40. Trust

1.4K 286 112
                                    

Aku berjalan cepat menuruni tangga dan menghambur masuk ke dapur karena mendengar bunyi berkelontengan. Setibanya di sana, ternyata penyebab dari keributan itu tidak lain adalah Mark.

"Kau sedang apa?" Kuhampiri Mark yang sedang berkutat dengan mangkuk besar berisi tepung bercampur dengan bahan-bahan yang tampaknya akan dijadikan adonan kue. Konter terlihat kotor dan agak berantakan.

Mark menoleh dan menyambutku dengan sebuah cengiran. "Aku ingin mencoba membuat kue."

Kulongok sekali lagi adonan kacau di dalam mangkuk yang tampaknya tidak akan mungkin berakhir menjadi kue. "Kenapa tidak bilang? Aku akan membuatkannya untukmu daripada kau repot-repot begini."

"Aku membuatnya sendiri karena ingin kuhadiahkan kepadamu." Mark tersenyum seraya kembali berkutat dengan adonan buruk rupa di mangkuk.

Dahiku mengernyit, namun hatiku menghangat mendengar niat tulus Mark.

"Kau sudah membuatku merasa bahagia sekali sejak menikah denganmu." Mark bergumam sembari mengulum senyum yang mempertegas lesung pipinya.

Aku tertegun mendengar itu. Rongga dadaku dipenuhi sesuatu yang hangat dan menyenangkan. Aku sampai tidak bisa berkata-kata.

Kau yang selama ini membahagiakanku, Mark.

Kuulurkan tanganku mendekati wajah Mark dan mengusap lembut noda tepung di tulang pipinya dengan ibu jariku. Mark tersenyum senang saat aku melakukannya.

Tiba-tiba aku terpikir sebuah ide gila.

"Mark, tolong menunduk sedikit. Aku ingin membisikimu sesuatu."

Dahi Mark mengernyit dramatis. "Kenapa harus bisik-bisik? Kita kan hanya berdua saja di sini."

"Ini penting dan harus dibisikkan." Aku mendesak meski merasa mulai gugup.

Mark menundukkan kepalanya ke arahku agar aku bisa menjangkaunya tanpa perlu berjinjit-jinjit.

Jantungku berdegup kencang.
Mark menunggu.

Aku mengecup pipi Mark.

Sebelum Mark sempat bereaksi, aku langsung berlari secepat kilat meninggalkan dapur. Dadaku bergemuruh. Perutku seperti disesaki kupu-kupu kecil yang sedang berpesta.

"Hey! Kau pikir kau bisa menciumku lalu melarikan diri begitu saja, Nyonya Evano?"

Aku melesat menaiki tangga. Kepanikan bercampur desakan ingin tertawa menyergapku saat menyadari Mark mengejarku. Matanya berkilat dan tampak gemas. Ia tampak seperti hanya menginginkan satu hal sekarang; mendapatkanku.

Kukira aku sudah aman saat mencapai lantai atas, namun tiba-tiba dua lengan kokoh menangkap pinggangku dan sontak saja tubuhku terangkat dari lantai. Punggungku menempel di dada Mark karena ia mendekapku erat dari belakang.

"Mau ke mana, Sayang?" tanya Mark dengan setengah berbisik di telingaku.

Kakiku menendang-nendang udara, berusaha melepaskan diri. "Mark! Lepaskan!"

"Kau tahu? Ini bagian terbaik dari memiliki istri mungil. Aku bisa mengangkat-angkatmu kapan saja, membawamu ke mana saja, dan kau tidak bisa memberontak."

"Turunkan aku!"

"Kita tidak usah jadi bersepeda pagi ini, ya."

"Kau sudah berjanji! Kemarin-kemarin hujan jadi kita akan bersepeda hari ini." Aku melemparkan nada menuntut.

"Aku berubah pikiran."

"Kau jahat sekali!" Aku berusaha melepaskan lengan Mark dari perut dan bagian bawah dadaku.

In a Rainy Autumn [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang