🍓
🍓
🍓SELAMAT MEMBACA TEMAN-TEMAN 🥰
🍓
🍓
🍓Entah, ada apa dengan hari ini yang jelas rasa sesak di dadaku semakin membengkak. Pagi ini, aku sudah berada di kampus, untuk bertemu dengan Mannaf, biasanya aku sangat bersemangat ketika mau bertemu dengan Mannaf. Tapi, hari ini sebaliknya. Apakah di hatinya masih ada aku atau sudah ada orang lain yang berhasil menggantikanku, aku tidak tahu dan tidak ingin tahu.
Aku menunggu Mannaf sejak pukul 08:00 WIB sesuai dengan perjanjian semalam, sebagai orang yang disiplin, tentu saja aku sudah tiba sebelum jam yang telah ditentukan, sekarang sudah pukul 09:30 WIB, dia juga belum datang, aku bertambah yakin kalau dia benar-benar telah mengabaikanku. Aku menunggu dan terus menunggu sampai pukul 10:00 WIB, aku sangat kecewa bahkan aku tidak mengerti dengan Mannaf yang sekarang, dia sangat berubah, prihal waktu saja dia sudah seperti ini, apalagi masalah perasaannya kepadaku.
"Nay, kamu dimana?," tanya Mannaf mengirim pesan kepadaku.
"Aku di kampus," Jawabku.
"Nay, kamu duluan saja ke tamannya, nanti aku menyusul," Ucap Mannaf.
"Baiklah," Ucapku sembari berjalan ke arah taman kampus.
Dari kejauhan aku melihat Mannaf sedang berjalan ke arahku, aku menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca, dulu ketika kami bertemu, dia selalu membahas prihal mimpi dan keinginannya di masa depan, tapi hari ini kami bertemu hanya untuk smengucapkan salam perpisahan.
"Nay, kamu sudah lama menunggu?," Tanya Mannaf yang baru saja tiba di sampingku sembari mendudukkan tubuhnya di sebuah kursi.
"Ngga kok, aku baru saja tiba," jawabku.
Aku segaja tidak memberi tahu dia, kalau aku sudah berjam-jam menunggunya, bagiku itu tidak terlalu penting, aku melihat senyum Mannaf sudah berbeda, seoalah dia berada di hadapanku tapi hatinya tidak lagi bersamaku.
"Mengapa kamu memintaku untuk bertemu dengan kamu, Nay?," Tanya Mannaf mulai membuka pembicaraan.
"Aku butuh penjelasan perihal pesan yang kamu kirim kemarin," Ucapku.
"Alasannya yang pertama: Karena aku ingin menikah tapi kamu belum siap untuk menikah. Yang kedua, sejak satu tahun lalu, sudah tidak ada komunikasi diantara kita alias pakum. Jadi, untuk apa hubungan ini dipertahankan?," Jawab Mannaf.
Siapa yang salah diantara kami, aku yang terlalu bodoh karena mau menerima komitmen darinya sekaligus mempercayainya, atau dia yang salah, karena dia tidak bisa memenuhi janjinya, atau kami berdua sama-sama salah. Entahlah.
Hatiku sakit ketika Mannaf mengatakan bahwa kami tidak pernah berkomunikasi lagi sejak satu tahun lalu, Jikalau dia merasa kesal karena kami tidak pernah bertemu bahkan mengirim pesan pun jarang, dia haru tahu, aku melakukan semua itu karena aku mengikuti apa yang dia inginkan ketika aku belum siap untuk menikah dengannya, tepat ketika kami masih sama-sama semester tiga.
"Mengapa kamu baru bicara sekarang? kamu tahu kan kita sama-sama menyelesaikan tugas akhir," ucapku.
"Mungkin waktunya memang kurang tepat, tapi kamu harus tahu bahwa inilah keputusan yang terbaik, aku telah memikirkan keputusan ini sejak tiga bulan lalu," jawab Mannaf.
"Aku membutuhkan semangat dan motivasi dari kamu," ucapku. Aku berbicara dengan nada yang terbata-bata, aku kaget, ternyata sejak tiga bulan lalu dia telah berniat untuk mengakhiri hubungan kami tanpa sepengetahuanku.
"Aku berharap kamu bisa menerima keputusan ini, meskipun aku tahu, kalau keputusan ini sangat menyakitkan untuk kamu Nay," jawab Mannaf.
"Aku yakin, kamu pasti bisa tanpa aku," ucap Mannaf menyambung perkataannya tadi.
"Hiks hiks, aku tidak bisa, aku pasti hancur, aku tidak bisa jika tidak bersama kamu, lebih baik kamu jauh dariku tapi kamu masih bersamaku daripada kamu dekat denganku tapi kenyataannya kamu tidak lagi bersamaku, aku sungguh kecewa, inikah balasan kamu kepadaku, inikah wujud janji kamu dahulu kepadaku, mana janji kamu kalau kamu ingin bersamaku hingga nanti, tega sekali kamu kepadaku," ucapku.
"Maafkan aku, aku memang salah, tapi aku tidak bisa merubah keputusanku Nay," jawabnya.
"Tidak adakah sedikit pun rasa cinta di hatimu untukku, tidak adakah rasa kasihan kepada gadis yang sedang berada dihadapan kamu ini, gadis yang selama ini selalu menanti kehadiranmu, gadis yang selama ini selalu merindukanmu, sungguh kamu sangat kejam kepadaku Mannaf," jawabku.
"Aku memang kejam, tidak ada orang yang lebih kejam selain aku, maka dari itu kamu harus menjauh dariku, aku tidak pantas untuk kamu, aku tidak pantas mendapatkan cinta setulus kamu, sungguh aku tidak pantas mendapatkannya," jawab Mannaf.
"Tidak adakah namaku di hatimu, meskipun sedikit, aku ingin tahu sehingga kamu tega melihat deraih air mata gadis yang dulunya sangat kamu cintai dengan sepenuh hati, tolong jawab pertanyaanku, janganlah kamu berbohong denganku, tolong lihat lah mataku," jawabku.
"Maaf Nay, namamu hanya masa lalu untukku, sudah aku katakan aku tidak pantas dmiliki oleh gadis setulus kamu, jika kamu masih memilihku, kamu akan bertambah sakit Nay," jawabnya.
"Kamu salah, aku lebih sakit jika hari-hariku tidak lagi terisi oleh namamu, tidak lagi memikirkan tentangmu, sungguh aku tidak akan bisa tanpamu kamu Mannaf," jawabku.
"Apa yang kamu harapkan dari laki-laki yang tidak memiliki perasaan, apa yang kamu harapkan dari laki-laki yang telah membuat kamu menyimpan rasa sedih selama bertahun-tahun, aku tidak pantas untukmu Nay," jawabnya.
"Aku memang sedih, tapi sedihku akan terobati ketika aku tahu kalau aku masih memilikimu, tapi sekarang sedihku akan bertambah karena kamu telah melepaskan aku," jawabku.
"Tidak... tidak... tidak... kamu pasti akan bahagia jika aku tidak ada dikehidupan kamu lagi, kamu bukanlah gadis yang lemah, kamu adalah gadis yang sangat kuat," jawabnya.
"Kamu tahu apa tentang aku, bahkan perasaanku saja kamu tidak peduli, bagaimana bisa kamu mengtahui kalau aku adalah gadis yang kuat. Aku sangat lemah, aku sudah pasti akan hancur ketika aku melalui hari-hariku tanpa kamu, kamu lah peganganku, kamu lah kekuatanku, kamu lah alasanku untuk bertahan hingga saat ini," jawabku.
"Cukup Nay, aku bertemu denganmu bukan untuk berdebat, status kita sudah berbeda, kamu berhak memilih siapa pun yang akan menjadi penggantiku, aku tidak akan melarang kamu," jawab Mannaf.
"Aku tidak akan bisa menemukan laki-laki lain, selain kamu, jika kamu mendapatkan aku menjalin hubungan dengan laki-laki lain, perluh kamu ketahui, dibalik namanya masih ada nama kamu dihatiku, sampai kapanpun tidak ada orang lain yang bisa menggantikan posisi kamu di hatiku, ingatlah kata-kataku," jawabku.
"Jangan...... jangan kamu melalukan itu," jawabnya
"Bukan urusan kamu, jika aku menjadi gadis yang sangat kejam prihal perasaan," jawabku.
"Nay, aku yakin kamu adalah gadisku yang penuh dengan kelembutan," jawabnya.
"Iya, itu dahulu," jawabku.
"Hingga nanti...., dan sampai kapanpun itu, kamu akan menjadi gadisku yang penuh dengan kelumbutan dan ketulusanmu, ini akan menjadi ciri khas dari sosok Naymira yang aku kenal," jawabnya.
"Ini, surat-surat yang pernah kamu kasih untuk aku," Ucapku.
Aku mengeluarkan beberapa lembar kertas yang masih tersimpan di dalam tasku. Kertas-kertas itu merupakan hasil goresan tangannya sejak tahun 2016 lalu, dahulu dia berhasil meluluhkan hatiku dengan untaian syair di setiap tulisannya.
"Kamu simpan saja sebagai kenang-kenangan bahwa kita pernah bersama," Ucapnya. Dia mengembalikan surat-surat itu kepadaku.
"Ngga, kamu harus menyimpan semua surat-surat ini," Jawabku.
"Kamu mau mengembalikan semua surat-surat ini kepadaku?," Jawab Mannaf. Dia mengeryitkan kening sembari melihat ke arah lapangan kosong yang tidak jauh dari tempat duduk kami.
"Dulu, ketika kamu masih bersamaku tulisan ini menjadi semangat untukku, tapi sekarang sebaliknya, dia menjadi salah satu sebab kesedihanku" Ucapku. Airmataku terus mengalir sembari memegang lembaran kertas di tanganku, begitu lemah kah diriku saat ini.
"Jangan kamu lihat, cukup kamu simpan saja," ucap Mannaf seolah tidak mau ambil pusing dengan perkataanku.
"Baiklah, akan aku simpan." Ucapku. Akhirnya, aku mengalah, aku memasukkan semua surat-surat itu ke dalam tas.
"Kamu, jangan egois, Nay," Jawab Mannaf.
"Iya." Ucapku. Wajahku cemberut tanpa senyuman, menarik bibir untuk tersenyum suatu hal yang sangat sulit untukku saat ini.
"Aku mau melihat semua surat-surat ini masuk kedalam tas kamu, Nay," Jawab Mannaf. Dia menunjuk lembaran surat yang ada di tanganku.
"Baiklah, sudah kok," jawabku.
Aku memilih mengalah, aku cape jika harus berdebat dengannya.
"Kamu ngga ada kegiatan lagi?," Tanya Mannaf.
Dia bertanya padaku setelah beberapa menit kami bertemu, dan setelah dia merasa cukup memberikan alasan mengapa dia mengakhiri hubungan kami, meskipun alasannya sulit aku terima, tapi mau tidak mau, aku harus menerimanya, semoga ini jalan yang terbaik untukku.
"Ngga," Jawabku.
"Kalau begitu, aku mau pamit, karena aku ada kegiatan, kamu tidak perlu menangis atas keputusan ini, karena ini merupakan hal sangat biasa, kamu tidak pantas untuk menangisinya" Ucap Mannaf sembari berdiri dari tempat duduknya.
"Baiklah" Ucapku.
"Aku pamit," ucapnya untuk yang kedua kalinya.
"Baiklah," jawabku.
Mannaf pergi meninggalkanku, dia sama sekali tidak memperlihatkan kesedihan di wajahnya. Dia benar-benar pergi, entah kapan akan kembali, atau benar-benar pergi dan tidak akan pernah kembali lagi kepadaku. Hari ini dan hari kemarin merupakan titik terberat dalam hidupku. Aku pernah patah, tapi aku tidak pernah merasakan patah yang lebih sakit dari pada patah hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And Blue Campus (TAMAT)
RomanceCanda, tawa, tangis, dan luka semuanya berawal dari kisah persahabatan, percintaan, dan perjuangan. namun apa jadinya ketika cinta yang sudah terjalin cukup lama berakhir dengan tetesan air mata karena penghianatan.