampai akhirnya aku merasakan dahiku dielus dengan lembut dan terdengar bisikan.

"Rileks, Baby."

Spontan aku langsung membuka mata dan terbelak kaget melihat orang asing di atas wajahku. Tubuhnya mengurungku dari atas sembari tersenyum dan memberi kecupan di bibir.

Sontak saja aku mendorong dengan kuat. Meski tidak membuatnya berdiri tegak, namun cukup membuatnya terhunyung.

Aku langsung berdiri dan mengamati sekitar, tidak ada Tera dan para pekerja kebun. Ke mana mereka?

Banyak pertanyaan yang muncul, namun kehadiran pria asing tidak membuatku lengah. Aku berancang-ancang untuk lari karena alarm bahaya memenuhi kepalaku untuk berlari dan bertemu siapapun.

Tetapi tarikan dari belakang membuatku tidak bisa berpijak lagi di tanah. Diangkat dengan bergitu mudah dan sampirkan pada pundaknya. Aku diangkat dengan posisi terbalik. Meronta sekuat tenaga menghalanginya untuk berjalan keluar rumah.

Tidak, aku tidak ingin pergi dibawa orang asing. Dia pria yang menyeramkan!

Berberapa kali aku melihat orang tak jelas berkeliaran di luar gerbang. Dapat terlihat dari jendela lantai 3, meski merasa aneh aku tidak menghiraukannya karena masih ada penjaga di pelosok rumah.

Entah mengapa feeling yang kurasakan mengarah kepada pria ini. Dari pawakannya meski samar-samar terlihat mirip.

Aku berteriak sekuat tenaga, berharap ada orang di sekitar. Tetapi kenyataan yang didapat adalah kesunyian.

Ke mana semua penjaga? Tidak biasanya mereka hilang, bahkan teriakanku tidak dibalas sama sekali?

Aku masih berusaha berteriak sekuat tenaga, sampai akhirnya sebuah kalimat terdengar begitu menakutkan.

"Teriaklah sepuasmu, tidak akan ada yang mendengarnya. Kau milikku mulai saat ini!"

Dia orang aneh, aku sudah merasakannya dari awal bertemu. Bahkan dia masuk ke dalam list orang yang wajib dijauhi dalam radar 5 meter.

"Apa yang kau lakukan, Dokter gila!"

Aku memukul kepala bagian belakangnya dengan kuat. Berharap bisa membuatnya melepaskanku, namun yang dapat kulakukan hanya merusak keseimbangan, itupun hanya seperkian detik.

Tidak membantu sama sekali. Bahkan dia masih berjalan dengan tenang setelah kupukul dengan keras.

"Lepas!"

Aku berteriak dengan sisa tenaga. Kepalaku sudah pusing akibat posisi terbalik dan suaraku juga sudah tidak tersisah banyak. Kepalaku terasa akan pecah saat ini juga akibat berteriak terus menerus.

Aku tunduk pada kekalahan, menghentikan kegiatan memberontak untuk mengurangi sakit di kepala. Namun tidak berdampak apapun, sakit di kepala menerjang terus menerus.

Sepertinya kesadaranku mulai mengilang perlahan-lahan.

*****

25 September 2022

Semangat!

Reyna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang