Bab--Lima

41 1 0
                                    

🍓
🍓
🍓

SELAMAT MEMBACA 🥰

🍓
🍓
🍓

Aku merebahkan tubuh di kamar tidurku, walaupun sedikit berantakan, juga ada beberapa lembar kertas yang berhamburan, tapi kamar tetaplah tempat yang membuat tidurku terasa nyaman.

Dalam beberapa menit terakhir ponselku bergetar beberapa kali. Dilayarnya tertulis nama Mannaf. Selalu saja dia, dia, dan dia yang muncul di kehidupanku.

"Nay," ucapnya.
"Iya, ada apa?," tanyaku.
"Gimana suratnya?," tanya Mannaf.
"Sudah aku berikan sama dosen," jawabku.
Dia menanyakan tentang surat yang dia titipkan kepadaku begitu saja, tanpa dia sadari surat itulah yang membuat ceritaku cukup menegangkan hari ini.
"Kamu sudah pulang dari kampus, Nay?," tanya Mannaf.
"Udah kok, udah di rumah," Jawabku.
"Kamu ngga terlambat, kan?," Tanya Mannaf.
"Ngga kok," jawabku.
Aku menjawab pesannya sembari mengerutkan kening, mengingat kejadian ketika aku dimarah sama bapak kumis pagi tadi, "biarin dah Mannaf ngga perluh tahu soal ini", ucapku dalam hati.
"Syukur deh, kalau gitu," Ucapnya.
"Iyah," ucapku.
Kamu seharusnya bersyukur memiliki teman seperti aku, yang mau menyembunyikan ketegangannya meskipun semua ketegangan itu berasal dari kamu. Rasanya aku ingin ngomel-ngomel, atau pun bercerita kepadanya tentang kejadian yang aku alami pagi tadi.
"Nanti malam, aku telpon, yah," ucap Mannaf.
"Hah? Mau ngapain, mau bahas apa?," Tanyaku.
"Ada deh, pemasaran ya..?," Tanya Mannaf.
"Ngga juga kok, biasa saja, aku hanya takut krik krik krik saja," ucapku.
"Ha ha, ngga bakalan kok. Tapi serius ada hal yang ingin aku bicarakan sama kamu, malam nanti," ucapnya.
"Apaan?," Tanyaku.
"Penasaran ya.. nanti saja deh," ucap Mannaf.
"Oke deh," jawabku.

Sebenarnya apa yang terjadi dengan Mannaf, akhir-akhir ini dia sering menghubungiku bahkan sekarang dia ingin menelponku, dan ada hal yang ingin dia bicarakan, ntahlah apa yang akan menjadi pembahasan kami nanti.

******

Drt... Drttt...

Sekitar pukul 22:00 WIB, Ponselku bergetar. Pasti telpon dari Mannaf gumamku dalam hati.

