38. The Night

1.5K 292 122
                                    

Sosok laki-laki itu duduk berlutut di lantai beranda. Wajahnya berwarna pucat tidak wajar dengan luka jahitan melintang di sekitar mulut. Mark masih mencengkeram kerah bajunya kuat-kuat.

Leo!

"Kau membuat Clavina ketakutan setengah mati!" Mark menggeram.

Leo hanya nyengir lebar untuk menggantikan ucapan permintaan maaf. Riasan Halloween-nya menjadi tidak semenyeramkan tadi. Mark melepaskan kerahnya dengan sebal.

"Teresa!" Leo berseru sembari bangkit berdiri. "Keluar dari persembunyianmu! Kita sudah ketahuan!"

Teresa juga di sini?

Mark menghampiri boneka bayi yang masih mengeluarkan suara tangisan di lantai dan mencari-cari tombol untuk mematikannya. "Apa maksudnya ini?" Ia mengangkat boneka yang sudah diam itu ke udara.

Leo hanya mengedikkan bahu. "Kau tahulah, agar lebih tematik."

"Tematik?" Mark tidak mengerti.

Aku ikut mengernyitkan dahi.

"Ayolah, kami semua menunggu keponakan." Leo nyeletuk.

Apa-apaan!

Perhatian kami semua teralih saat Teresa bergabung di belakang Leo.
Ia mengenakan kostum penyihir serba hitam lengkap dengan topi kerucut. Rambut merahnya tergerai bebas. "Halo, Semua." Ia menyapa tanpa ada rasa bersalah. Tangannya membopong banyak camilan.

"Apakah tidak ada yang mengingatkan bahwa kalian berdua ini bukanlah bocah lagi?" Mark melemparkan boneka bayi ke arah Leo yang langsung ditangkapnya dengan gesit.

"Ketus sekali kau." Leo mengusap-usap kepala botak boneka bayi di tangannya. "Memang tidak tepat berkunjung ke rumah pengantin baru di waktu-waktu begini."

Kuhela napas panjang. Perasaanku mulai tidak enak. Keberadaan Leo di sini berarti serangkaian ucapan tidak disaring.

"Ayolah, ini kan Halloween." Teresa mencicit seraya memeluk semua camilan yang dibawanya. Leo sama sekali tidak berinisiatif untuk membantu. "Harus ada perayaan."

"Di mana mobil kalian?" tanya Mark akhirnya, dengan nada yang melunak.

"Di ujung jalan, agar kalian tidak mendengar kedatangan kami." Teresa menjelaskan.

"Ya sudah. Leo, kau bantu aku buat api unggun." Mark melirik Leo, rautnya masih agak dingin.

Aku tersenyum senang. Malam ini tampaknya tidak akan berakhir cepat.

"Oke!" Leo tampak girang, ia menyusul Mark menghambur ke pekarangan entah untuk mengambil apa.

"Kalian mau cokelat panas?" tanyaku sebelum Mark dan Leo sepenuhnya menghilang.

"Tentu." Mark dan Leo menjawab dengan serentak.

Aku dan Teresa saling melempar senyum. Gadis itu menyerahkan sebagian camilan di tangannya kepadaku agar ia lebih mudah membawanya.

"Tadi kami sukses menakut-nakuti kalian, ya?" tanya Teresa saat kami sudah berada di dapur dan menyiapkan empat buah cangkir.

"Menakut-nakutiku lebih tepatnya. Mark tetap tenang sekali." Aku mengerling Teresa yang sedang menempatkan camilan-camilan ke dalam mangkuk dan piring.

Teresa terkekeh kecil. "Maaf, ini ide Leo. Menurutnya rumah seram kalian akan menjadi destinasi paling tepat untuk merayakan Halloween. Dan menurutku itu gagasan yang oke juga." Ia melirik labu Jack O'Lantern setengah jadi yang belum sempat kusingkirkan. "Siapa yang mengeksekusi labu itu?

"Aku," jawabku, merasa konyol. Kutuangkan air panas ke dalam masing-masing cangkir, tidak sampai penuh karena kami akan memasukkan marshmallow ke dalam cokelat panas. "Tidak jadi kuselesaikan karena aku keburu ketakutan akibat suara-suara aneh yang kalian buat."

In a Rainy Autumn [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang