9. Pannic Attack

8.2K 548 154
                                    

Alisa terbangun dari tidurnya, tidurnya sama sekali tidak nyenyak. Ini masih jam 3 pagi, dan Ia tidak bisa tidur lagi.

Alisa mematikan lampu tidur yang temaram, berganti menyalakan lampu kamar yang terang. Alisa duduk di depan kaca. Tadi siang badannya tidak sesakit ini, sekarang badannya benar-benar terasa remuk.

Alisa menatap pantulan dirinya di cermin, ia membuka ikatan kimono tidurnya. pantas saja, lebam ditubuhnya semakin parah. Memar yang tadi siang berwarna merah, kini sudah berubah menjadi biru keunguan. Alisa tidak bisa melanjutkan tidurnya, setiap ia bergerak, tulangnya seperti mau patah.

Alisa mengikatkan kembali kimono tidurnya, Ia menatap Jefri yang tertidur pulas di atas kasur. Alisa mendekatinya, Ia duduk di tepi ranjang memperhatikan wajah Jefri yang damai. Alisa menyibakkan rambut gondrong Jefri, yang menghalangi wajahnya. Alisa tersenyum sendiri, melihat Jefri selalu mempesona, dalam keadaan apapun.

Salah satu tangan Alisa, tidak berhenti mengelus-elus rambut Jefri, seolah sedang menidurkan bayi. Andai Jefri selalu setenang ini, setiap menghadapi masalah. Alisa mungkin akan mati, karena terlalu bahagia.

Alisa mengingat, masa-masa manis Jefri mendekatinya. Alisa tersenyum, merindukan Jefri yang dulu, yang sebenarnya tidak pernah ada. Jefri yang sebenarnya adalah Jefri yang sekarang.

Alisa mengehentikan aktivitasnya, saat Jefri menggeliat. Alisa mengelus puncak kepala Jefri lagi, untuk membuatnya tidur kembali. Tetapi, Jefri malah terbangun. Jefri mengerjap, melihat Alisa yang sudah bangun, dan lampu kamar yang menyala, ia pikir sudah pagi.

"Jam berapa sayang?" Tanya Jefri dengan suara serak, khas orang baru bangun tidur.

"Masih jam 3, tidur lagi aja. Aku matiin lampunya" Alisa beranjak dari duduknya, hendak mematikan lampu, tapi Jefri mencegahnya. Alisa menoleh pada Jefri yang menahan tangannya.

"Duduk aja" pinta Jefri.
Alisa kembali duduk, diatas kasur. Jefri bangun dari posisi tidurnya, ikut duduk bersama Alisa. "Kenapa?" Jefri menanyakan, kenapa Alisa bangun sepagi ini.

"Kebangun, nggak bisa tidur lagi"

"Sakit ya?" Tanya Jefri, Jefri paham, cedera tubuh seperti Alisa saat ini, biasanya akan semakin terasa sakit setelah beberapa jam kemudian.

Alisa mengangguk, "tapi nggak papa kok, besok juga sembuh"

Jefri sangat merasa bersalah, tapi tidak mau menunjukkannya."mau ke tempat Marisa?"

Marisa adalah, kakak sepupu Jefri yang berprofesi sebagai dokter. Setiap Jefri keterlaluan memukuli Alisa, Jefri tidak pernah membawanya ke rumah sakit manapun, Jefri hanya mengandalkan Marisa untuk masalah seperti itu. Ia percaya Marisa bisa tutup mata, dan telinga, perihal konflik hubungan mereka.

"Nggak usah, kak Marisa juga pasti udah tidur"

"Kayaknya obat dari Marisa, masih ada" dengan masih mengantuk, Jefri turun dari kasurnya, ia membuka laci kamarnya, dan menemukan obat pereda nyeri, dan salep, yang pernah Marisa berikan pada Alisa, saat itu.

Jefri mengisi gelas, dengan air. Lalu menyerahkan obat, dan air itu pada Alisa. "minum"

Alisa segera mengambil, dan meminumnya. Jefri kembali duduk di depan Alisa.

"Coba buka baju kamu bentar" ujar Jefri, Ia ingin tahu kondisi badan Alisa.

Alisa melepaskan tali baju tidurnya, lalu melepaskan baju itu dari tubuhnya. Hingga Alisa hanya memakai pakaian dalamnya saja, saat ini.

Jefri menahan nafas, tapi wajahnya tetap dingin, saat melihat lebam berwarna kebiruan di bahu Alisa, di lengan atasnya, lalu yang paling parah, di paha atasnya. Seketika Jefri diliputi perasaan cemas, dan menyesal.

LOCKED (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang