Jefri meletakkan kantong belanja, yang ia bawa, di nakas samping kasur Dava. Jefri membuka kantong tersebut, dan mengambil sekaleng soda dingin, dari sana. Jefri membukanya, lalu menyerahkannya pada Dava.
Dava mendengus, tidak percaya dengan apa yang Ia lihat. Tapi, ia tetap menerima minuman itu, dari tangan Jefri. "Lo bener-bener, sakit jiwa" ujar Dava.
Jefri membuka satu lagi kaleng soda, kali ini untuk dirinya sendiri. Jefri duduk di kursi samping hospital bed yang Dava tiduri. "Dasar bego! Lo pikir Alisa bener-bener butuh bantuan dari orang, yang bahkan nggak bisa nolongin dirinya sendiri?" Ujar Jefri, setelah meneguk sodanya. Jefri yang menyuruh preman itu mengirim pesan itu pada Dava, memakai nomor Alisa.
Saat Jefri membanting ponsel Alisa, Ia mengambil SIM cardnya. Dan Ia gunakan, untuk menipu Dava.
"Kenapa nggak hadepin gue sendiri? Takut?"
Jefri menekan pipi dalamnya, dengan lidahnya. Ia mendengus, "gue sibuk, gue nggak ada waktu buat ngladenin sampah, kayak Lo"
Dava tertawa, bisa-bisanya Jefri tidak merasa bersalah sedikitpun, setelah melakukan tindak kejahatan. Dia memang seorang penjahat, yang sesungguhnya. "Lo nggak sadar, gue bisa jeblosin Lo ke penjara"
"Coba aja kalau bisa" ujar Jefri santai
"Mungkin gue nggak akan lakuin itu" jawab Dava. "Bakal lebih seru, kalau Lo bisa lihat Alisa ninggalin Lo, dan sembunyi di belakang punggung gue"
"Lo pikir Lo menang, dengan bikin Gue kayak gini? Salah! Kejadian ini yang bakal buka mata Alisa, bahwa selama ini Ia salah memilih bertahan sama penjahat, kayak Lo"
Rahang Jefri mengeras, Ia mencengkram kaleng soda ditangannya, hingga meleyot. Bahkan saat terbaring di rumah sakit, Dava masih bisa memprovokasinya. Harusnya kemarin, Jefri memastikannya mati sekalian.
"Alisa milik gue, dia nggak akan ninggalin gue" ujar Jefri tegas, walau sebenarnya Ia kurang percaya diri.
Dava tersenyum miring, "kita lihat aja, siapa pemenang akhirnya" Dava menantang Jefri, "gue, atau Lo" ujar Dava pelan, menekan setiap kata yang Ia ucapkan.
*****
Sudah tiga hari, sejak malam yang menegangkan dimana Alisa menyaksikan, Dava dipukuli. Tapi Alisa masih belum bisa melupakannya. Hatinya selalu gelisah, setiap teringat peristiwa itu. Bahkan hingga kini, Ia masih tidak tahu, kondisi Dava seperti apa.
Sementara Jefri, usahanya membayar preman-preman itu, tidak sia-sia. Tujuannya tercapai, Jefri mendapatkan kembali Alisanya, yang Ia suka. Alisa yang penurut, mengikuti setiap apa yang Ia perintahkan, tanpa protes. Alisa yang tidak banyak membantah, dan tidak pembangkang. Yaaa Jefri mendapatkannya lagi.
Pagi-pagi Jefri dibuat panik, saat melihat Alisa yang tidak seperti biasanya. Alisa memakai selimut rapat, dan wajahnya tampak pucat. Jefri mendekati Alisa, yang masih tidak bangun, dari tidurnya.
"Alisa?" Panggil Jefri, seraya meletakkan telapak tangannya, pada kening Alisa. Jefri terkejut saat suhu badan Alisa sangat panas. "Alisaaa" Jefri mengguncang Alisa, pelan.
Alisa membuka matanya perlahan, Ia mengernyit melihat wajah panik Jefri. "Hmm?" Alisa mengerang, sembari berusaha duduk. Saat duduk, kepalanya terasa pusing sekali. "mau berangkat?"
"Kamu sakit Al? Badan kamu panas banget"
"Kayaknya" jawab Alisa, Ia memang merasakan tubuhnya yang tidak fit. Alisa pusing, badannya panas, dan Alisa merasa sangat lemas.
"Kita ke Marisa sekarang, ya,"
"Nggak usah Jef, Aku istirahat aja, di rumah"
"beneran?" Jefri meyakinkan Alisa, yang dijawab oleh anggukan lemah, olehnya. "Aku tinggal kerja nggakpapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOCKED (End)
Roman d'amourDimata Jefri, Alisa adalah miliknya. Alisa adalah wujud wanita yang paling cocok dengannya, tanpa ia sadari ia sendiri yang memaksa Alisa menjadi wanita idealnya. Jefri yakin, Alisa tidak akan meninggalkannya, karena wanita itu amat mencintainya, ta...