Tidak semua beban itu buruk..
Kita yang justru membuat suatu hal menjadi beban..
Dan menganggap semua itu menjadi buruk..
Ayahmu.. telah dihipnotis..
Adikmu.. dijadikan taruhan oleh mereka..
Saat itulah.. mereka membunuh adikmu..
"Haahh!!" Petra terbangun dengan bermandikan keringat dingin. Nafasnya menderu seperti habis berlari beribu langkah.
Kumpulan kalimat itu.. terus terngiang dibenaknya, membuat gadis itu merasakan sakit di kepalanya. Bagaimana tidak? Terbangun dari tidur dengan cara seperti itu sangat buruk.
Segera saja ia menepuk-nepuk kepalanya dan mengelus pelan dadanya sembari berkata, "Tenanglah, Petra.. tenang.."
Petra memegang dahinya sejenak. Suhu tubuhnya sudah lebih baik. Untungnya tidak separah semalam. Ya, gadis itu mengalami demam sepulangnya dari gubuk kemarin. Namun, ia sudah memutuskan untuk tidak pulang ke rumahnya dan memilih sewa penginapan, sementara ini. Ia perlu memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Baginya, mengembalikan pikiran jernihnya dan menjauh dari sang ayah adalah pilihan yang tepat.
Sinar matahari yang menembus celah jendela kamar bercat pastel dengan ukuran 3 × 4 meter itu membuat si penghuni seakan tertarik untuk mendekatinya. Ia putuskan untuk membuka jendela itu lebar-lebar. Tampaklah hiruk pikuk warga sekitar yang sudah beraktivitas di pagi hari. Ada yang sedang menjemur pakaian, bersiap untuk berdagang, jalan santai, serta para bocah belum berumur yang berlarian kesana-kemari.
Gadis itu selalu bersyukur masih bisa melihat suasana keseharian di dalam tembok ini. Benar, bahagia itu sederhana. Hanya hal seperti ini yang ia rindukan saat menjalani misi diluar tembok.
Dilanjutkan dengan dirinya yang memandang langit cerah nan biru, tak lupa ditemani sekumpulan awan putih. Angin pagi yang sejuk pun turut membelai wajah cantiknya. Kedua netra itu terpejam sesaat sembari menghirup dalam-dalam segarnya udara.
"Apa.. nanti aku bisa menerima semua alasan dari Ayah? Apa aku akan siap?"
• • •
Petra berjalan menuju asrama Survey Corps. Walaupun hari libur, Petra tetap tidak bisa untuk tidak beraktivitas barang sehari. Gadis itu memilih untuk mengunjungi Nanaba, si gadis berambut landak.
Jika mengingat sejarah awal mula pertemanan mereka, itu hanya sebatas pertemuan biasa semasa pelatihan kadet. Mereka dalam tim yang sama saat misi berkelompok. Dan entah kenapa mereka pun jadi akrab. Berbagai topik selalu mereka bicarakan, seakan tak ada habisnya.
Ah, mengingat rentetan memori itu membuatnya tak sadar bahwa dirinya telah sampai di kamar 202, berjarak dua kamar dari ujung koridor Barat asrama. Sepintas ia mendengar keramaian dari dalam. Namun, jika diperkirakan keramaian itu hanya berasal dari dua sampai tiga orang saja.
Diketuknya pintu itu perlahan, sampai terdengar balasan yang menyuruhnya untuk menunggu sebentar. Tak beberapa lama munculah perawakan Nanaba dengan rambutnya yang sedikit berantakan, tersenyum sumringah kearahnya.
"Oh! Kau rupanya, Petra!"
Petra langsung menangkup wajah Nanaba, membuat gadis berambut blonde itu terkejut.
"Kau ini habis ngapain sih?"
"Ahahahaha!! Itu.. aku sedang main gebuk bantal bersama Nifa."
"Gebuk bantal? Oh, ada Nifa juga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑨𝒍𝒘𝒂𝒚𝒔 𝑩𝒆 𝑾𝒊𝒕𝒉 𝑼 [𝑳𝒆𝒗𝒊 𝒙 𝑷𝒆𝒕𝒓𝒂] 𝐒𝐞𝐚𝐬𝐨𝐧 𝟏
Fanfiction"𝐵𝑖𝑎𝑟𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑢 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑠 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑑𝑎 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔𝑚𝑢. 𝐵𝑖𝑎𝑟𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑢 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑒𝑑𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝𝑘𝑢 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑚𝑢. 𝐼𝑡𝑢 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑚𝑝𝑖𝑎𝑛𝑘𝑢 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑚𝑢...