30. Positif

8.1K 462 48
                                    

Pagi-pagi, Jefri dibuat panik, saat melihat Alisa, yang tidak seperti biasanya. Alisa memakai selimut rapat, dan wajahnya tampak pucat. Jefri mendekati Alisa, yang masih tidak bangun, dari tidurnya.

"Alisa?" Panggil Jefri, seraya meletakkan telapak tangannya, pada kening Alisa. Jefri terkejut, saat suhu badan Alisa, sangat panas.

"Alisaaa" Jefri mengguncang, Alisa pelan.

Alisa membuka matanya perlahan, Ia mengernyit, melihat wajah panik Jefri. "Hmm?" Alisa mengerang, sembari berusaha duduk. Saat duduk, kepalanya terasa pusing sekali. "mau berangkat?"

"Kamu sakit, Al? Badan kamu panas banget"

"Kayaknya" jawab Alisa, Ia memang merasakan tubuhnya, yang tidak fit. Alisa pusing, badannya panas, tapi Alisa merasakan kedinginan.

"Kita ke Marisa sekarang, ya,"

"Nggak usah Jef, aku istirahat aja di rumah"

"beneran?" Jefri meyakinkan Alisa, yang dijawab oleh anggukan lemah, olehnya.

"Aku mau ke kamar mandi bentar"

Alisa bangun dari tidurnya, Ia berjalan gontai, menuju kamar mandi, yang ada di kamarnya. Uh sialan, saat berdiri pusing di kepalanya, semakin tak terkendali. Alisa berhenti berjalan, ia memegang kepalanya yang seperti dihantam batu. Sedetik kemudian, Alisa tidak bisa menahan sakitnya, tubuhnya terjatuh, dan tidak sadarkan diri.

Jefri panik bukan main, saat Alisa pingsan, didepannya. Tanpa pikir panjang, Ia membopong tubuh Alisa, membawanya turun, dan mengantarnya ke rumah sakit, tempat Marisa bekerja.

Kening Jefri mengkerut, saat melihat perubahan pada ekspresi Marisa, ketika tengah memeriksa Alisa. Jefri tidak paham sama sekali, dengan apa yang dilakukan Marisa, ketika wanita itu mengoleskan cairan seperti gel, di perut Alisa, lalu meletakkan sebuah alat di perut Alisa, yang masih pingsan, dan sesekali memperhatikan layar monitor, yang berada di samping ranjang Alisa.

Marisa mendesah, setelah selesai memeriksa Alisa. Ia menurunkan kembali baju Alisa, hingga menutupi perutnya. Lalu ia beralih menatap Jefri, dengan tatapan kecewa.

Marisa berjalan menuju ruangan di samping, kamar Alisa. Jefri mengikuti Marisa, dengan bingung. Marisa duduk di kursinya, dan Jefri duduk di depan Marisa, yang dibatasi meja Marisa.

"Alisa kenapa?" Tanya Jefri, karena Marisa tidak juga bicara apapun, setelah memeriksanya.

Marisa menghembuskan nafas berat, "Alisa hamil"

Jefri membelalakkan matanya sebentar, lalu sesaat kemudian, kembali memasang ekspresi datar. "Oh, oke" respon Jefri, seadanya.

Marisa menautkan alisnya, Marisa yang lebih terkejut, melihat ekspresi Jefri, yang diluar ekspektasinya. Tapi kemudian Marisa sadar, lagipula apa yang Ia harapkan dari sepupunya? Berteriak histeris? Menjerit-jerit karena terlalu terkejut? Tentu, Jefri tidak mungkin melakukan itu.

"Jangan bilang Alisa, kalau dia hamil"

"Hah?" Kali ini Marisa lebih terkejut, bagaimana bisa ia menyembunyikan ini dari Alisa? Terlepas dari Alisa adalah kekasih sepupunya, tapi tetap saja, disini Alisa adalah pasiennya. Dan Marisa, tidak bisa melakukan itu. "Jangan gila deh"

"Gue serius Marisa, tolong jangan kasih tau Alisa apapun, perihal kehamilannya" ujar Jefri, kini wajahnya benar-benar, tampak memohon.

Marisa menggeleng, "gue nggak bisa, itu menyalahi aturan"

"Kan lo udah bilang ke Gue, itu sama aja. Gue walinya Alisa"

Marisa tertawa, bukan mentertawakan kehamilan Alisa, tapi mentertawakan jawaban Jefri, yang begitu dangkal. "Sejak kapan?"

LOCKED (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang