Aku mulai mengerjapkan mata perlahan saat merasakan tepukan di pipi. Sinar lampu dalam ruangan terasa begitu menyilaukan, langsung menyerang netra dengan kuat.
Mencoba menghalangi sinar lampu dengan telapak tangan. Saat lumayan mereda aku mulai memperhatikan sekitar.
Ada beberapa orang tambahan, khususnya Kak Arga dengan berberapa pelayan yang sedang membereskan barang-barangku.
Aku bangun perlahan dan mulai duduk. Kegiatan yang kulakukan hanyalah memperhatikan para pelayan yang sibuk keluar dengan membawa barang dan Kak Arga yang masih duduk di sofa dengan ponselnya. Hal itu juga dilakukan oleh Kak Regal di sampingnya. Hanya Willy yang sedang duduk di sebelahku dan menatapku sedari tadi.
Sepertinya yang membangunkan aku adalah Willy.
Hal itu juga diperkuat dengan netra Kak Arga saat bertatapan denganku lalu berkata.
"Sudah bangun? Mau pulang sekarang?"
Kak Arga mulai berdiri dan mengantongi ponselnya. Lalu berjalan ke arahku sembari memberikan tas yang tadi berada di sebelahnya.
"Ganti baju dulu."
Kak Arga memberikan tasnya kepadaku dan terdapat baju ganti yang sudah dipersiapkan. Kak Arga mengelus kepalaku ringan sebelum melangkah keluar dari kamar. Aku masih setia memperhatikan langkahnya hingga sang objek telah menghilang dari pandangan mata.
Suara Kak Regal menghancurkan lamunanku saat menatap pintu kamar.
"Langsung ke kamar mandi Ren, jangan ngelamun aja. Mau pulang gak?" oceh Kak Regal dengan fokus masih terikat ponsel.
Aku memutar bola mataku dengan malas. Masih sakit hati dengan kejadian sore tadi. Bahkan Willy saja peka dengan suasana hatiku hingga menepuk-nepukkan kepala pelan sembari berkata.
"Sudah."
Tanpa ingin mencari perkara, aku mulai turun dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi dengan membawa baju ganti.
Saat melihat cerminan diri sendiri, aku menjadi teringat dengan perempuan yang menjadi teman Arta dan Anak si Bapak, yang tak kuketahui namanya.
Sebenarnya sejak saat itu aku mulai merasakan kejanggalan tiada henti. Banyak sekali pertanyaan di dalam kepala yang tidak bisa kuutarakan. Bahkan aku yang tidak sadar jika memiliki tanda lahir, menjadi sering memperhatikannya dikala mengingat-ingat pertemuanku dengan Arta. Bahkan sekelebat ingatan yang saat itu pernah muncul, mulai menimbulkan berbagai imajinasi yang tidak memiliki jawaban.
Meskipun tidak mengingat dengan jelas, tetapi aku tau jika orang yang kulihat dalam ingatan samar-samar tersebut adalah 'Anak' si Bapak.
Kenapa aku bisa seyakin itu? Karena aku pernah bertanya kepada Kak Regal. Pertanyaan yang tidak sengaja membuatku memikirkannya setiap saat.
Aku sedikit mendapatkan berberapa keyakinan jika 'Anak' itu nyata dan kita pernah bertemu.
Ah, aku hampir selalu melupakan nama 'Anak' itu. Padahal Arta sudah menyebutkan namanya di depan mataku sendiri.
Anna, dia adalah perempuan yang mirip denganku. Bahkan aku sedang memikirkan sebuah kemungkinan yang paling logis, dia adalah saudara kembarku.
Dan itu diperkuat saat aku memberi pertanyaan kepada Kak Regal dengan pertanyaan yang tidak bermutu, namun sangat berarti bagiku.
"Kak, katanya manusia itu pasti punya kembaran ya?"
Aku bertanya dengan asal saat membaca buku yang isinya menjelaskan jika manusia hidup dengan memiliki 7 kembaran. Aku bertanya karena pemasaran dengan pendapat Kak Regal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reyna
Fiksi UmumKebingungan Reyna perlahan terkuak dengan sendirinya. Jati dirinya yang cukup membingungkan mulai terpecahkan. Nyatanya Reyna tetap tidak akan pernah keluar dari zona lingkup keluarganya yang sangat protective Ps: belum revisi dan bahasa masih alay...