42. Blue Asters

1.3K 270 210
                                    

Aku memijit pelan pelipisku karena kepalaku agak berdenyut setelah cukup lama menatap layar laptop. Ada beberapa laporan yang harus kuperiksa hari ini, membuatku sama sekali tidak keluar kamar sejak makan siang tadi. Mataku terbelalak menyadari bahwa ternyata sekarang sudah hampir pukul lima.

Aku menoleh mendengar bunyi pintu kamar mengayun terbuka. Mark melangkah masuk lalu menutup pintu di belakangnya dengan kedua alis saling bertaut. "Sedang sibuk ya?"

"Hanya sedang memeriksa ulang laporan, siapa tahu ada yang terlewat." Aku menjawab sembari menyunggingkan senyum tipis.

Mark merebahkan diri di sampingku sambilan memeluk pinggangku. "Kalau sudah selesai bilang, ya."

Aku menunduk menatap Mark. Ia seperti sedang minta diperhatikan. Belakangan aku memang sedang disibukkan dengan urusan bisnis percetakan, jadi aku terkesan agak mengabaikannya. "Memangnya kenapa?" tanyaku lembut seraya mengusap rambut Mark.

"Aku ingin merebahkan kepala di pangkuanmu jika kau tidak lelah, sebentar saja." Mark bergumam seperti orang mengantuk.

Kedua sudut bibirku melengkung naik. Segera kusimpan dokumenku dan mematikan laptop. "Sudah selesai, kok." Aku beranjak untuk meletakkan laptop di atas nakas, Mark mengangkat kepalanya saat pelukannya di pinggangku terlepas karena aku bangkit sebentar. Setelah itu, aku kembali duduk di ranjang sembari bersandar nyaman pada tumpukan bantal. "Kemarilah."

"Kau yakin sudah selesai?" Dahi Mark berkerut.

"Tadi hanya pemeriksaan ulang," terangku lagi. Kutepuk pelan pahaku. "Jadi tidak?" tanyaku, sengaja mempermainkan Mark.

Mark langsung merebahkan kepalanya di pangkuanku. Ia mengerang pelan sembari memejam. "Ah, nyaman sekali."

Lenganku merangkul dada bidang Mark yang terasa hangat. "Tidurlah." Kumainkan ujung-ujung rambutnya dengan tanganku yang lain.

Mata biru Mark menatapku lurus. "Kenapa kau selalu memintaku tidur saat aku sedang berbaring begini?"

Senyumku terurai. "Entahlah, kau terlihat rileks dan aku jadi ingin melihatmu tidur."

"Aku ingin bersantai dan mengobrol. Lusa aku sudah harus pergi." Mark menggenggam tanganku yang berada di dadanya.

"Waktu cepat sekali berlalu, ya," kataku, hatiku seperti dicubit kesedihan yang dingin. Meski begitu, aku tidak ingin menunjukkannya kepada Mark. Aku sendiri yang memintanya untuk pergi. "Rambutmu bahkan sudah terlihat lebih panjang dibanding saat pertama kali kita bertemu."

Mark ikut menyentuh rambutnya. "Apakah menurutmu aku sudah harus memotongnya?"

"Terserah bagaimana nyamannya dirimu." Aku tidak ingin mengatur-ngatur.

"Kau lebih suka dengan yang gondrong atau yang rapi?" Mark bertanya aneh.

"Yang rapi sebenarnya," jawabku. "Jika gondrong seperti Thor, aku ngeri."

Mark terkekeh pelan. "Thor itu macho, kukira semua gadis akan tergila-gila dengan yang sepertinya."

"Tidak juga. Aku lebih suka dengan yang sepertimu." Aku mengatakan itu sembari tersipu.

Mata Mark melebar. Senyuman miringnya muncul. Ia menyentuh lembut daguku. "Sedang menggombaliku, ya?"

"Tidak." Aku langsung menyangkal. "Aku hanya mengatakan apa yang sebenarnya kurasakan."

Mark nyengir lebar, seperti girang sekali mendengar ucapanku.

Dahiku menyernyit. "Kau ini kenapa?"

"Senang." Mark menjawab polos.

In a Rainy Autumn [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang