Pria berpangkat komandan survey corps itu tengah berkutat penuh dengan dua lembar kertas bercap lambang dua divisi militer.
Stationary guard. Military Police.
Kini tersisa dirinya sebagai komandan untuk memberi cap resmi diatas kertas lain berisi goresan tinta tulisannya. Scouting legion. Kedua matanya menyapu pandang barisan tinta itu beberapa kali.
Sampai akhirnya suara ketukan pintu mengalihkan perhatian. Tampaklah Levi muncul dari balik pintu itu setelah dirinya memberi izin masuk.
"Izin pengesahan ekspedisi?"
Seperti biasa netra safir itu selalu tajam menelisik segala hal. Erwin berdengung pelan sebagai balasan ketepatan jawaban itu.
"Tampaknya otak cerdasmu sedang enggan berurusan denganmu," sindir Levi. "Sejak kapan kau jadi lambat dalam berpikir?"
"Bagaimana keadaannya?" tanya Erwin mengalihkan topik. Sedangkan Levi cukup peka untuk mengerti yang dimaksud dengan 'nya' pastilah Petra.
"Dia punya mimpi buruk."
"Bagaimana?"
"Cukup buruk. Tiga kali dia terlihat mencoba menyakiti diri."
"Apa dia masih bisa bertarung?"
"Apa kau sedang menyarankannya untuk tidak ikut ekspedisi?"
Erwin hanya terdiam, tak mengiyakan juga. Mungkin secara tak langsung memang itu maksud dari pertanyaannya.
"Aku selalu percaya keputusanmu. Jika itu lebih baik maka akan kulakukan," lanjut Levi.
"Keselamatan prajurit selalu menjadi tanggung jawabku, Levi. Tapi, aku sendiri mengorbankan banyak orang," Erwin menajamkan safir biru mudanya, memandang lekat kedua tangan besarnya. "Mengotori tangan memang sudah menjadi kewajibanku."
"Oi, tidak usah memandangi nasib menjijikkanmu."
Helaan nafas dari Erwin cukup mengakhiri perbincangan diantara mereka, dan berakhir dengan Levi yang menyaksikan Erwin tengah memberi cap diatas kertas itu.
Pria itu sedikit mengerutkan alis, mengingat kembali saat menemukan Petra dengan kondisi yang sama saat ketiga kalinya.
Malam itu.. hujan cukup deras membasahi tanah bumi. Angin malam yang dingin namun sejuk pun cukup merasuki kulit para manusia yang masih melakukan berbagai aktivitas masing-masing, tak terkecuali sang kapten pasukan elite.
Pria itu terlihat datar seperti biasa sembari membawa secangkir teh hangat di tangannya.
Kali ini teh buatan tangannya. Tidak buatan Petra.
Ah, tentu rasanya berbeda, seakan kehilangan satu rasa lain. Satu rasa yang Levi tak pernah membencinya. Entah kenapa ia lebih menyukai teh buatan tangan terampil itu, tidak akan pernah berubah.
Tujuannya telah sampai di depan pintu kamar seorang gadis yang kemarin telah mempersatukan perasaan mereka. Ada sedikit rasa kecewa perihal mengapa dirinya yang tidak menyatakan itu lebih dulu.
Egois memang, pikirnya.
Tak sangka dirinya bahkan lebih payah dalam soal perasaan, mungkin lebih payah dari Mikasa, si gadis penggila Eren itu. Terjadi karena keraguan dan kebingungan yang berakibat kesalahpahaman menguasai diri masing-masing.
Mungkin selain itu.. ia juga takut melukai Petra.
Mengingat kepribadian mereka yang sangat berbeda jauh, ia tahu betul. Ia bahkan tak percaya dengan semua yang sudah terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑨𝒍𝒘𝒂𝒚𝒔 𝑩𝒆 𝑾𝒊𝒕𝒉 𝑼 [𝑳𝒆𝒗𝒊 𝒙 𝑷𝒆𝒕𝒓𝒂] 𝐒𝐞𝐚𝐬𝐨𝐧 𝟏
Fanfiction"𝐵𝑖𝑎𝑟𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑢 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑠 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑑𝑎 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔𝑚𝑢. 𝐵𝑖𝑎𝑟𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑢 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑒𝑑𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝𝑘𝑢 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑚𝑢. 𝐼𝑡𝑢 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑚𝑝𝑖𝑎𝑛𝑘𝑢 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑚𝑢...