Twenty Nine

132 8 0
                                    

"Wil."

Badan William langsung berbalik ke arahku. Dia berjalan mendekat dan duduk di kursi sembari mengucapkan pertanyaan.

"Kenapa?"

Aku menggeser duduk agar semakin ke pinggir mendekati William dan tanganku bergerak mengisyaratkannya untuk mendekat. Lalu berbisik ke dekat telinganya.

"Nanti jangan pulang ya, nginep di sini aja, mau ngobrol tapi tunggu yang lain pulang dulu."

Terlihat raut kebingungan melanda William, dia menggarukkan bagian belakang kepalanya saat kembali duduk tegak.

"Tapi hari ini Ayah yang jagain Kakak karena Bunda harus keluar kota besok."

Tanpa sadar aku berdecak kesal mendengar pernyataan William. Pupus sudah rencana malam ini untuk mengorek habis informasi dari William.

"Bilang sama Ayah, kamu aja yang nemenin Kakak malam ini."

William menggeleng dengan tegas, "Gak akan berhasil, yang ada nanti dimarahin. Kasih tau sekarang aja, Kakak mau tanya apa?"

Aku menimbang dalam hati, haruskah tanya sekarang di saat ruangan ini masih ada Kak Arga dan Kak Regan. Kedua orang yang sangat susah sekali untuk diajak negosiasi selain Ayah. Mungkin saja akan tercium hal janggal jika aku bertanya kepada Willam.

"Sini, biar yang lain gak denger."

Akhirnya aku memutuskan untuk bertanya sekarang daripada semakin penasaran. Aku bergeser sedikit untuk memberi ruang di atas kasur, William yang paham langsung pindah dan kepalanya semakin mendekat.

"Willy pernah tau Kakak punya kembaran?" Aku berbisik di telinganya dengan memantau pergerakan dia manusia lain di ruangan ini.

William menjauhkan wajahnya, terlihat sekali dia kebingungan dan itu membuatku langsung mendapatkan jawaban.

'William tidak tahu apapun.'

"Maksudnya Kak Regal sama Kak Regan?"

Aku tersenyum setengah kesal mendengar jawaban William, apalagi Kak Regan sampai berbalik menatap kami berdua saat namanya terpanggil.

Aku langsung menggeleng dengan cepat untuk menjawab tatapan Kak Regan, "Gak ada apa-apa Kak."

Wajahnya menampilkan ketidakpercayaan mendengar jawabanku. Akhirnya Kak Regan berbalik dan aku menatap William dengan kesal sembari bersuara dengan bisikan, "Suaranya jangan keras-keras!"

"Ah." Mulutnya terbuka sedikit dan mengangguk paham, raut wajah William juga langsung berubah saat meminta maaf.

Beruntung William langsung mengerti dalam waktu cepat, meski jarang terjadi hal seperti ini. Tetapi aku masih bisa bernapas dengan lega jika berbicara dengan William.

"Bukan mereka, tapi Kak Reyna. Kamu pernah lihat ada yang wajahnya mirip sama Kakak?"

William kembali mengerutkan keningnya cukup lama, masih berusaha mengingat-ingat dengan cermat. Sampai akhirnya raut wajah William berubah, matanya membola cukup besar sembari terdiam menatapku.

"Kayaknya pernah, tapi itu udah lama."

'Finally!' batinku berteriak senang mendengar jawaban William.

"Kapan dan di mana?"

William berucap dengan tak yakin dan semakin dalam mengerutkan keningnya.

"Lupa Kak, tapi kalau gak salah ingat aku masih SD kelas 5 atau 6, entahlah. Aku pernah lihat sekali saat bicara sama Ayah, di ruang kerjanya."

Reyna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang