23. Depression

7.6K 459 45
                                        

Jefri berlari Cepat melewati lorong apartemennya, darah Jefri berdesir, begitu mendapat kabar dari Marisa, kalau Alisa pergi. Perasaan Jefri campur aduk, otaknya kacau, begitu mendengar kabar itu.

Jefri membuka pintu apartemennya, dan dengan langkah paniknya, Ia menyergap masuk, ke dalam. Marisa sudah berada di apartemen Jefri, Ia tidak sengaja tau, password apartemen Jefri, dari Alisa.

Marisa terkejut bukan main, begitu Ia selesai dari toilet, dan tidak melihat Alisa ada di tempatnya, Ia mencoba menunggu, 10 menit, hingga sampai setengah jam, tetapi Alisa tidak kembali. Setelah melihat cincin Alisa, yang ditinggalkan di meja, saat itu Marisa sadar, bahwa Alisa tidak akan kembali.

Marisa dengan hati-hati, memberitahu Jefri, menenangkannya, supaya Ia tidak panik, padahal Marisa juga panik, tapi jika Jefri yang panik, urusannya sedikit beda.

Setelah menyadari Jefri tampak sangat marah, Marisa meminta Jefri untuk menekan emosinya, terlebih dahulu. Marisa mengatakan, Ia akan menemui Jefri, di apartemennya, untuk menjelaskan kronologis kejadiannya, secara langsung.

Marisa tiba lebih dulu, dan Ia menunggu Jefri dengan gusar, Ia juga merasa bersalah, karena Alisa kabur, saat pergi bersamanya.

Marisa berdiri, begitu mendengar pintu apartemen dibuka, Ia melihat Jefri dengan wajah panik, berjalan kearahnya.

"Marisa, mana Alisa?" Tanya Jefri, gusar.

"Tenang Jef, duduk dulu" Marisa mencoba menenangkan Jefri, dan mengajaknya bicara, dengan kepala dingin.

"MARISA!" Bentak Jefri, Ia tidak sedang dalam suasa hati yang baik, untuk berbasa-basi. Ia ingin segera tau, Alisa kemana. "KEMANA ALISA, BRENGSEK?"

Walau terkejut, dan ingin marah, karena Jefri memakinya, tapi Marisa lebih bisa mengendalikan dirinya, ketimbang Jefri. "Maafin Gue Jef, Gue, Gue juga nggak tau, Alisa ada dimana"

Jefri mendengus, kenapa Marisa bisa tidak tau, Alisa terus bersamanya, sebelum menghilang. Jefri benar-benar tidak bisa menahan emosinya untuk ini, memikirkan bagaimana jika Alisa tidak kembali, membuat darahnya panas.

"Kenapa bisa nggak tau? Alisa kan sama Lo!"

Marisa menelan ludah, melihat kedua tangan Jefri, yang terkepal sempurna. Sekarang Ia bisa membayangkan, bagaimana rasanya jadi Alisa, ketika menghadapi kemarahan Jefri. Ini adalah pertama kalinya, bagi Marisa, melihat Jefri begitu murka kepadanya, dan lumayan membuat jantungnya berdebar.

"Gue tadi ke toilet Jef, pas Gue balik, Alisa udah nggak ada" Marisa mencoba menjelaskan, setenang mungkin, "jangan khawatir, gue bakal bantuin Lo, cari Alisa"

Jefri mendekati Marisa, dengan langkah besar, dan tatapan mata yang sulit diartikan. Ia teringat perkataan Marisa, setelah mengobati Alisa yang habis Ia pukuli, setelah meminta untuk putus. Saat itu, Marisa mengatakan, bahwa Marisa akan menolong Alisa, untuk pergi darinya, jika Alisa berakhir seperti itu lagi. Jefri pikir, Alisa mungkin berhasil meyakinkan Marisa, dan Marisa membantunya untuk pergi.

Marisa tetap diposisinya, saat Jefri mendekatinya dengan langkah menakutkan, perasaannya sudah tidak enak, sejak melihat mata Jefri yang penuh amarah, dari awal. Tapi Marisa tetap akan mengahadapinya

Jefri mencengkram lengan Marisa kuat, hingga Marisa merasakan sakit. "Dimana Alisa, Lo tau kan, dimana Dia?"

"Gue beneran nggak tau Jef!" Marisa tidak tahan, Ia mulai menaikkan suaranya, saat Jefri kini terkesan mencurigainya.

"Lo pernah bilang, kalau Lo bakal bantu Alisa pergi dari Gue, Lo sembunyiin Dia kan?"

Marisa mendengus, tidak menyangka, Jefri benar-benar menuduhnya. Ia memang pernah mengatakannya dulu, tapi akhir-akhir ini, Ia yang meyakinkan Alisa, untuk tetap disisi Jefri.

LOCKED (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang