Part (14)

324 43 21
                                    

Levi terus memacu kudanya. Pandangannya tak pernah luput dari gadis berlumuran darah yang ada di dalam kereta kuda disampingnya. Dilihatnya, wajah gadis itu kian memucat detik demi detik.

"Moblit! Nifa! Kalian ikut aku ke pusat untuk memanggil tenaga medis! Sisanya, kawal regu Levi hingga ke base!" titah Hanji.

"Baik!" koor semua serempak.

• • •

Sesampainya di base, regu Mike yang sedang berjaga dikejutkan dengan kedatangan regu Levi dan yang lain dalam keadaan terluka parah, terutama Petra yang berada dalam gendongan Levi.

Levi langsung membawa Petra ke kamar terdekat untuk segera diberi pertolongan pertama. Begitu juga yang lainnya, dibantu oleh regu Mike.

"Oi, cebol! Apa yang terjadi?" tanya Mike.

Levi masih terdiam. Pikirannya kalut, sekarang hanya tertuju pada keadaan Petra yang ada di dalam sana. Ia bahkan tidak peduli lagi dengan lengan kirinya yang bisa dibilang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Entah mengapa hatinya terasa.. hancur. Bayangan masa lalu yang ia benci kembali menghantuinya, kematian sang ibunda, Kuchel, serta kematian dua sosok berharga dalam hidupnya, Farlan dan Isabel. Tanpa ia sadari, ia juga telah menjadikan Petra sebagai salah satu alasannya untuk tetap bertahan hingga saat ini, meskipun ia belum bisa mempercayainya.

"Haahh, sebaiknya kau rawat juga lukamu itu, Levi," ujar Mike mengingatkan. Ia mengerti bahwa rekannya itu mungkin masih memikirkan apa yang terjadi pada regunya. Jadi, ia memilih untuk membiarkan Levi sendiri.

"Hanji sialan, lama sekali dia membawa tenaga medis."

Tepat setelah pria berambut undercut itu bersumpah serapah, Hanji datang bersama para tenaga medis. Tenaga medis utama langsung diperintahkan untuk merawat Petra.

"Levi, kau mau kemana?"

"Aku juga ingin masuk."

Hanji langsung mencegahnya, "Sebaiknya, kau rawat lukamu. Serahkan Petra kepada mereka."

Levi menghela nafas kasar. Mau tidak mau ia hanya bisa menuruti perintah wanita kacamata itu dan menunggu di luar ruangan.

"Kau mengkhawatirkannya, bukan?" tanya Hanji sambil menyiapkan perban.

Bingung ingin menjawab apa, Levi memilih untuk diam. Apa ia terlihat khawatir kepada Petra? Apa wajah dan perilakunya menunjukkan itu semua?

"Ini hanya luka ringan," ucap Levi mengalihkan pembicaraan.

"Hei, bahkan luka seperti ini bisa menurunkan performamu saat melawan Titan. Bisa-bisa jabatan 'kapten' mu itu dicabut lho. Dan kau nanti hanya bisa menyusahkan rekanmu dan jadi tidak berguna," ejek Hanji penuh penekanan sambil tersenyum jahil.

"Tch, kuharap kau segera menjadi santapan Titan."

"WAAA!!! Aku mau aku mau! Kau bisa bayangkan betapa besar gigi mereka, betapa empuk lidah mereka! AHAHAHAHA!!!"

Levi seketika menyesal telah meladeni wanita mata empat itu. Bagaimana ia bisa lupa bahwa wanita ini tergila-gila sehidup semati dengan Titan. Kalau bukan karena dia adalah rekannya, pasti sekarang ia sudah merobek wajah konyol itu.

"Lain kali akan kubantu mewujudkannya."

"EH BENARKAH?!"

"Ck, kalo perlu besok pagi juga."

Hanji tertawa terbahak-bahak, "Bercanda bercanda! Titan tetaplah musuhku sebesar apapun aku menyukai mereka. Mereka hanya membuatku tertarik dan penasaran."

"Hanji.."

"Hm?" 

"Dia satu-satunya anggota wanita di reguku. Khawatir itu sudah pasti."

"Wah, aku bahkan sudah melupakan pertanyaannya."

Seketika Levi langsung melempar tatapan mautnya dan malah dibalas dengan tawa menggelegar Hanji.

"Tapi, perasaanmu seakan mengatakan hal lain, bukan?"

"Hah?" Levi sedikit tersentak, "Apa maksud-"

"Sudahlah aku tau. Katakan saja padanya sebelum terlambat," sela Hanji sembari menepuk-nepuk bahu Levi.

"Oi, Hanji."

"Yosh, aku harus melihat keadaan yang lain dulu. Nanti aku kesini lagi."

Selepas bayangan sosok Hanji menghilang dari pandangannya, pria bersurai undercut itu menghela nafas panjang. Setelah ia hampir kehilangan salah satu anggota regunya, Levi merasa belum bisa bertanggung jawab sebagai seorang kapten. Siapapun orang yang ada di sekelilingnya bisa kapan saja terancam bahaya karenanya. Itulah kenapa ia tidak ingin menaruh harapan besar pada sesuatu. Ia tidak mau menyesal pada akhirnya.

• • •

"Operasinya berjalan dengan baik. Untungnya peluru itu menembus dada kanannya. Kalau tidak, harapan hidup untuk Nona Petra sangat kecil. Selain luka di dadanya dan beberapa luka memar, luka sayatan di hampir sekujur tubuhnya juga sangat parah. Tapi, kalian tenang saja, kami sudah memberi *Asam Traneksamat untuk menghentikan pendarahan disfungsionalnya. Mungkin masa pemulihannya yang akan berlangsung cukup lama. Nona Petra harus selalu diawasi dengan baik," terang dokter yang menangani Petra.

"Kami pasti akan merawatnya dengan baik. Terimakasih banyak. Kami berhutang budi pada kalian," ucap Hanji berterimakasih sambil berjabat tangan.

"Jangan bilang begitu. Kami yang harusnya berhutang budi pada prajurit tangguh seperti kalian. Melihat prajurit yang terluka membuat kami juga merasa sedih dan cemas. Nyawa kami para rakyat biasa, bergantung pada kalian."

Hanji dan Levi membalas memberi hormat kepada dokter itu.

"Kalau begitu, saya permisi dulu. Banyak rekan-rekan yang harus kami tangani juga, termasuk kalian, kapten, ketua."

"Aku tidak perlu. Kebetulan aku sudah diobati tadi. Obati saja dia."

"Levi-kau ini!" gerutu Hanji.

Dokter itu terkekeh, "Baiklah, mari, ketua Hanji."

• • •

Levi melangkahkan kakinya perlahan ke kamar dimana Petra berada. Tatapan yang sendu mengarah pada gadis bersurai caramel itu. Dilihatnya, hampir seluruh tubuh malang itu terbalut perban, menandakan ada banyak torehan luka yang gadis itu dapat. Bahkan, Levi belum melihat lagi wajah ceria gadis itu. Iris almondnya yang lekat, selalu memberikan ketenangan setiap kali Levi menatapnya, kini sedang menutup dengan bangganya. Merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam lingkaran kehidupannya, membuat Levi merasa ia merindukan keberadaan Petra. Bukan hanya fisiknya, melainkan seorang Petra yang selalu membuat orang betah berlama-lama dengannya.

Wajah Petra terlihat 'sedih' di mata Levi. Tanpa sadar kedua tangannya sudah tergerak mengusap pelan wajah pucat itu. 

"Jangan mengabaikan perintahku lain kali." 

Levi melontarkan kalimat yang sudah jelas Petra tidak bisa membalasnya. Pria itu memilih untuk bersandar di samping ranjang dengan tetap mempertahankan genggaman tangannya dengan tangan dingin Petra.

"Kenapa kau melindungiku.. dasar bodoh.."

Dan saat itu juga.. tak seorang pun yang dapat melihat sisi lemah seorang prajurit terkuat umat manusia. Tak seorang pun..

---------------

* Notes : dari informasi yang aku dapet di gugel, kandungan Asam Traneksamat bisa menahan atau menghentikan pendarahan, terutama pendarahan yang sampai parah (disfungsional). Oyaa umumnya dalam bentuk suntikan.

Kalo salah Author minta maap bgt yakk 🙏❤




𝑨𝒍𝒘𝒂𝒚𝒔 𝑩𝒆 𝑾𝒊𝒕𝒉 𝑼 [𝑳𝒆𝒗𝒊 𝒙 𝑷𝒆𝒕𝒓𝒂] 𝐒𝐞𝐚𝐬𝐨𝐧 𝟏Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang