🍓
🍓
🍓SELAMAT MEMBACA TEMAN-TEMAN 😁
🍓
🍓
🍓Pagi ini aku sudah berada di masjid yang termasyhur di Bumi Sriwijaya tempat Mannaf akan mengikuti kompetisi. Disni aku duduk di sebuah tempat duduk yang ada di taman-taman masjid, setelah beberapa menit aku melihat seorang pemudah menggunakan baju kokoh berlapiskan jaket berwarna biru tua, dia menganyunkan langkanya menuju ke arahku, dia begitu menawan. Dia adalah Mannaf.
"Kamu sudah lama menunggu Nay?," tanya Mannaf menghampiriku.
"Ngga kok," Ucapku.
"Ayook kita masuk," jawab Mannaf.
"Ayook," Ucapku
Kami pun berjalan memasuki masjid, sebab lokasi lombahnya di dalam masjid, setelah tiba di tempat kompetisi, ternyata tempat duduk antara laki-laki dan perempuan dipisah oleh pihak panitia, akhirnya aku dan Mannaf berbeda tempat.
Setelah menunggu beberapa menit, kini giliran Mannaf menampilkan diri sebagai peserta lombah. Penampilannya yang luar biasa membuat para juri terpukau. Tidak diragukan lagi jika dia selalu berhasil membawa pulang piala disetiap perlombaan. Beberapa menit setelah selesai tampil, dia mengajakku ke luar, mungkin dia melihat aku merasa jenuh berada di dalam sejak tadi, dia pun bercanda sehingga berhasil membuatku tertawa.
"Alhamdulillah sudah mempersembahkan yang tebaik, aku seneng banget," Ucapnya.
"Alhamdulillah, penampilan kamu bagus," ucapku sambil tersenyum.
"Trimakasih, ehh Nay sini dulu, sebentar," Mannaf menghentikan langkah kakinya.
"Iya, ada apa?" tanyaku.
"Nih untuk kamu," Ucapnya.
Dia memegang satu buah buku ditangannya.
"Apa ini? Untuk siapa?," Tanyaku.
"Coba kamu baca tulisan yang ada di dalam buku ini," Ucapnya.
Dia membukakan satu buku yang ada di tanggannya lalu menunjukkan tulisan arab gundul yang terletak tepat di bagian dalam kulit kitab tersebut.
"Ini namaku," Ucapku sembari mengeryitkan kening.
Aku tidak pernah mengira jika dia akan mengeluarkan satu buah buku dari dalam tas miliknya. Dan itu untukku, yang paling membuatku terharu, buku itu berjudul "Bimbingan Sholat Untuk Perempuan".
"Kamu yakin? Ini nama kamu?," Ucapnya sembari bercanda padaku.
"Jelas-jelas ini namaku," Jawabku sembari mengerutu.
Aku memang tidak pandai bahasa arab tapi kalau nama aku. Aku tahu dong, aku tidak sebodoh itu, tidak mengenali nama sendiri.
"Buku ini untukmu, kamu pelajari, yah," Ucapnya
Dia memberikan satu buah buku bersampul merah itu padaku.
"Terimakasih," Ucapku.
"Sama-sama, Nay," ucapnya.
"...," aku hanya terdiam.
"Nay, Mau jalan-jalan ngga?," tannya Mannaf.
"Kemana?," Tanyaku.
"Yaa, kemana saja, keliling masjid juga boleh, atau kita mau kesana?,". Ucapnya sambil menunjuk tempat wisata yang ada diseberang jalan.
"Ayook," jawabku
Kami menuju salah satu tempat bersejarah di kota kami yaitu monumen perjuangan rakyat (monpera), bentuk monpera menyerupai bunga melati bermahkota lima, pemandangannya sangat indah. Setelah berjalan mengelilingi monpera, kami beristirahat sebentar disebuah tempat duduk, tidak jauh dari monpera, tempatnya persis seperti taman.
"Kamu mengunakan gamis yah, Nay?," Tanya Mannaf sembari memperhatikanku.
"Menurut kamu?," Tanyaku.
."Perempuan itu lebih angun kalau mengunakan gamis walaupun tidak bisa setiap hari, gunakan saja dihari senin, kamis dan jum'at, aku suka melihat kamu berpakaian seperti ini," Ucap Mannaf.
"Ohh yaaa..... terimakasih," Ucapku.
"Pebaiki cara berpakaiannya secara perlahan namun konsisten, jangan berubah secara total tapi ujung-ujungnya kembali lagi seperti semula," Ucapnya kembali menasihatiku.
"Aku akan merubah apa yang tidak baik dari diriku, tolong bimbing aku ya," Jawabku sembari menahan rasa haru karena mendengar nasihat darinya.
Aku tertegun dengan perkataan yang baru saja dia lontarkan kepadaku, ucapan inilah yang akan aku ingat hingga nanti, aku sangat bersyukur dipertemukan dengannya, banyak pelajaran yang aku dapatkan darinya. Untuk kalian, Jangan pernah merasa sakit hati ataupun kesal ketika laki-laki memberi nasihat kepada kita (wanita) karena dia (laki-laki), pastinya tahu bagaimana mata laki-laki ketika melihat perempuan.
"Nak, mau foto ngga?," Di tengah perbincangan kami, datanglah seorang kakek-kakek yang menawarkan jasa foto.
"Kek, kalau mau foto berapa?," Tanya Mannaf.
"Murah saja Nak," jawab sang kakek.
"Nay, Foto yuuk lumayan buat kenang-kenangan," Ucap Mannaf mengajakku.
"Ngga usah," Ucapku sembari berbicara dalam hati ( mending uangnya disimpan saja).
"Ayooklah Nay kapan lagi kita bisa foto sama-sama," Ucap Mannaf terus-terusan mengajakku.
"Oke," Ucapku sembari berdiri dari tempat duduk.
"Nak, fotonya mau gaya seperti apa?," Tanya sang kakek
"Gayanya biasa-biasa saja Kek," Jawab Mannaf
"Baiklah Nak," Ucap kakek. Ketika sang kakek hendak memfoto kami, aku malah tertawa hingga aturan foto yang sudah rapi malah harus mengatur ulang lagi.
"Kamu gimana sih Nay, ayook jangan gitu, kamu yang serius," Ucap Mannaf.
"Aku ngga mau foto!," Jawabku sedikit cemberut.
"Ayooklah kasihan kakeknya sudah menunggu, kamu ngga boleh gitu," Ucap Mannaf.
"Iya-iya maaf, aku serius nih." Ucapku.
Kakek pun memfoto kami berdua, kali ini aku berusaha untuk tidak main-main. Kalau aku main-main kasihan sama kakek yang berdiri di tengah terik matahari. Aku juga tidak mau membuat Mannaf kesal.
"Mau di cetak berapa Nak fotonya?," Tanya sang kakek.
"Harga satuannya berapa Kek?," Tanya Mannaf.
"Harga perlembarnya cukup Rp. 10.000 saja Nak," Jawab sang kakek.
"Empat lembar saja ya Kek?," Ucapnya.
"Banyak banget empat lembar, cukup dua saja ngga usah banyak-banyak," Ucapku.
"Buat aku dua, buat kamu dua, pas kan?," Jawab Mannaf sembari tersenyum.
"Yaudah terserah kamu," Jawabku.
"Jadi, berapa lembar Nak, tanya sang kakek kebingungan melihat kami berdebat.
"Empat Kek," jawab Mannaf.
"Baiklah Nak," jawab kakek.
Kakek langsung pergi menuju sebuah tempat untuk mencetak foto kami berdua, aku masih duduk di tempat yang sama bersama Mannaf. Banyak hal yang kami ceritakan, terutama masalah perkuliahan, juga ada beberapa nasihat yang dia berikan untukku.
"Nak, ini fotonya," Ucap sang kakek langsung memberikan fotonya pada Mannaf setelah beberapa menit kami menunggu.
"Iya Kek, terimakasih," Jawab Mannaf sembari membayar foto tersebut.
"Sama-sama Nak," Jawab kakek.
"Nih buat kamu," Mannaf memberikan dua lembar foto kepadaku.
"Terimakasih," Ucapku sembari mengambil dua foto yang ada digenggaman tanganya.
"Sama-sama, fotonya disimpan," Jawab Mannaf.
"Oke deh," ucapku.
"Kita kembali ke-masjid yuk," Ucap Mannaf sembari berdiri dari tempat duduknya.
"Kamu sholat jum'at di masjid?," Tanyaku. Kebetulan hari ini, hari jum'at
"Iya Nay," Jawab Mannaf sembari berjalan.
"Yaudah, aku pulang duluan ya," Jawabku
"Kamu hati-hati pulangnya," Ucap Mannaf melambaikan tangan.
Aku dan Mannaf berpisah, Mannaf kembali menuju masjid sedangkan aku kembali menuju rumah.*********
Malam ini, aku rebahan sembari melihat dua lembar foto yang diberikan oleh Mannaf siang tadi, juga melihat satu buah buku pemberian Mannaf, perlahan aku buka halaman demi halaman, Masyaallah isinya luar biasa banget
Hubungan aku dan Mannaf semakin erat hingga apapun keluh kesahku, aku ceritakan kepadanya, begitu juga sebaliknya, dia selalu terbuka padaku.
Oh ya.. Malam ini, pengumuman hasil pelombaan Mannaf."Nay," Ucap Mannaf.
Dia mengirim pesan sembari mengirimkan satu foto piala dan sertifikat bertuliskan juara 1 lomba pidato tingkat kota.
"Masyaallah, selamat atas juaranya, kamu hebat," Ucapku
"Trimakasih, Nay," Jawabnya.
Malam ini menjadi malam kebahagiaan untuk Mannaf, semua itu terlihat jelas dari ekpresinya, senyumnya dan gaya bicaranya.
"Kamu belum pulang?," Tanyaku
"Belum Nay, aku masih dimasjid," Jawabnya
"kamu sama siapa disana?," Tanyaku
"Aku bersama temanku di ma'had," Ucap Mannaf.
"Syukur deh kalau kamu ada temannya," Jawabku.
"Mannaf, Aku udah ngantuk nih," Ucapku.
"Yaudah, kamu tidur gih," Jawab Mannaf.
"Kamu hati-hati pulangnya," Ucapku.
"Iyah, Nay," jawabnya.
Malam pun semakin larut, Mannaf masih belum pulang juga. Mataku semakin berat dan tak tertahan, akhirnya aku memilih untuk tidur lebih dulu.
Aku tidak pernah menyesal mengenal sosok Mannaf, bahkan aku merasa menjadi perempuan yang paling beruntung.
Aku yakin diluar sana pasti banyak wanita yang mengiginkan posisiku. Siapa sih yang tidak mau berdampingan dengan orang pintar, dan memiliki segudang prestasi seperti Mannaf.
Harapanku tidak terlalu banyak, aku hanya berharap agar Mannaf tidak pernah berubah padaku walaupun dia sudah mencapai titik kesuksesan.
Ketika suatu saat dia mulai berubah dan dia memintaku untuk meninggalkannya, aku tidak punya pilihan, selain meninggalkannya. Bukan berarti aku tidak mempertahankan hubungan kami. Tapi Aku sangat menghargai keputusannya.
Mungkin, rasanya sakit. Tapi, yang terpenting aku tidak pernah mengingkari janjiku dan aku tidak pernah menghianati dirinya.*********
Hari ini aku mengikuti beberapa tahap seleksi agar aku bisa menjadi bagian dari remaja masjid yang formulirnya diambilkan oleh Mannaf beberapa waktu lalu. "Diwajibkan kepada semua calon anggota ikatan remaja masjid yang baru, agar selalu menghadiri kegiatan rutin kita disetiap hari minggu," Ucap panitia.Pada awalnya, kegiatanku berjalan dengan lancar, namun setelah sampai pada tahap akhir, aku terhalang oleh suatu masalah, karena saudaraku sakit sehingga harus dibawah ke rumah sakit, Aku memutuskan untuk membatalkan mimpiku untuk menjadi bagian dari organisai impianku ini. Menjadi bagian dari organisasi ini memang impianku. Tapi, jika berhubungan dengan saudara, tentu saja aku lebih mementingkan saudaraku.
"Aku tidak bisa mengikuti seleksi sampai pada tahap akhir," Ucapku mengirim pesan pada Mannaf.
"Kenapa?," tanya Mannaf.
"Saudaraku saki,," ucapku
"Apakah kamu sudah membicarakan hal ini kepada pihak panitia?," tanya Mannaf.
"Aku sudah meminta izin, tapi pihak panitia tidak bisa mengizinkan aku, karena tahap ini merupakan tahap inti," jawabku.
"Aku tanya sama teman-temanku, apakah dia bisa membantu atau tidak," ucapnya.
"Iya deh, coba kamu tanya sama teman kamu," ucapku.
Setelah beberapa menit, Mannaf mengirim pesan kepadaku, aku merasa sedih karena aku benar-benar tidak bisa menjadi bagian dari organisasi yang aku inginkan sejak lama.Drt... Drt... Drt...
"Nay," Mannaf mengirim pesan kepadaku.
"Iya Mannaf, gimana hasilnya?," tanyaku.
"Kamu benar-benar tidak bisa ikut, maaf ya," ucap Mannaf.
"Ngga apa-apa, aku sudah pasrah," jawabku.
"Walaupun kamu tidak bisa ikut di tahun ini, mungkin di tahun depan kamu bisa ikut lagi," ucap Mannaf.
"Trimkasih Mannaf," Ucapku.Aku belum bisa mewujudkan mimpiku di tahun ini. Saat ini aku harus menjaga saudaraku yang sedang sakit, namun halangan ini tidak akan mematahkan semangatku, aku yakin di tahun depan aku bisa mewujudkan keinginanku.
🍓
🍓
🍓TERIMA KASIH TEMAN-TEMAN 🥰
🍓
🍓
🍓
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And Blue Campus (TAMAT)
RomanceCanda, tawa, tangis, dan luka semuanya berawal dari kisah persahabatan, percintaan, dan perjuangan. namun apa jadinya ketika cinta yang sudah terjalin cukup lama berakhir dengan tetesan air mata karena penghianatan.