"Assalamu'alaikum," ucapku.
"Wa'alaikumussalam," jawab Mannaf.
"Hm, kamu, ada apa, mau bicara apa?," tanyaku.
"Nay," Ucap Mannaf.
"Iya, ada apa?," tanyaku.
"Kamu lagi sibuk ngga?," Tanya Mannaf.
"Aku masih mengerjakan tugas kuliah, tapi kalau kamu mau bicara, ngga apa-apa kok, bicara saja," Ucapku.
"Kamu ngerjainnya tugasnya yang ikhlas dong, jangan manyun, ha ha," ucap Mannaf Mannaf.
"Dasar, sok tahu," ucapku.
"Ha ha, kali aja kan," ucap Mannaf.
"Ikhlas kok....," Mannaf memotong perkataanku.
"Nay, aku boleh bertanya sesuatu ngga?," tanya Mannaf.
"Kamu mau tanya apa?," ucapku.
"Gimana tanggapan kamu kalau ada laki-laki yang mau menjalin komitmen sama kamu?," Ucap Mannaf.
Deeg... Mendengar kata komitmen, aku langsung terdiam, seumur hidupku belum ada laki-laki yang mengajakku menjalin komitmen, tapi malam ini dengan santainya dia menanyakan hal ini padaku.
"Hah, apaan?," Tanyaku.
"Tuh kan, ngga fokus," ucap Mannaf.
"Lagian sih, kamu ada-ada saja," ucapku.
"Aku serius, gimana jawaban kamu, Nay?," tanya Mannaf mengulangi pertanyaannya yang sama.
"Komitmen? maksud kamu?," Tanyaku.
"Kalau ada seorang laki-laki yang mau menjalin komitmen sama kamu, kira-kira gimana tanggapan kamu, Nay? Apakah kamu akan menerimanya, apakah kamu akan menolaknya?," tanya Mannaf.
"Memangnya siapa yang mau berkomitmen denganku? Aku rasa ngga ada," jawabku.
"Kamu jangan kaget, Nay," jawabnya.
"Iyah, siapa?."tanyaku.
Aku semakin penasaran dengan jawabannya, tapi ada yang mengganjal dipikiranku, jangan-jangan dia mau menanyakan hal itu untuk dirinya sendiri, tapi tidak mungkin, aku hanya perempuan biasa sedangkan dia sangat populer dikampus, aku rasa dia sangat mudah mendapatkan perempuan yang lebih cantik dan lebih pintar dari aku.
"Kamu!" jawab Mannaf.
Aku terdiam, aku tidak salah dengar, kan?, serius dia mau mengajakku menjalin komitmen, apa dia tidak salah pilih, pikiranku mulai bertanya-tanya. Apakah dia hanya mempermainkan ku, jika iya, dia sungguh keterlaluan.
"Hah, siapa?," tanyaku untuk yang kedua kalinya.
"Kamu, Naymira ...," jawab Mannaf dengan pelan.
"Tapi... aku ngga mau menjalin komitmen," Jawabku.
"Kenapa?," Tanya Mannaf.
"Laki-laki itu kebanyakan hanya mengumbar janji, tapi akhirnya nyakitin lalu pergi," jawabku.
Aku berkata seperti ini, bukan berarti aku pernah menjalin komitmen lalu menjadi korban patah hati, tapi karena aku banyak mendengar cerita-cerita dari orang-orang disekitarku,
"Aku bukan laki-laki seperti itu, Nay," jawabnya.
"Terus?," jawabku.
"Aku mau mengikat kamu sampai aku mampu menikahi kamu," Jawab Mannaf.
"Kalau kamu mau serius sama aku, buktikan padaku!," Jawabku.
"Aku ingin, agar kamu mau menemaniku dari sekarang hingga nanti, aku ingin kamu menemaniku dari aku tidak memiliki apa-apa hingga aku memiliki segalanya," Jawab Mannaf.
"Apakah kamu tidak akan menyakitiku? Apakah kamu tidak akan membuatku bersedih? Apakah kamu tidak akan menjatuhkanku? Dan apakah kamu tidak akan meninggalkanku?," tanyaku.
"jika aku berjanji untuk tetap tinggal dan bersamamu saat nanti aku telah sukses dan memiliki segalanya, akankah kamu berjanji untuk tetap mendampingiku saat nanti aku dijatuhkan dan tidak memiliki apa-apa lagi?," tanya Mannaf.
"Mengapa kamu memilihku?," tanyaku.
Aku masih ngga percaya, apakah ini benar-benar Mannaf, entahlah drama apa yang terjadi pada malam ini.
"karena aku telah memilih kamu sebagai perempuanku yang akan menjadi rumah bagi lelahku suatu saat nanti," jawabnya.
"Kamu berkata seperti itu, soalah-olah kamu sudah begitu yakin dengan pilihan hatimu," jawabku.
"Walaupun perkenalan kita masih sangat baru tapi tidak ada keraguan untuk aku menjalin komitmen dengan kamu, Nay," Ucap Mannaf.
"Bagaimana jika kita hanya bersahabat saja?," Tanyaku.
"Aku ngga mau kalau kita hanya sebatas sahabat saja," Jawab Mannaf.
"Lah, memangnya kenapa?," tanyaku.
"Aku ngga mau," ucapnya dengan jawaban yang sama.
"Beri aku waktu untuk berpikir," jawabku.
"Coba kamu pikirkan lagi Nay, aku berharap kamu mau menerima aku dan mau berjuang bersamaku," Jawab Mannaf.
"Baiklah," jawabku.
"jika kamu bersamaku, aku janji tidak akan berpaling kepada wanita lain, selain kamu," Ucap Mannaf terus menyakinkanku dengan segala janjinya.
"Maaf Mannaf, aku masih ragu," Jawabku.
"Apa yang membuat kamu ragu, Nay? kamu meragukan janjiku?," Tanya Mannaf.
"Aku takut jika suatu saat nanti kamu pergi meningalkan aku, sebab ada wanita yang lebih menarik, lebih pintar, dan lebih berprestasi dari aku, karena aku hanya wanita biasa, aku tidak seperti kamu yang memiliki kepopuleran di kampus," Jawabku.
"Aku janji tidak akan melirik wanita lain, aku hanya ingin bersama kamu dari sekarang hingga nanti, kamu segala-galanya untukku, tidak ada wanita lain yang bisa menggantikan kamu di hatiku," Jawab Mannaf.
"Kamu, yakin?," Tanyaku.
"Aku yakin," ucap Mannaf.

Me And Blue Campus (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang